Pailit Merpati dan Nasib Eks Pekerjanya
loading...
A
A
A
Gunawan
Penasihat Senior IHCS (Indonesian Human Rights Committee for Social Justice), dan Penasihat Politik Tim Advokasi Paguyuban Pilot Eks Merpati Nusantara Airlines
BANGKRUTNYA beberapa perusahaan-perusahaan BUMN yang kemudian diputus pailit oleh Pengadilan Niaga, maupun yang akan ditutup oleh Menteri Negara BUMN, mempunyai dua ironi sekaligus.
Pertama, karena BUMN mendapat dukungan kebijakan, fasilitas dan anggaran dari pemerintah; dan kedua, karena sebagai perwujudan mandat dari Pasal 33 UUD 1945, BUMN seharusnya dapat melaksanakan penguasaan negara berupa pengelolaan negara secara langsung atas cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menyangkut hajat hidup orang banyak, serta guna melindungi tujuan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Seharusnya BUMN adalah perusahaan yang besar, kuat, dan berkelanjutan.
Putusan pailit maupun rencana penutupan sejumlah BUMN tersebut hendaknya tidak diartikan diperbolehkannya swastanisasi atau privatisasi terhadap bidang-bidang usaha yang dilindungi konstitusi, dan mengabaikan hak-hak konstitusional pekerja BUMN yang terkena pailit atau ditutup. Artinya perbaikan tata kelola BUMN, hendaknya tetap berlandaskan pada prinsip-prinsip penguasaan negara khususnya dalam pengelolaan negara secara langsung, dan perlindungan hak-hak pekerja BUMN sebagaimana mandat konstitusi.
Salah satu bidang usaha BUMN adalah penerbangan, sebagaimana PT Merpati Nusantara Airlines (selanjutnya disebut Merpati), BUMN yang akan ditutup oleh Menteri Negara BUMN, namun Pengadilan Niaga lebih dulu memutuskan pailit Merpati. Selain Merpati, ada Garuda yang juga merugi, namun bertahan karena tidak direncanakan ditutup dan mendapat subsidi dari pemerintah.
Kasus Merpati menarik dijadikan pelajaran karena terkait dengan permasalahan konstitusional bagaimana negara khususnya pemerintah dalam melindungi kepentingan negara dan hajat hidup orang dalam usaha penerbangan perintis ke pelosok-pelosok Nusantara? Terlebih lagi terkait visi Presiden Jokowi yang hendak membangun Indonesia dari pinggir. Serta bagaimana pemerintah akan memenuhi hak-hak pekerja BUMN yang perusahaanya ditutup atau diputus pailit oleh pengadilan niaga ?
Tindakan Pengelolaan
Penguasaan negara yang dimaksud di dalam Pasal 33 UUD 1945 berdasarkan pertimbangan Mahkamah Konstitusi dalam putusan pengujian UU Migas, UU Ketenagalistrikan, UU Penanaman Modal, UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, dan UU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, adalah mandat rakyat secara kolektif kepada negara untuk mengadakan kebijakan, dan tindakan pengurusan, pengaturan, pengelolaan, serta pengawasan, untuk tujuan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Dalam putusan uji materi UU Migas, Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa pengelolaan negara secara langsung sebagai pilihan pertama dan paling penting, untuk melindungi tujuan sebesar-besar kemakmuran rakyat, Pengelolaan langsung yang dimaksud di sini, dalam bentuk pengelolaan langsung oleh negara (organ negara) melalui Badan Usaha Milik Negara. Sepanjang negara memiliki kemampuan baik modal, teknologi, dan manajemen dalam mengelola maka negara harus memilih untuk melakukan pengelolaan secara langsung,
Meskipun pertimbangan MK sebagaimana tersebut di atas terkait pengelolaan sumber-sumber agraria, namun bisa dipergunakan sebagai landasan pengelolaan industri penerbangan perintis yang penting bagi negara dan menyangkut hajat hidup orang banyak guna melindungi tujuan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Berdasarkan pertimbangan MK sebagaimana tersebut di atas, negara khususnya pemerintah, dalam hal penguasaan negara guna melindungi cita-cita konstitusi, selain membentuk kebijakan dan pengaturan, serta melakukan tindakan pengurusan dan pengawasan, dapat juga melakukan tindakan pengelolaan.
Penasihat Senior IHCS (Indonesian Human Rights Committee for Social Justice), dan Penasihat Politik Tim Advokasi Paguyuban Pilot Eks Merpati Nusantara Airlines
BANGKRUTNYA beberapa perusahaan-perusahaan BUMN yang kemudian diputus pailit oleh Pengadilan Niaga, maupun yang akan ditutup oleh Menteri Negara BUMN, mempunyai dua ironi sekaligus.
Pertama, karena BUMN mendapat dukungan kebijakan, fasilitas dan anggaran dari pemerintah; dan kedua, karena sebagai perwujudan mandat dari Pasal 33 UUD 1945, BUMN seharusnya dapat melaksanakan penguasaan negara berupa pengelolaan negara secara langsung atas cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menyangkut hajat hidup orang banyak, serta guna melindungi tujuan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Seharusnya BUMN adalah perusahaan yang besar, kuat, dan berkelanjutan.
Putusan pailit maupun rencana penutupan sejumlah BUMN tersebut hendaknya tidak diartikan diperbolehkannya swastanisasi atau privatisasi terhadap bidang-bidang usaha yang dilindungi konstitusi, dan mengabaikan hak-hak konstitusional pekerja BUMN yang terkena pailit atau ditutup. Artinya perbaikan tata kelola BUMN, hendaknya tetap berlandaskan pada prinsip-prinsip penguasaan negara khususnya dalam pengelolaan negara secara langsung, dan perlindungan hak-hak pekerja BUMN sebagaimana mandat konstitusi.
Salah satu bidang usaha BUMN adalah penerbangan, sebagaimana PT Merpati Nusantara Airlines (selanjutnya disebut Merpati), BUMN yang akan ditutup oleh Menteri Negara BUMN, namun Pengadilan Niaga lebih dulu memutuskan pailit Merpati. Selain Merpati, ada Garuda yang juga merugi, namun bertahan karena tidak direncanakan ditutup dan mendapat subsidi dari pemerintah.
Kasus Merpati menarik dijadikan pelajaran karena terkait dengan permasalahan konstitusional bagaimana negara khususnya pemerintah dalam melindungi kepentingan negara dan hajat hidup orang dalam usaha penerbangan perintis ke pelosok-pelosok Nusantara? Terlebih lagi terkait visi Presiden Jokowi yang hendak membangun Indonesia dari pinggir. Serta bagaimana pemerintah akan memenuhi hak-hak pekerja BUMN yang perusahaanya ditutup atau diputus pailit oleh pengadilan niaga ?
Tindakan Pengelolaan
Penguasaan negara yang dimaksud di dalam Pasal 33 UUD 1945 berdasarkan pertimbangan Mahkamah Konstitusi dalam putusan pengujian UU Migas, UU Ketenagalistrikan, UU Penanaman Modal, UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, dan UU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, adalah mandat rakyat secara kolektif kepada negara untuk mengadakan kebijakan, dan tindakan pengurusan, pengaturan, pengelolaan, serta pengawasan, untuk tujuan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Dalam putusan uji materi UU Migas, Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa pengelolaan negara secara langsung sebagai pilihan pertama dan paling penting, untuk melindungi tujuan sebesar-besar kemakmuran rakyat, Pengelolaan langsung yang dimaksud di sini, dalam bentuk pengelolaan langsung oleh negara (organ negara) melalui Badan Usaha Milik Negara. Sepanjang negara memiliki kemampuan baik modal, teknologi, dan manajemen dalam mengelola maka negara harus memilih untuk melakukan pengelolaan secara langsung,
Meskipun pertimbangan MK sebagaimana tersebut di atas terkait pengelolaan sumber-sumber agraria, namun bisa dipergunakan sebagai landasan pengelolaan industri penerbangan perintis yang penting bagi negara dan menyangkut hajat hidup orang banyak guna melindungi tujuan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Berdasarkan pertimbangan MK sebagaimana tersebut di atas, negara khususnya pemerintah, dalam hal penguasaan negara guna melindungi cita-cita konstitusi, selain membentuk kebijakan dan pengaturan, serta melakukan tindakan pengurusan dan pengawasan, dapat juga melakukan tindakan pengelolaan.