Upaya Menanggulangi Cacar Monyet di Indonesia

Rabu, 24 Agustus 2022 - 16:25 WIB
loading...
Upaya Menanggulangi Cacar Monyet di Indonesia
Prof Tjandra Yoga Aditama (Foto: Ist)
A A A
Prof Tjandra Yoga Aditama
Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI, Mantan Direktur WHO Asia Tenggara dan Mantan Dirjen P2P & Ka Balitbangkes

SINDONEWS.COM pada 20 Agustus 2022 malam memuat berita berjudul “5 Fakta Kasus Pertama Cacar Monyet di Indonesia”. Ditulis bahwa kasus pertama monkeypox Indonesia ditemukan di DKI Jakarta pada pasien pria berusia 27 tahun, warga negara Indonesia (WNI) bukan warga negara asing (WNA). Gejalanya diawali dengan demam dan pembesaran kelenjar getah bening di belakang leher.

Disusul muncul lesi di wajah yang kemudian menyebar ke telapak tangan, kaki, dan sebagian ada di sekitar alat genital. Pasien pertama cacar monyet di Indonesia ini punya riwayat perjalanan ke luar negeri, datang dari negara yang memang sudah melaporkan kasus cacar monyet ke WHO.

Sehubungan dengan sudah masuknya kasus cacar monyet ke negara kita maka setidaknya ada tujuh hal yang perlu kita ketahui dan terapkan bersama. Pertama, sesuai data resmi WHO sampai 18 Agustus 2022 maka sudah ada 39.110 kasus konfirmasi cacar monyet dan 191 kasus probable dari 94 negara di dunia (kasus kita tentu belum masuk perhitungan), dan sudah ada 12 kematian. Kedua, angka kasus cacar monyet di dunia terus naik dengan peningkatan 20% seminggu dalam dua minggu terakhir.

Tentu kita perlu amati bagaimana perkembangan kasus di negara kita sesudah adanya laporan kasus pertama sore. Ketiga, sejauh ini sebagian besar kasus adalah mereka yang laki-laki seks dengan laki-laki. WHO menyampaikan bahwa negara dapat mendesain dan memberi informasi dan pelayanan kesehatan pada kelompok ini, tentu dengan cara yang baik dan sesuai hak asasi, martabat dan kehormatan diri. Perlu juga ditegaskan bahwa tentu siapa pun dapat terkena penyakit ini, apapun latar belakangnya.

Keempat, WHO menyatakan bahwa semua negara (tentu termasuk Indonesia) harus siap menghadapi cacar monyet yang memang sudah dinyatakan sebagai Public Health Emergency of International Concern (PHEIC) yang ketika saya menjadi Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit Kesehatan saya terjemahkan sebagai Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang Meresahkan Dunia (KKMMD). Tegasnya, ini bukan atau setidaknya belumlah “Kedaruratan Kesehatan Global” yang perlu dikendalikan agar tidak terus berkembang.

Jadi, semua negara perlu melakukan upaya kesehatan masyarakat untuk menghentikan penularan cacar monyet di negaranya, apalagi kalau sudah ada kasus seperti di negara kita ini. Kelima, ada sedikitnya enam upaya kesehatan yang harus dilakukan, apalagi kalau sudah ada kasus seperti kita ini. Pertama, peningkatan surveilan penyakit, kedua penelusuran kasus yang ketat, ketiga komunikasi risiko yang baik, keempat keterlibatan aktif masyarakat, kelima upaya penurunan risiko (risk reduction measures) dan keenam adalah vaksinasi.

Kita tentu berharap agar di negara kita setidaknya keenam upaya kesehatan ini dapat dilakukan dengan maksimal. Dengan nada yang hampir sama maka European Center of Disease Control and Prevention (ECDC) menyampaikan tujuh anjuran pengendalian cacar monyet, yaitu diagnosis dini, isolasi, penelusuran kontak yang efektif, vaksinasi pada kelompok target, komunikasi risiko, kegiatan bersama masyarakat dan peningkatan pengetahuan dan kemampuan petugas kesehatan.

Keenam, memang ketersediaan vaksin cacar monyet di dunia saat ini masih terbatas. WHO bahkan menegaskan bahwa mereka kawatir bahwa ketimpangan pemerataan vaksin yang pernah terjadi untuk Covid-19 akan terjadi lagi pada pengendalian cacar monyet ini. Karena itu baik kalau kita di Indonesia segera mengadakan vaksin di lapangan untuk yang membutuhkan. Ketujuh, WHO sudah memberi penamaan baru untuk clade/galur/jenis cacar monyet. Yang dulu dikenal sebagai clade Congo Basin atau Afrika Tengah kini disebut sebagai clade I, dan yang clade/galur Afrika Barat disebut clade II.

WHO masih terus berproses untuk kemungkinan pemberian nama baru bagi penyakitnya, untuk kemungkinan menggani istilah monkeypox atau cacar monyet. Berbagai usulan istilah nama penyakit akan dimasukkan di platform ICD 11 (International Classification of Diseases revisi ke 11).

Isolasi di Rumah atau di RS
Penjelasan Kementerian Kesehatan menyebutkan bahwa kasus cacar monyet pertama di Indonesia ini menjalani isolasi mandiri di rumah saja, tidak di rumah sakit. Sebenarnya setidaknya ada tiga pertimbangan apakah pasien perlu diisolasi di rumah sakit atau dapat mandiri di rumah. Pertama, seberapa beratnya keluhan dan gejala yang dialami.

Kedua apakah pasien memiliki keadaan kesehatan atau faktor risko yang memungkinkan penyakitnya menjadi lebih berat. Pertimbangan ketiga apakah pasien memang dapat menjamin meminimalkan kemungkinan penularan ke orang lain kalau dia diisolasi di rumah

Kalau keputusan akhirnya adalah untuk dilakukan isolasi di rumah, seperti juga kasus pertama Indonesia ini, maka WHO menganjurkan enam hal. Pertama, gunakan kamar mandi terpisah, atau bersihkan kamar mandi dan toilet setiap kali habis dipakai. Kedua, bersihkan benda-benda yang dipegang pasien dengan air dan sabun atau desinfektan. Disebutkan agar jangan gunakan alat penghisap (vacuum) untuk membersihkan karena partikel virus malah dapat menyebar dan menimbulkan penularan. Ketiga, gunakan alat makan, handuk, seperai dll. yang terpisah, jangan digunakan bersama orang sehat di rumah.

Keempat, pasien baiknya mencuci sendiri pakaian, seperei, handuk dll. yang ia gunakan. Mencucinya jangan terlalu banyak dikucek dan cuci dengan air hangat diatas 60 derajat Celsius. Kalau terpaksa yang mencuci adalah orang lain maka si pencuci dianjurkan memakai masker dan sarung tangan. Kelima,bukalah jendela kamar agar terjadi pertukan udara dengan baik. Ke enam, anjurkan semua orang di rumah untuk selalalu mencuci tangan dengan air dan sabun atau hand sanitizer.

WHO juga menyebutkan bahwa isolasi perlu dilakukan sampai seluruh kelainan kulit sudah lepas dan baik, serta lapisan kulit baru di bawahnya sudah mulai terbentuk.

Jangan Merebak jadi Pandemi
Memang beberapa negara tetangga kita sudah lebih awal melaporkan kasus cacar monyet mereka, dan tentunya juga melakukan tindakan penanggulangannya. Dengan sudah adanya laporan kasus pertama di negara kita maka tidak ada jalan lain kecuali memaksimalkan upaya pengendalian cacar monyet dalam semua aspek dan dimensinya.

Hanya dengan upaya kita bersama maka kita dapat memanfaatkan window of opportunity penanganan cacar monyet, sebagaimana yang disampaikan oleh Direktur Jenderal WHO pada waktu menyatakan penyakit ini sebagai Public Health Emergency of International Concern (PHEIC) pada 23 Juli 2022 lalu.

Sejauh ini WHO sudah menyatakan tujuh keadaan kesehatan menjadi PHEIC, dan dari tujuh itu maka dua berkembang jadi pandemi, yaitu Influenza H1N1 dan COVID-19 sekarang ini. Tidak ada seorang pun dari kita yang mengharapkan agar cacar monyet merebak tidak terkendali dan tentu jangan sampai menjadi pandemi, karena itu marilah ditanggulangi segera.

Baca Juga: koran-sindo.com
(bmm)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2713 seconds (0.1#10.140)