Haji sebagai Sarana Membangun Toleransi

Minggu, 26 Juni 2022 - 11:20 WIB
loading...
A A A
Kedua, berkumpulnya jutaan orang itu pada akhirnya menyadarkan keterbatasan sebuah sudut pandang. Aturan-aturan hukum dalam sebuah mazhab tidak bisa sepenuhnya diterapkan secara ideal. Kondisi ini membuat orang mau tidak mau harus menerima kebenaran mazhab lain karena hanya melalui inilah status keabsahan ibadahnya bisa dicapai.



Contoh yang sering digunakan adalah tentang persentuhan kulit antara laki-laki dan perempuan. Jika seseorang bermazhab Syafii yang meyakini bahwa persentuhan kulit antara laki-laki dan perempuan membatalkan wudhu, maka mungkin dia tidak akan bisa thawaf karena sangat mungkin akan terjadi peristiwa itu. Jika seseorang meyakini bahwa seseorang harus suci dari hadats ketika thawaf, mungkin orang tersebut akan sangat kesulitan menjalankan thawaf saat tiba-tiba dia kentut, karena dia harus keluar dari Masjidil Haram untuk mengambil air wudhu di luar.

Bayangkan, betapa beratnya beragama jika dalam situasi ini seseorang tidak memiliki sikap toleran. Haji tentu akan menjadi kewajiban yang sangat memberatkan. Padahal, Allah sejak awal tidak menghendaki kewajiban haji ini memberatkan umat Islam sehingga pembebanan kewajiban haji hanya kepada orang yang mampu. Pelaksanaan ibadah haji pun bisa dilaksanakan dengan bantuan orang lain bagi mereka yang tidak cukup memiliki kekuatan fisik untuk menjalankan rukun dan wajibnya.

Menyadari betapa pentingnya sikap toleran dalam haji ini, tidak mengherankan jika Nabi larangan bersikap ekstrem dalam beragama justru disabdakan oleh Nabi Muhammad saat beliau menjalankan ibadah haji. Dikisahkan, saat di Muzdalifah, beliau meminta Abdullah ibn Abbas mengambilkan beberapa kerikil untuk melempar jumrah. Di saat menerima kerikil-kerikil itu di atas tangannya, beliau bersabda, “Pada setiap lontaran kerikil ini, takutlah kalian dengan perbuatan melampaui batas (ekstremisme) dalam agama, karena sesungguhnya orang-orang sebelum kamu telah mengalami kehancuran karena mereka melampaui batas atau bersikap ekstrem dalam beragama”.

Ketiga, tahun 2022 dicanangkan oleh Kementerian Agama sebagai Tahun Toleransi. Ini merupakan bagian dari program moderasi beragama yang digelorakan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas. Salah satu nilai penting dalam moderasi beragama adalah sikap toleran dan antikekerasan. Intoleransi dan kekerasan adalah salah satu bentuk dari sikap ekstrem atau berlebih-lebihan dalam agama. Jika menggunakan teori amplification spiral yang diperkenalkan Stanley Cohen, kekerasan adalah buah dari intoleransi. Dengan memperkuat nilai-nilai toleransi beragama, diharapkan angka kekerasan bermotif agama semakin menurun.

Sejak awal sejarahnya, ibadah haji selalu adalah ritual massal. Ibadah haji tidak hanya memberi penguatan akan ketersambungan spiritual umat Islam dengan ajaran tauhid yang diwariskan oleh Nabi Ibrahim, tapi juga memberi kesempatan bagian siapa saja untuk merfleksikan sikap dan praktik keagamaannya. Ibadah haji memberi kesempatan bagi umat Islam di seluruh dunia untuk menumbuhkan sikap toleran dalam beragama. Bagi Indonesia, di tengah kehidupan sosial-keagamaan yang sangat mudah ditemukan khutbah ebencian bahkan berbagai tindakan kekerasan, momentum haji ini semoga bisa memperkuat toleransi dan membangun perdamaian antarsesama anak bangsa.
(muh)
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1858 seconds (0.1#10.140)