Perkebunan Kelapa Sawit Pasca-Covid-19

Selasa, 23 Juni 2020 - 06:41 WIB
loading...
A A A
Apa yang bisa dilakukan? Mengandalkan sepenuhnya kepada tenaga manusia dalam mengelola perkebunan harus dievaluasi, dan menggantikan dengan teknologi adalah suatu keniscayaan. Kebun sawit akan kalah bersaing jika setiap pekerja panen hanya mampu memanen areal seluas 4 ha, sementara pekerja panen kedelai secara mekanis mampu memanen areal kebun kedelai seluas 80-100 ha.

Tanaman sawit tidak perlu menunggu terlalu lama untuk bisa dipanen walaupun saat ini sawit sudah bisa dipanen umur 20-25 bulan. Keterlambatan mulai panen adalah suatu biaya investasi yang inefisien. Produktivitas tanaman per ha harus dijaga dengan ketat, tidak boleh ada lahan yang tidak termanfaatkan, demikian juga tidak boleh ada tanaman yang tidak berbuah secara maksimal.

Tentu hal ini semua jawabannya adalah riset dan teknologi. Pupuk sebagai faktor produksi yang membutuhkan biaya terbesar harus dibuat makin efektif dan efisien. Selama ini setiap pemupukan diperkirakan 30-40% hilang karena proses yang tidak tepat karena cuaca terlalu kering atau bahkan terlalu basah.

Perkebunan kelapa sawit saat ini memang masih mengandalkan sistem kontrol lapangan gaya zaman kolonial, artinya dibutuhkan kehadiran fisik untuk mengontrol lapangan dan memastikan pekerjaan dilaksanakan sesuai rencana. Walaupun teknologi remote sensing maupun teknologi drone sudah mulai dilakukan, namun penggunaannya belum masif dan belum berdampak pada efisiensi dan efektivitas.

Perhitungan dan pengamatan manual sangat membutuhkan tenaga manusia dengan jumlah banyak dengan hasil akurasi yang kurang akibat kesalahan manusia. Sebagai contoh, menghitung jumlah buah dalam setiap pohon untuk pendugaan produksi maupun menghitung pohon yang terserang hama sangat membutuhkan waktu lama dengan tenaga manusia yang mahal dan dengan hasil yang tidak memuaskan.

Perkebunan sawit yang semuanya berlokasi di Kalimantan, Sumatera, dan Sulawesi, apalagi Papua, kantor pusat pengendalinya hampir semua di Jakarta. Sistem pelaporan pekerjaan juga menjadi unsur biaya yang harus diefisienkan. Pelaporan yang cepat, akurat, dan real time menjadi tuntutan agar proses pengambilan keputusan berjalan dengan cepat dan tepat. Untuk itulah, sudah saatnya digitalisasi harus menjadi alat yang bisa diterapkan di perkebunan sawit. (Lihat videonya: Brtahun-tahun Warga Sebrangi Sungai dengan Seutas Kawat Sling)

Ini semua akan menjadi norma baru dalam pengelolaan perkebunan sawit. Mengurangi pekerjaan manual dan pergerakan manusia yang dalam jangka pendek berpotensi menjadi sarana penularan Covid-19. Namun, jangka panjang, banyak pekerjaan yang berbiaya besar harus segera digantikan dengan pemanfaatan teknologi sehingga lebih efektif, lebih produktif, dan lebih efisien.

Praktik keberlanjutan di perkebunan sawit akan meningkatkan nilai daya saing. Inilah kunci masa depan perkebunan sawit yang memiliki daya saing dan berkelanjutan sehingga menang dalam berkompetisi di pasar global yang kian kompleks.
(ysw)
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1981 seconds (0.1#10.140)