Menanti Pasal Obstruction of Justice Bagi Pelaku Rekayasa Kasus Tewasnya Brigadir J
loading...
A
A
A
JAKARTA - Laporan istri Irjen Ferdy Sambo , Putri Candrawathi, soal dugaan pelecehan terhadap dirinya yang dilakukan oleh Brigadir Nopryansah Yosua Hutabarat atau Brigadir J telah kandas, lantaran Bareskrim Polri telah menghentikan penanganan perkara tersebut. Kini angin berbalik, lantaran polisi menduga laporan dugaan pelecehan itu untuk menghalangi pengungkapan kasus pembunuhan terhadap Brigadir J, atau bagian dalam obstruction of justice.
Bahkan, Menko Polhukam Mahfud MD pun sempat menjelaskan anggota Polri yang memberikan keterangan salah ke publik di awal kasus tewasnya Brigadir J bisa dijerat pelanggaran etik sekaligus pidana. Menanggapi hal tersebut, Sekretaris Jenderal Gerakan Advokat dan Aktivis (GAAS) Suta Widhya berharap agar pihak kepolisian bisa masuk dan fokus dalam penanganan upaya yang menghalangi penyidikan kasus atau obstruction of justice dalam perkara penghilangan nyawa Brigadir J.
"Kita berharap semua yang terlibat dalam upaya yang menghalangi penyidikan kasus atau obstruction of justice dalam perkara penghilangan nyawa Brigadir J ini dapat diungkap dan diusut tuntas," kata Suta kepada wartawan di Jakarta, Senin (15/8/2022).
Suta menjelaskan, pengenaan pasal obstruction of justice seperti Pasal 221 dan Pasal 231 UU KUHP bukan hanya untuk internal prajurit Polri yang ikut terlibat dalam menghalangi penyidikan dalam perkara penghilangan nyawa Brigadir J, melainkan pihak-pihak lain yang terlibat juga harus diusut dan dipidana.
"Bukan hanya untuk internal prajurit Polri, tapi pihak lain juga harus diusut. Termasuk kuasa hukum Irjen FS yang diduga mengetahui adanya rekayasa kasus tersebut diawal. Ini untuk menjawab kecurigaan masyarakat atau netizen selama ini, yang mendapatkan perhatian dari perkara tersebut," imbuhnya.
Namun, Suta menjelaskan, untuk mengungkap kecurigaan masyarakat terhadap dugaan keterlibatan kuasa hukum Irjen FS dalam rekayasa perkara tersebut, maka hanya dewan etik organisasi advokat tempat dimana kuasa hukum Irjen FS tersebut bernaunglah yang berhak memeriksa dan membuktikannya.
"Dewan etik di organisasi yang menaungi Arman Anis (Kuasa Hukum Irjen FS) yang berhak lebih dulu memeriksa anggotanya. Apabila masuk pidana, kami lebih memilih berpendapat tidak ada imunitas yang bisa mempertahankan kredibilitas seseorang," tegas Suta.
Sebab, kata Suta, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat mengatur bahwa dalam melaksanakan aktivitas sebagai kuasa hukum harus menjunjung tinggi kejujuran sebagaimana slogan officium nobile, pekerjaan terhormat. "Tidak boleh membuat rekayasa kasus yang ujung ujungnya akan nampak ketidakjujuran di situ, bila yang bersangkutan terlibat maka bisa dikenakan Pasal 55 (1) KUHP," pungkasnya.
Bahkan, Menko Polhukam Mahfud MD pun sempat menjelaskan anggota Polri yang memberikan keterangan salah ke publik di awal kasus tewasnya Brigadir J bisa dijerat pelanggaran etik sekaligus pidana. Menanggapi hal tersebut, Sekretaris Jenderal Gerakan Advokat dan Aktivis (GAAS) Suta Widhya berharap agar pihak kepolisian bisa masuk dan fokus dalam penanganan upaya yang menghalangi penyidikan kasus atau obstruction of justice dalam perkara penghilangan nyawa Brigadir J.
"Kita berharap semua yang terlibat dalam upaya yang menghalangi penyidikan kasus atau obstruction of justice dalam perkara penghilangan nyawa Brigadir J ini dapat diungkap dan diusut tuntas," kata Suta kepada wartawan di Jakarta, Senin (15/8/2022).
Suta menjelaskan, pengenaan pasal obstruction of justice seperti Pasal 221 dan Pasal 231 UU KUHP bukan hanya untuk internal prajurit Polri yang ikut terlibat dalam menghalangi penyidikan dalam perkara penghilangan nyawa Brigadir J, melainkan pihak-pihak lain yang terlibat juga harus diusut dan dipidana.
"Bukan hanya untuk internal prajurit Polri, tapi pihak lain juga harus diusut. Termasuk kuasa hukum Irjen FS yang diduga mengetahui adanya rekayasa kasus tersebut diawal. Ini untuk menjawab kecurigaan masyarakat atau netizen selama ini, yang mendapatkan perhatian dari perkara tersebut," imbuhnya.
Namun, Suta menjelaskan, untuk mengungkap kecurigaan masyarakat terhadap dugaan keterlibatan kuasa hukum Irjen FS dalam rekayasa perkara tersebut, maka hanya dewan etik organisasi advokat tempat dimana kuasa hukum Irjen FS tersebut bernaunglah yang berhak memeriksa dan membuktikannya.
"Dewan etik di organisasi yang menaungi Arman Anis (Kuasa Hukum Irjen FS) yang berhak lebih dulu memeriksa anggotanya. Apabila masuk pidana, kami lebih memilih berpendapat tidak ada imunitas yang bisa mempertahankan kredibilitas seseorang," tegas Suta.
Sebab, kata Suta, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat mengatur bahwa dalam melaksanakan aktivitas sebagai kuasa hukum harus menjunjung tinggi kejujuran sebagaimana slogan officium nobile, pekerjaan terhormat. "Tidak boleh membuat rekayasa kasus yang ujung ujungnya akan nampak ketidakjujuran di situ, bila yang bersangkutan terlibat maka bisa dikenakan Pasal 55 (1) KUHP," pungkasnya.
(rca)