Perindo: Pengungkapan Kasus Brigadir J Harus Mengacu Criminal Scientific Investigation

Rabu, 03 Agustus 2022 - 21:40 WIB
loading...
Perindo: Pengungkapan Kasus Brigadir J Harus Mengacu Criminal Scientific Investigation
Ketua Bidang Hankam dan Siber DPP Partai Persatuan Indonesia (Perindo) Susaningtyas Kertopati mengatakan, pengungkapan kasus Brigadir J harus mengacu Criminal Scientific Investigation. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Penyelidikan kasus penembakan Brigadir Nopryansah Yosua Hutabarat atau Brigadir J oleh Bharada E di rumah Kadiv Propam nonaktif Irjen Pol Ferdy Sambo hingga kini belum selesai. Hal itu menimbulkan kesan proses penyelidikan berjalan lamban.

Ketua Bidang Hankam dan Siber DPP Partai Persatuan Indonesia (Perindo) Susaningtyas Kertopati mengatakan, Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo telah membentuk Tim Khusus untuk mengakomodasi harapan masyarakat agar Polri menangani kasus ini secara transparan, objektif dan akuntabel.

Tidak hanya itu, Polri juga menggandeng lembaga independen Komnas HAM yang bertindak sebagai saksi untuk menghindarkan kesan ada yang ditutup-tutupi dalam proses penyidikan.



”Peran Komnas HAM saat ini sangat signifikan untuk menghilangkan kesan Polri melakukan rekayasa, sengaja memperlambat penyidikan, dan adanya suatu fakta yang dilewatkan atau ditutup-tutupi,” ujar Nuning panggilan akrab Susaningtyas Kertopati kepada SINDOnews, Rabu (3/8/2022).



Nuning menyebut, proses penyidikan yang terkesan lama karena kurang sempurnanya olah Tempat Kejadian Perkara (TKP) pertama. Selain itu, adanya pernyataan dini dari pejabat Kasatwil dan Divhumas yang seolah sudah membuat kesimpulan tentang apa yang terjadi. Padahal peristiwanya terjadi di rumah dinas jenderal, melibatkan keluarga jenderal, dan orang-orang terdekat jenderal.

”Selain itu CCTV di rumas dinas dalam keadaan tidak berfungsi atau rusak, waktu press release tidak mengacu pada tempus delicti. Tiga hari setelah kejadian baru diberitakan kepada media,” kata pengamat militer dan intelijen ini.

Selain itu, adanya laporan baru dari keluarga korban yang menduga terjadinya penganiayaan berat dan pembunuhan berencana. Serta adanya permintaan ekhumasi (autopsi ulang) dari pihak keluarga melalui kuasa hukumnya. Kondisi ini menyebabkan waktu hasil autopsi menjadi bertambah sekitar 4 minggu sehingga waktu pembuktian menjadi semakin panjang. “Analisa digital forensik dan digital komunikasi memerlukan waktu,” ujarnya.



Mantan anggota Komisi I DPR ini menambahkan, Kapolri perlu menyampaikan hasil Criminal Scientific Investigation (CSI) dan hasil penyidikan apabila sudah lengkap. ”Semua ini harus mengacu pada CSI, karena ini harus sampai ke persidangan dan diputus final,” ucapnya.

Nuning juga menyarankan agar rilis harian tidak harus dilakukan karena akan membentuk opini-opini baru yang bersifat parsial.
(cip)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2612 seconds (0.1#10.140)