Menuju Anak Indonesia Sehat, Bebas Stunting dan Obesitas
loading...
A
A
A
dr Piprim Basarah Yanuarso, SpA(K)
Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (PP IDAI)
Meski diperingati secara Internasional setiap bulan November, namun hampir semua negara memiliki Hari Anak Nasional (HAN), tak terkecuali Indonesia yang dirayakan setiap 23 Juli. Sejak awal kabinet Indonesia Maju dibentuk, kesehatan merupakan salah satu sektor yang menjadi fokus utama pemerintahan Joko Widodo–KH Ma’aruf Amin. Salah satu isu utama dalam sektor kesehatan adalah mengenai stunting, obesitas, dan menekan angka kematian bayi dan anak.
Masalah stunting seringkali dianggap sebagagi masalah negara miskin atau berkembang. Namun sebenarnya, stunting bukan hanya masalah kekurangan gizi saja, tetapi juga pola makan sehat yang mestinya dikonsumsi oleh anak. Sementara obesitas sering dianggap sebagai masalah bagi negara maju.
Konsep anak sehat berarti sehat secara rohani, jasmani, akal, perilaku, bukan hanya bebas penyakit dan tidak cacat, tidak stunting, serta tidak obesitas. Mengapa masalah stunting dan obesitas ini penting bagi anak di Indonesia?
Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang ditandai dengnan tubuh pendek. Umumnya penderita rentan terhadap penyakit, kecerdasan di bawah normal, serta produktifitas rendah. Menurut WHO, suatu wilayah dianggap kronis jika prevalensinya di atas 20%.
Stunting dihubungkan dengan malnutrisi dan infeksi kronis (non endokrin). Stunting seringkali dikaitkan dengan perawakan pendek, namun tidak semua perawakan pendek mengalami stunting. Data dari WHO menyebutkan bahwa prevalensi balita stunting di Asia Tenggara adalah 36,4%, menjadikan Indonesia nomor 3 terburuk setelah Timor Leste dan India.
Sementara itu, kelebihan berat badan dan obesitas pada masa kanak-kanak tetap menjadi risiko kesehatan yang signifikan bagi anak-anak secara global. Mengingat bahwa asupan energi yang berlebihan merupakan pendorong utama kenaikan berat badan yang tidak tepat di kalangan anak-anak, tidak mengherankan bahwa ngemil anak-anak secara konsisten meningkat dalam beberapa dekade terakhir.
Celah penanganan stunting dan obesitas terletak pada peran orang tua dalam perilaku makan anak-anak, di mana potensi hubungannya dengan kebiasaan ngemil anak. Ngemil telah didefinisikan secara bergantian dalam literatur sebagai makanan yang dikonsumsi di antara waktu makan dan/atau mengonsumsi "makanan ringan". Ini biasanya diidentifikasi sebagai padat energi dan miskin nutrisi (yaitu permen, keripik, kue, minuman manis).
Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (PP IDAI)
Meski diperingati secara Internasional setiap bulan November, namun hampir semua negara memiliki Hari Anak Nasional (HAN), tak terkecuali Indonesia yang dirayakan setiap 23 Juli. Sejak awal kabinet Indonesia Maju dibentuk, kesehatan merupakan salah satu sektor yang menjadi fokus utama pemerintahan Joko Widodo–KH Ma’aruf Amin. Salah satu isu utama dalam sektor kesehatan adalah mengenai stunting, obesitas, dan menekan angka kematian bayi dan anak.
Masalah stunting seringkali dianggap sebagagi masalah negara miskin atau berkembang. Namun sebenarnya, stunting bukan hanya masalah kekurangan gizi saja, tetapi juga pola makan sehat yang mestinya dikonsumsi oleh anak. Sementara obesitas sering dianggap sebagai masalah bagi negara maju.
Baca Juga
Konsep anak sehat berarti sehat secara rohani, jasmani, akal, perilaku, bukan hanya bebas penyakit dan tidak cacat, tidak stunting, serta tidak obesitas. Mengapa masalah stunting dan obesitas ini penting bagi anak di Indonesia?
Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang ditandai dengnan tubuh pendek. Umumnya penderita rentan terhadap penyakit, kecerdasan di bawah normal, serta produktifitas rendah. Menurut WHO, suatu wilayah dianggap kronis jika prevalensinya di atas 20%.
Stunting dihubungkan dengan malnutrisi dan infeksi kronis (non endokrin). Stunting seringkali dikaitkan dengan perawakan pendek, namun tidak semua perawakan pendek mengalami stunting. Data dari WHO menyebutkan bahwa prevalensi balita stunting di Asia Tenggara adalah 36,4%, menjadikan Indonesia nomor 3 terburuk setelah Timor Leste dan India.
Sementara itu, kelebihan berat badan dan obesitas pada masa kanak-kanak tetap menjadi risiko kesehatan yang signifikan bagi anak-anak secara global. Mengingat bahwa asupan energi yang berlebihan merupakan pendorong utama kenaikan berat badan yang tidak tepat di kalangan anak-anak, tidak mengherankan bahwa ngemil anak-anak secara konsisten meningkat dalam beberapa dekade terakhir.
Celah penanganan stunting dan obesitas terletak pada peran orang tua dalam perilaku makan anak-anak, di mana potensi hubungannya dengan kebiasaan ngemil anak. Ngemil telah didefinisikan secara bergantian dalam literatur sebagai makanan yang dikonsumsi di antara waktu makan dan/atau mengonsumsi "makanan ringan". Ini biasanya diidentifikasi sebagai padat energi dan miskin nutrisi (yaitu permen, keripik, kue, minuman manis).