Warisan Budaya Takbenda Indonesia Berbasis Pangan Lokal
loading...
A
A
A
Nina Wonsela
Pamong Budaya Ahli Madya
Indonesia negara agraris memiliki sumber alam yang melimpah dengan keanekaragam hasil kekayaannya. Pangan lokal sebagai sumber utama dalam kehidupan masyarakat pedesaan, pertanian Indonesia diharapkan mampu bersaing dan menghasilkan komoditas yang handal dan mendunia.
Untuk menjadi aset dan jati diri bangsa, diperlukan upaya pembangunan ketahanan pangan melalui intensifikasi dengan kata lain adalah meningkatkan hasil pertanian dengan memperluas lahan pertanian. Selain di sektor pertanian Indonesia memiliki sumber hayati yang beragam dapat memperkuat ketahanan pangan lokal.
Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar dalam kehidupan manusia sehari-hari, keberadaannya menjadi penting sebagai sumber energi dan meningkatkan metabolisme yang dibutuhkan oleh tubuh manusia.
Makanan berbasis pangan lokal merupakan salah satu unsur kebudayaan yang dimiliki manusia karena dengan cara penyajiannya, pengelolaannya dan pembuatannya hingga mengkonsumsinya sangat berhubungan dengan berbagai aspek sosial budaya di Masyarakat dalam tatanan sistem sosial, ekonomi, dan nilai budaya.
Ketahanan pangan adalah kemampuan suatu negara atau wilayah untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduknya. Pada tahun 1943 ketahanan pangan diharapkan mampu menjamin penduduknya memenuhi kebutuhan pangan yang baik dan halal.
Ketersedian pangan juga dapat memenuhi kebutuhan suatu negara dengan potensi dan sumber daya lokal sesuai amanat pemerintah dalam Undang-Undang Nomor 18 tahun 2012, diubah undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Pemikiran Soekarno sangat relevan terkait pangan, beliau mengatakan “hidup matinya bangsa dan masa depan bangsa”. Kalimat tersebut isi pidato pada peresmian Institut Pertanian Bogor pada 27 April 1952.
Menurut Soekarno Indonesia adalah bangsa yang besar dan memiliki kekayaan alam yang melimpah, maka pangan di Indonesia sangat beragam dan cara pengolahannya juga berbeda. Berdasarkan itu pula catatan sejarah merefleksikan kembali gagasan atau ide Soekarno dibantu salah satu istrinya Ibu Hartini menulis buku Mustikarasa tentang makanan tradisional.
Pamong Budaya Ahli Madya
Indonesia negara agraris memiliki sumber alam yang melimpah dengan keanekaragam hasil kekayaannya. Pangan lokal sebagai sumber utama dalam kehidupan masyarakat pedesaan, pertanian Indonesia diharapkan mampu bersaing dan menghasilkan komoditas yang handal dan mendunia.
Untuk menjadi aset dan jati diri bangsa, diperlukan upaya pembangunan ketahanan pangan melalui intensifikasi dengan kata lain adalah meningkatkan hasil pertanian dengan memperluas lahan pertanian. Selain di sektor pertanian Indonesia memiliki sumber hayati yang beragam dapat memperkuat ketahanan pangan lokal.
Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar dalam kehidupan manusia sehari-hari, keberadaannya menjadi penting sebagai sumber energi dan meningkatkan metabolisme yang dibutuhkan oleh tubuh manusia.
Makanan berbasis pangan lokal merupakan salah satu unsur kebudayaan yang dimiliki manusia karena dengan cara penyajiannya, pengelolaannya dan pembuatannya hingga mengkonsumsinya sangat berhubungan dengan berbagai aspek sosial budaya di Masyarakat dalam tatanan sistem sosial, ekonomi, dan nilai budaya.
Ketahanan pangan adalah kemampuan suatu negara atau wilayah untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduknya. Pada tahun 1943 ketahanan pangan diharapkan mampu menjamin penduduknya memenuhi kebutuhan pangan yang baik dan halal.
Ketersedian pangan juga dapat memenuhi kebutuhan suatu negara dengan potensi dan sumber daya lokal sesuai amanat pemerintah dalam Undang-Undang Nomor 18 tahun 2012, diubah undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Pemikiran Soekarno sangat relevan terkait pangan, beliau mengatakan “hidup matinya bangsa dan masa depan bangsa”. Kalimat tersebut isi pidato pada peresmian Institut Pertanian Bogor pada 27 April 1952.
Menurut Soekarno Indonesia adalah bangsa yang besar dan memiliki kekayaan alam yang melimpah, maka pangan di Indonesia sangat beragam dan cara pengolahannya juga berbeda. Berdasarkan itu pula catatan sejarah merefleksikan kembali gagasan atau ide Soekarno dibantu salah satu istrinya Ibu Hartini menulis buku Mustikarasa tentang makanan tradisional.