Indonesia Bisa Terlepas dari Ketergantungan Impor dengan Pangan Lokal
loading...
A
A
A
JAKARTA - Indonesia bisa terlepas dari ketergantungan impor dengan pangan lokal . Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian (Kementan) Suwandi mengakui bahwa kondisi global saat ini tidak biasa-biasa saja.
Akan tetapi, dia menuturkan bahwa hal tersebut tidak menjadi penghalang bagi peningkatan produktivitas pertanian Indonesia karena didukung oleh sistem produksi yang terjaga baik. "Sehingga (pertanian) memiliki kontribusi positif di saat sulit. PDB pertanian malah tumbuh. Ekspor naik berlipat-lipat, 38%, naik tinggi, sistem produksi terjaga baik," ujar Suwandi dalam sebuah diskusi daring, Selasa (9/8/2022).
Isu krisis pangan global yang makin menguat justru menjadi pendorong bagi pemerintah melalui Kementan untuk menggenjot produktivitas tanaman pangan lokal untuk menekan ketergantungan impor. Misalnya, impor gandum sempat terkendala karena perang antara Rusia dengan Ukraina.
Data ekspor Badan Pusat Statistik (BPS) per April 2022 secara kumulatif nilai ekspor Indonesia Januari-April 2022 mencapai US$93,47 miliar atau naik 38,68% dibanding periode sama pada 2021. Sektor hasil pertanian, kehutanan, dan perikanan menyumbang kenaikan 11,94% untuk periode yang sama.
Kementan melakukan dua langkah untuk menghadapi ancaman krisis pangan dunia. Dua langkah itu adalah memantapkan kapasitas produksi dari tanaman pangan lokal yang sudah ada seperti padi dan jagung, serta melakukan diversifikasi produksi dan konsumsi tanaman pangan lokal.
"Jepang, Korea itu kuat karena cinta produksinya. Jangan membeli produk orang lain. Belilah produk-produk petani kita," imbuhnya.
Dia mengungkapkan, ada beragam tanaman pangan lokal yang berpotensi menjadi pengganti gandum seperti sorgum, singkong, ubi jalar, talas, sagu, dan lainnya. Adapun yang tengah digencarkan saat ini oleh Kementan adalah perluasan produksi sorgum.
Pasalnya, sorgum mudah dibudidayakan pada lahan yang tidak subur, bahkan tandus. Selain itu, sorgum juga masih satu kerabat dengan gandum dalam penamaan ilmiah. "Kelebihan sorgum adalah sekali tanam bisa dikepras dua kali. Artinya, setahun bisa tiga kali panen dengan sekali masa tanam," ujarnya.
Sementara itu, penyuluh Pertanian Lapang Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, Esti Fauziah mengatakan bahwa sorgum tidak memerlukan persiapan banyak sebelum ditanam. "Bahkan di tanah berbatu saja sorgum bisa tumbuh dengan baik. Tidak seperti tanaman padi yang memerlukan air banyak, memerlukan olah tanah,” ujarnya dalam diskusi tersebut.
Sebaran lahan tanaman sorgum banyak berada di Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat dengan produktivitas berkisar 3-4 ton per hektare berdasarkan data Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. Sedangkan di Jawa Tengah dan Jawa Timur produktivitasnya 4-5 ton per hektare.
Total luas lahan sorgum di seluruh wilayah mencapai sekitar 15 ribu hektare. Pelaksana Tugas Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan, Badan Pangan Nasional Isfahari menuturkan bahwa semua tanaman pangan lokal Indonesia memiliki potensi untuk memperkuat ketahanan pangan dalam negeri juga mampu menurunkan ketergantungan terhadap impor gandum.
"Bayangkan kalau kita bisa mensubstitusi 10 sampai 30% terigu yang ada,” ujarnya dalam diskusi daring terpisah.
Impor gandum Indonesia mencapai sekitar 11 juta ton per tahun. Kendati diakui Risfaheri bahwa tepung sorgum atau tepung pangan lokal lain belum memiliki sifat mengembang layaknya terigu dari gandum.
Akan tetapi, kata dia, hal tersebut bisa disiasati dengan teknologi pangan. "Barangkali para penelitia bisa merekayasa komoditas pangan kita yang tidak punya sifat mengembang bisa disisipkan mungkin seperti zat adiktif yang bisa membuat mengembang,” katanya.
Sekadar diketahui sebelumnya, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengimbau masyarakat untuk mengurangi konsumsi gandum dan mulai beralih ke tanaman pangan lokal, seperti singkong, sorgum, dan sagu.
Akan tetapi, dia menuturkan bahwa hal tersebut tidak menjadi penghalang bagi peningkatan produktivitas pertanian Indonesia karena didukung oleh sistem produksi yang terjaga baik. "Sehingga (pertanian) memiliki kontribusi positif di saat sulit. PDB pertanian malah tumbuh. Ekspor naik berlipat-lipat, 38%, naik tinggi, sistem produksi terjaga baik," ujar Suwandi dalam sebuah diskusi daring, Selasa (9/8/2022).
Isu krisis pangan global yang makin menguat justru menjadi pendorong bagi pemerintah melalui Kementan untuk menggenjot produktivitas tanaman pangan lokal untuk menekan ketergantungan impor. Misalnya, impor gandum sempat terkendala karena perang antara Rusia dengan Ukraina.
Data ekspor Badan Pusat Statistik (BPS) per April 2022 secara kumulatif nilai ekspor Indonesia Januari-April 2022 mencapai US$93,47 miliar atau naik 38,68% dibanding periode sama pada 2021. Sektor hasil pertanian, kehutanan, dan perikanan menyumbang kenaikan 11,94% untuk periode yang sama.
Kementan melakukan dua langkah untuk menghadapi ancaman krisis pangan dunia. Dua langkah itu adalah memantapkan kapasitas produksi dari tanaman pangan lokal yang sudah ada seperti padi dan jagung, serta melakukan diversifikasi produksi dan konsumsi tanaman pangan lokal.
"Jepang, Korea itu kuat karena cinta produksinya. Jangan membeli produk orang lain. Belilah produk-produk petani kita," imbuhnya.
Dia mengungkapkan, ada beragam tanaman pangan lokal yang berpotensi menjadi pengganti gandum seperti sorgum, singkong, ubi jalar, talas, sagu, dan lainnya. Adapun yang tengah digencarkan saat ini oleh Kementan adalah perluasan produksi sorgum.
Pasalnya, sorgum mudah dibudidayakan pada lahan yang tidak subur, bahkan tandus. Selain itu, sorgum juga masih satu kerabat dengan gandum dalam penamaan ilmiah. "Kelebihan sorgum adalah sekali tanam bisa dikepras dua kali. Artinya, setahun bisa tiga kali panen dengan sekali masa tanam," ujarnya.
Sementara itu, penyuluh Pertanian Lapang Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, Esti Fauziah mengatakan bahwa sorgum tidak memerlukan persiapan banyak sebelum ditanam. "Bahkan di tanah berbatu saja sorgum bisa tumbuh dengan baik. Tidak seperti tanaman padi yang memerlukan air banyak, memerlukan olah tanah,” ujarnya dalam diskusi tersebut.
Sebaran lahan tanaman sorgum banyak berada di Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat dengan produktivitas berkisar 3-4 ton per hektare berdasarkan data Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. Sedangkan di Jawa Tengah dan Jawa Timur produktivitasnya 4-5 ton per hektare.
Total luas lahan sorgum di seluruh wilayah mencapai sekitar 15 ribu hektare. Pelaksana Tugas Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan, Badan Pangan Nasional Isfahari menuturkan bahwa semua tanaman pangan lokal Indonesia memiliki potensi untuk memperkuat ketahanan pangan dalam negeri juga mampu menurunkan ketergantungan terhadap impor gandum.
"Bayangkan kalau kita bisa mensubstitusi 10 sampai 30% terigu yang ada,” ujarnya dalam diskusi daring terpisah.
Impor gandum Indonesia mencapai sekitar 11 juta ton per tahun. Kendati diakui Risfaheri bahwa tepung sorgum atau tepung pangan lokal lain belum memiliki sifat mengembang layaknya terigu dari gandum.
Akan tetapi, kata dia, hal tersebut bisa disiasati dengan teknologi pangan. "Barangkali para penelitia bisa merekayasa komoditas pangan kita yang tidak punya sifat mengembang bisa disisipkan mungkin seperti zat adiktif yang bisa membuat mengembang,” katanya.
Sekadar diketahui sebelumnya, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengimbau masyarakat untuk mengurangi konsumsi gandum dan mulai beralih ke tanaman pangan lokal, seperti singkong, sorgum, dan sagu.
(rca)