Tantangan Pembukaan 4.000 Restoran Indonesia di Luar Negeri
loading...
A
A
A
Wahyu A Perdana
Staf KJRI New York, Alumni Hubungan Internasional Universitas Airlangga
PADA 22 Juli 2021 silam, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno memberikan sosialisasi peluncuran program Indonesia Spice Up the World (ISUTW). Sosialisasi tersebut dilakukan bersamaan dengan acara Temu Pengusaha Kuliner dan Distributor Makanan Indonesia di Kota New York, Amerika Serikat (AS) dengan menghadirkan diaspora Indonesia.
Hadir pula para pelaku kuliner di seluruh AS baik secara live di KJRI New York, maupun secara virtual melalui aplikasi Zoom dan YouTube. Menparekraf sendiri bergabung secara virtual dari Jakarta. ISUTW adalah program yang digagas oleh Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi dengan melibatkan lintas kementerian/lembaga (K/L) dengan target salah satunya adalah pengembangan 4.000 restoran Indonesia di luar negeri pada 2024.
Acara disambut dengan suka cita dan penuh harapan oleh diaspora Indonesia khususnya mereka yang berniat membuat restoran di Indonesia. Berbagai pertanyaan dilontarkan para peserta dalam acara, pertanyaan seputar ada tidaknya dukungan dana pinjaman, hibah, atau modal dari pemerintah Indonesia kepada diaspora yang akan membuka restoran di Indonesia menjadi hal utama yang ditanyakan oleh para peserta. Kemenparekraf menyampaikan akan memberikan fasilitasi dan dukungan bagi diaspora Indonesia untuk terus mengembangkan usaha kulinernya di Amerika Serikat.
Hampir setahun berlalu semenjak acara tersebut, ternyata masih perlu usaha ekstra untuk mengukur capaian atas program ISUTW, khususnya berapa jumlah restoran yang berhasil didirikan di luar negeri sejak program ISUTW bergulir.
Tidak dapat dimungkiri bahwa membuka restoran tidaklah murah, diperlukan modal yang cukup besar, apalagi di negara maju seperti AS. Situs CloudKitchen.com dan BudgetBranders.com menyampaikan bahwa setidaknya diperlukan dana sebesar USD175.000–750.000 untuk membuka restoran di Negeri Paman Sam. Sejumlah faktor seperti pemilihan lokasi, perlengkapan masak, finishing untuk interior dan eksterior, dan upaya pemasaran juga ikut memengaruhi tinggi rendahnya modal yang diperlukan.
Pada umumnya pengusaha restoran memilih membuka restorannya di tempat yang ramai dilewati pengunjung khususnya pejalan kaki atau setidaknya yang memiliki parkir umum yang lapang. Namun demikian, semakin ramai dan strategis suatu lokasi biasanya semakin mahal pula biaya-biaya yang harus ditanggung. Manhattan sebagai borough terpopuler Kota New York tujuan para pengunjung baik domestik maupun mancanegara tentu menjadi pilihan lokasi utama untuk membuka restoran, namun popularitas Manhattan membuat biaya pembukaan dan operasional restoran menjadi tinggi.
Berdasarkan laporan situs ny.eater.com dan Upserve.com, harga sewa di Manhattan berkisar antara USD120–180 per-square-foot atau kurang lebih USD120.000–150.000 per tahun, dibandingkan dengan harga sewa di San Fransisco yang berkisar USD45 per-square-foot atau kurang lebih USD40.000–60.000 per tahun. Itu belum termasuk biaya lain-lain seperti biaya inkorporasi perusahaan atau mengubah perusahaan menjadi Limited Liability Company (LLC) sebesar USD4.500, memperoleh asuransi dengan estimasi biaya awal sebesar USD17.000 dan biaya per tahun sebesar USD2.500, serta membayar lisensi dan izin usaha.
Masing-masing negara bagian memiliki aturan yang berbeda-beda terkait lisensi dan izin usaha, di New York setidaknya terdapat tiga izin yang wajib diperoleh sebelum membuka restoran; Pertama, Pendaftaran Usaha di New York (biaya antara USD100–120 tergantung kota tempat pendaftaran). Kedua, Izin membuka Restoran di New York (biaya USD280 dan wajib diperbarui tiap tahunnya sebesar USD280). Ketiga, Food Protection Certificate in New York (biaya USD24,60).
Selain izin di atas, terdapat pula izin-izin lainnya yang perlu diperoleh sesuai dengan jenis makanan atau minuman yang disajikan. Misalnya izin menjual minuman keras, izin menggunakan tungku pembakaran untuk barbeque, sertifikat kesehatan, sertifikat keselamatan atas risiko kebakaran, dan sebagainya dengan biaya yang berbeda-beda.
Staf KJRI New York, Alumni Hubungan Internasional Universitas Airlangga
PADA 22 Juli 2021 silam, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno memberikan sosialisasi peluncuran program Indonesia Spice Up the World (ISUTW). Sosialisasi tersebut dilakukan bersamaan dengan acara Temu Pengusaha Kuliner dan Distributor Makanan Indonesia di Kota New York, Amerika Serikat (AS) dengan menghadirkan diaspora Indonesia.
Hadir pula para pelaku kuliner di seluruh AS baik secara live di KJRI New York, maupun secara virtual melalui aplikasi Zoom dan YouTube. Menparekraf sendiri bergabung secara virtual dari Jakarta. ISUTW adalah program yang digagas oleh Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi dengan melibatkan lintas kementerian/lembaga (K/L) dengan target salah satunya adalah pengembangan 4.000 restoran Indonesia di luar negeri pada 2024.
Acara disambut dengan suka cita dan penuh harapan oleh diaspora Indonesia khususnya mereka yang berniat membuat restoran di Indonesia. Berbagai pertanyaan dilontarkan para peserta dalam acara, pertanyaan seputar ada tidaknya dukungan dana pinjaman, hibah, atau modal dari pemerintah Indonesia kepada diaspora yang akan membuka restoran di Indonesia menjadi hal utama yang ditanyakan oleh para peserta. Kemenparekraf menyampaikan akan memberikan fasilitasi dan dukungan bagi diaspora Indonesia untuk terus mengembangkan usaha kulinernya di Amerika Serikat.
Hampir setahun berlalu semenjak acara tersebut, ternyata masih perlu usaha ekstra untuk mengukur capaian atas program ISUTW, khususnya berapa jumlah restoran yang berhasil didirikan di luar negeri sejak program ISUTW bergulir.
Tidak dapat dimungkiri bahwa membuka restoran tidaklah murah, diperlukan modal yang cukup besar, apalagi di negara maju seperti AS. Situs CloudKitchen.com dan BudgetBranders.com menyampaikan bahwa setidaknya diperlukan dana sebesar USD175.000–750.000 untuk membuka restoran di Negeri Paman Sam. Sejumlah faktor seperti pemilihan lokasi, perlengkapan masak, finishing untuk interior dan eksterior, dan upaya pemasaran juga ikut memengaruhi tinggi rendahnya modal yang diperlukan.
Pada umumnya pengusaha restoran memilih membuka restorannya di tempat yang ramai dilewati pengunjung khususnya pejalan kaki atau setidaknya yang memiliki parkir umum yang lapang. Namun demikian, semakin ramai dan strategis suatu lokasi biasanya semakin mahal pula biaya-biaya yang harus ditanggung. Manhattan sebagai borough terpopuler Kota New York tujuan para pengunjung baik domestik maupun mancanegara tentu menjadi pilihan lokasi utama untuk membuka restoran, namun popularitas Manhattan membuat biaya pembukaan dan operasional restoran menjadi tinggi.
Berdasarkan laporan situs ny.eater.com dan Upserve.com, harga sewa di Manhattan berkisar antara USD120–180 per-square-foot atau kurang lebih USD120.000–150.000 per tahun, dibandingkan dengan harga sewa di San Fransisco yang berkisar USD45 per-square-foot atau kurang lebih USD40.000–60.000 per tahun. Itu belum termasuk biaya lain-lain seperti biaya inkorporasi perusahaan atau mengubah perusahaan menjadi Limited Liability Company (LLC) sebesar USD4.500, memperoleh asuransi dengan estimasi biaya awal sebesar USD17.000 dan biaya per tahun sebesar USD2.500, serta membayar lisensi dan izin usaha.
Masing-masing negara bagian memiliki aturan yang berbeda-beda terkait lisensi dan izin usaha, di New York setidaknya terdapat tiga izin yang wajib diperoleh sebelum membuka restoran; Pertama, Pendaftaran Usaha di New York (biaya antara USD100–120 tergantung kota tempat pendaftaran). Kedua, Izin membuka Restoran di New York (biaya USD280 dan wajib diperbarui tiap tahunnya sebesar USD280). Ketiga, Food Protection Certificate in New York (biaya USD24,60).
Selain izin di atas, terdapat pula izin-izin lainnya yang perlu diperoleh sesuai dengan jenis makanan atau minuman yang disajikan. Misalnya izin menjual minuman keras, izin menggunakan tungku pembakaran untuk barbeque, sertifikat kesehatan, sertifikat keselamatan atas risiko kebakaran, dan sebagainya dengan biaya yang berbeda-beda.