DEEP Dorong Politik Uang Masuk UU Tipikor karena Dianggap Kejahatan Kampanye
loading...
A
A
A
JAKARTA - Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia Neni Nur Hayati mendorong pemerintah untuk memasukan praktik money politic atau politik uang ke dalam UU Tindak Pidana Korupsi ( Tipikor ) karena dinilai sebagai bentuk kejahatan kampanye.
"Negara dalam hal ini harus memberikan sanksi pidana bagaimana upaya memasukkan politik uang sebagai tindak pidana korupsi, tampaknya perlu didorong," kata Neni saat menjadi pembicara di webinar Partai Persatuan Indonesia (Perindo) bertajuk 'Moral Hazard di Level Voters'' yang digelar secara hybrid pada, Jumat (22/7/2022).
Neni mengutarakan gagasan untuk memasukkan politik uang dalam ranah UU Tipikior tampaknya layak digaungkan karena praktik politik uang dalam kampanye merupakan bentuk kejahatan dan masuk ranah tindak pidana korupsi. "Sanksi bukan hanya pembatalan pejabat publik (yang mencalonkan), melainkan pidana sesuai dengan UU Tindak Pidana Korupsi," ungkapnya.
Namun demikian, lanjut Neni, untuk memasukkan kejahatan politik uang ke dalam UU Tipikor, tentu perlu kajian secara komperhensif termasuk terobosan sanksi hukum yang juga dinilai penting. "Karena daya rusak politik uang itu bukan hanya saja terletak pada nilai transaksional semata, tetapi juga mencederai demokrasi dan merusak kohesivitas masyarakat," ujar Neni.
Untuk mencegah politik uang, lanjut dia, partai politik pun perlu melakukan kaderisasi secara benar dengan konsep yang matang. Harus memulai mencari sumber dana yang tidak sekedar berburu anggaran dalam bentuk proyek.
Selain kepada partai politik, dia juga mengungkapkan perlu adanya redesign lembaga penyelenggara pemilu. Utamanya, posisi Bawaslu yang dianggap penting untuk tidak menjadi lembaga pengawas pemilu yang abu-abu.
"Bawaslu tidak menjadi minoritas di Gakkumdu dan perlu membentuk peradilan khusus pemilu dan ini penting dilakukan sebagai bagian dari upaya menciptakan keadilan elektoral. Perlu adanya mekanisme yang pasti supaya tidak banyak juga pintu-pintu (peradilan pemilu) yang justru tidak memberikan keuntungan dan ketidakadilan," terangnya.
"Negara dalam hal ini harus memberikan sanksi pidana bagaimana upaya memasukkan politik uang sebagai tindak pidana korupsi, tampaknya perlu didorong," kata Neni saat menjadi pembicara di webinar Partai Persatuan Indonesia (Perindo) bertajuk 'Moral Hazard di Level Voters'' yang digelar secara hybrid pada, Jumat (22/7/2022).
Neni mengutarakan gagasan untuk memasukkan politik uang dalam ranah UU Tipikior tampaknya layak digaungkan karena praktik politik uang dalam kampanye merupakan bentuk kejahatan dan masuk ranah tindak pidana korupsi. "Sanksi bukan hanya pembatalan pejabat publik (yang mencalonkan), melainkan pidana sesuai dengan UU Tindak Pidana Korupsi," ungkapnya.
Baca Juga
Namun demikian, lanjut Neni, untuk memasukkan kejahatan politik uang ke dalam UU Tipikor, tentu perlu kajian secara komperhensif termasuk terobosan sanksi hukum yang juga dinilai penting. "Karena daya rusak politik uang itu bukan hanya saja terletak pada nilai transaksional semata, tetapi juga mencederai demokrasi dan merusak kohesivitas masyarakat," ujar Neni.
Untuk mencegah politik uang, lanjut dia, partai politik pun perlu melakukan kaderisasi secara benar dengan konsep yang matang. Harus memulai mencari sumber dana yang tidak sekedar berburu anggaran dalam bentuk proyek.
Selain kepada partai politik, dia juga mengungkapkan perlu adanya redesign lembaga penyelenggara pemilu. Utamanya, posisi Bawaslu yang dianggap penting untuk tidak menjadi lembaga pengawas pemilu yang abu-abu.
"Bawaslu tidak menjadi minoritas di Gakkumdu dan perlu membentuk peradilan khusus pemilu dan ini penting dilakukan sebagai bagian dari upaya menciptakan keadilan elektoral. Perlu adanya mekanisme yang pasti supaya tidak banyak juga pintu-pintu (peradilan pemilu) yang justru tidak memberikan keuntungan dan ketidakadilan," terangnya.
(cip)