PGI: RUU HIP Harus Memandu Pengamalan, Bukan Mengorek Tafsir Pancasila

Selasa, 30 Juni 2020 - 16:36 WIB
loading...
PGI: RUU HIP Harus Memandu Pengamalan, Bukan Mengorek Tafsir Pancasila
Sekretaris Umum Persekutuan Gereja Indonesia (PGI) Pdt. Jacky Manuputty. Foto/ist
A A A
JAKARTA - Sekretaris Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) Pdt. Jacky Manuputty mengatakan bahwa Pancasila adalah sumber pemersatu dan kemajuan bangsa. Oleh sebab itu diperlukan upaya supaya sungguh-sungguh untuk menjadikan Pancasila sebagai implementasi dan sistem tindakan sehari-hari.

"Jadi, Pancasila bukan saja menjadi sumber etika dan pemersatu, tetapi dia juga harus diterjemahkan sebagai tempat berlindung yang equal bagi seluruh anak bangsa, harus bisa menjadi biologis yang menggerakkan kemajuan," ujar Jacky dalam diskusi Kesepakatan MBPA-UKB 2018: Pancasila sebagai Kristalisasi Nilai-nilai Agama, Tantangan Pengamalan, Selasa (30/6/2020).

(Baca: Apresiasi Penundaan, PGI: Pembahasan RUU HIP Bisa Munculkan Perpecahan Bangsa)

Dalam kesempatan ini, Jacky pun berpendapat bahwa Rancangan Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) harus dibangun berdasarkan tuntutan untuk menjadikan pemandu bagi implementasi Pancasila, bukan lagi mengorek-ngorek tafsir Pancasila.

Menurut dia, bila RUU HIP menjawab kebutuhan untuk mendukung dan memayungi Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) , PGI akan sangat mendukungnya. Sebab memang dibutuhkan kelembagaan implementasi Pancasila.

”Itu juga harus kita bicarakan dalam bentuk seperti apa. Apakah seperti BP7 saat itu? apakah memegang tafsir tunggal? Tapi kalau kita meletakkan tafsir Pancasila kembali ke sebuah produk hukum, kami melihat ini bukan hal tidak terlalu bijak ya," jelasnya.

(Baca: PBNU Minta Rakyat Jaga Pancasila Jangan Sampai Diubah oleh Kelompok Tertentu)

Jacky menegaskan, seharusnya Pancasila ditempatkan di atas sumber hukum lain. Karena itu dia mendukung upaya pemerintah untuk menunda pembahasan RUU HIP dan berharap pemerintah maupun DPR membuka ruang percakapan yang lebih partisipatoris. Dengan begitu proses legislasi benar-benar berakar pada aspirasi rakyat karena melibatkan masyarakat sejak dalam diskursus maupun rumusannya.

"Perluasan atau penyempitan tafsir Pancasila bisa membawa kita pada perdebatan antara kelompok agamis dan Pancasilais pada sejarah awal republik ini, yang dalam kondisi sekarang kurang kondusif diangkat. Karena itu kami mendukung penundaan ini dan meminta direformulasikan ulang. Bukan saja substansi isinya tapi juga seluruh prosesnya berdasarkan kebutuhan bahwa memang kita membutuhkan kandungan implementasi di dalam situasi terdegradasinya nilai-nilai dan implementasi Pancasila sejak reformasi,” pungkasnya.
(muh)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1634 seconds (0.1#10.140)