Memulihkan Tempat Ibadah Tua
loading...
A
A
A
Candi Prambanan dan Borobudur dan juga candi-candi lain di seputar Yogyakarta dan Jawa Tengah selama ini menjadi tempat wisata, tetapi fungsi keagamaan sebagai puja atau pradaksina tidak mendapat landasan hukum. Nota kesepemahaman antara empat kementerian dan pemerintah daerah Yogyakarta dan Jawa Tengah bisa menjadi angin segar.
Dari segi pembiyaan kiranya perlu dipikirkan jalan memudahkan bagi umat yang beriman dan beribadah di sana. Tidak semua umat Hindu dan Buddha mampu membayar apalagi jika setiap ibadah demikian adanya. Pembebasan biaya masuk tidak hanya berlaku di hari suci besar saja. Ini juga sama dengan beberapa masjid, gereja, dan pura di Jawa dan Bali yang juga memberi kemudahan bagi pemeluknya untuk melakukan ibadah.
Persepsi dan pemahaman candi seperti Borobudur memang sudah harus berubah. Itu juga vihara, tempat puja dan pradaksina, bukan hanya sebagai stupa dan relief-relief wisata yang bisa dinikmati para turis. Borobudur adalah tempat ibadah, sebagaimana juga masjid dan gereja. Umat yang beribadah hendaknya kita mudahkan sebagaimana umat Islam pergi ke masjid setiap hari dan berjamaah. Hari jumat bagi masjid dan hari minggu bagi gereja merupakan hak umat yang mengimaninya. Bantuan yang memudahkan sangat berarti bagi toleransi dan jaminan keragaman iman di Indonesia.
Candi Prambanan juga begitu, tidak semata-mata sebagai benda sejarah Mataram kuno seribu dua ratus tahun yang lalu. Prambanan sebagai pura, sebagaimana di Bali, juga perlu perubahan persepsi kita. Prambanan bukan hanya destinasi wisata. Tetapi itu adalah tempat suci yang menghantarkan manusia menuju jalan spiritualitas.
Pemulihan Borobudur dan Prambanan sebagai wihara dan pura adalah simbol langkah berarti dari kemajuan toleransi bangsa Indonesia. Landasan spiritualitasnya adalah Hindu dan Buddha Mataram kuno satu milenia yang lalu tetap perlu apresiasi tersendiri. Memang Umat Hindu dan Buddha tidak banyak secara kuantitas. Penghormatan hak ibadah mereka adalah tetap tindakan mulia. Langkah ini adalah tindakan simbolik kemajuan toleransi beragama di Indonesia.
Dari segi pembiyaan kiranya perlu dipikirkan jalan memudahkan bagi umat yang beriman dan beribadah di sana. Tidak semua umat Hindu dan Buddha mampu membayar apalagi jika setiap ibadah demikian adanya. Pembebasan biaya masuk tidak hanya berlaku di hari suci besar saja. Ini juga sama dengan beberapa masjid, gereja, dan pura di Jawa dan Bali yang juga memberi kemudahan bagi pemeluknya untuk melakukan ibadah.
Persepsi dan pemahaman candi seperti Borobudur memang sudah harus berubah. Itu juga vihara, tempat puja dan pradaksina, bukan hanya sebagai stupa dan relief-relief wisata yang bisa dinikmati para turis. Borobudur adalah tempat ibadah, sebagaimana juga masjid dan gereja. Umat yang beribadah hendaknya kita mudahkan sebagaimana umat Islam pergi ke masjid setiap hari dan berjamaah. Hari jumat bagi masjid dan hari minggu bagi gereja merupakan hak umat yang mengimaninya. Bantuan yang memudahkan sangat berarti bagi toleransi dan jaminan keragaman iman di Indonesia.
Candi Prambanan juga begitu, tidak semata-mata sebagai benda sejarah Mataram kuno seribu dua ratus tahun yang lalu. Prambanan sebagai pura, sebagaimana di Bali, juga perlu perubahan persepsi kita. Prambanan bukan hanya destinasi wisata. Tetapi itu adalah tempat suci yang menghantarkan manusia menuju jalan spiritualitas.
Pemulihan Borobudur dan Prambanan sebagai wihara dan pura adalah simbol langkah berarti dari kemajuan toleransi bangsa Indonesia. Landasan spiritualitasnya adalah Hindu dan Buddha Mataram kuno satu milenia yang lalu tetap perlu apresiasi tersendiri. Memang Umat Hindu dan Buddha tidak banyak secara kuantitas. Penghormatan hak ibadah mereka adalah tetap tindakan mulia. Langkah ini adalah tindakan simbolik kemajuan toleransi beragama di Indonesia.
(muh)