Penunjukan Penjabat Kepala Daerah dari TNI/Polri Aktif Perlu Dikoreksi

Minggu, 29 Mei 2022 - 10:29 WIB
loading...
Penunjukan Penjabat Kepala Daerah dari TNI/Polri Aktif Perlu Dikoreksi
Penunjukan penjabat (Pj) kepala daerah dari TNI-Polri aktif menuai perdebatan baru di ruang publik. Foto/Ilustrasi/Dok.SINDOnews
A A A
JAKARTA - Penunjukan penjabat ( Pj ) kepala daerah dari TNI-Polri aktif menuai perdebatan baru di ruang publik. Sejumlah pihak juga meminta agar kebijakan tersebut dapat dievaluasi dan dikoreksi.

Manajer Riset Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menilai penunjukan anggota TNI/Polri aktif sebagai penjabat (Pj) kepala daerah harus segera dihentikan. Hal itu diungkapnya untuk menanggapi penunjukan Brigjen TNI Andi Chandra As’aduddin sebagai Pj Bupati Seram Bagian Barat, Provinsi Maluku.

"Saya kira ini babak-babak awal. Kalau ini tidak segera dicegah, apa yang sedang terjadi dengan memberikan semacam peluang kepada TNI/Polri aktif untuk menduduki jabatan sipil. Saya kira ini babak yang di tahun 1998 lalu juga ditakutkan oleh publik ketika kemudian TNI/Polri menduduki jabatan sipil," kata Lucius dalam diskusi yang bertajuk "Pro Kontra Tentara Jadi Pj Kepala Daerah", yang dikutip pada Minggu (29/5/2022).





Lucius menegaskan, pemerintah dan DPR harus segera memastikan jabatan sipil tidak disandang oleh anggota TNI/Polri aktif. Ia pun mengungkap potensi bahaya yang muncul jika anggota TNI/Polri aktif semakin bebas menduduki jabatan sipil.

"Saya kira penting untuk sejak awal mendesak, mendorong pemerintah dan DPR untuk memastikan tegaknya aturan terkait dengan jabatan sipil yang tidak boleh disandang TNI/Polri," ujarnya.

Menurutnya, penunjukan itu tidak sesuai dengan semangat dan amanat reformasi. Selain itu, juga melanggar aturan. Lucius khawatir penunjukan itu hanya menjadi awal dari penunjukan Pj kepala daerah yang tidak sesuai aturan.



Dia menuturkan, menjelang kontestasi 2024, aroma politik semakin hangat. "Kita juga ada di babak pembuka Pemilu 2024. Jadi kebijakan-kebijakan seperti ini saya kira juga ada hubungannya dengan konsolidasi 2024 itu," ungkapnya

Lebih dari itu, kata Lucius, penunjukan itu harus dihentikan karena tidak ada keuntungan dalam penunjukan penjabat kepala daerah dari anggota TNI/Polri aktif. Bahkan justru mencederai demokrasi di Indonesia.

"Otonomi jadi hilang dalam 2-3 tahun. Kebijakan yang diambil akan menjadi kebijakan pemerintah pusat. Semua akan jadi tumpang-tindih, tidak jelas lagi konsep otonomi daerah, berdemokrasi, dan lain sebagainya," tandasnya.



Sementara itu, Direktur Eksekutif Lingkar Madani Ray Rangkuti menyatakan, pengangkatan anggota TNI aktif melanggar UU Nomor 5 Tahun 2015 Pasal 20 ayat 3 tentang jabatan sipil yang boleh diemban adalah yang berada pada instansi pusat. Kemudian, sambung dia, UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. UU melarang TNI menduduki jabatan sipil, di luar 10 institusi. Institusi yang tertuang di antaranya Kemenko Polhukam, Kemenhan, Lembaga Sandi Nasional, dan Mahkamah Agung.

“Setidaknya 8 dari 10 yang diberikan untuk duduk di posisi masih berkaitan dengan fungsi mereka sebagai pertahanan. Pelibatan TNI aktif dalam jabatan sipil tidak boleh jauh dari fungsi pokok mereka sebagai lembaga yang berurusan dengan pertahanan negara,“ kata Ray.

Selain itu, kata Ray, pemerintah juga mengabaikan UU Nomor 34 Tahun 2004, Pasal 47 yang dengan tegas pada semua prajurit TNI yang menduduki jabatan sipil harus terlebih dahulu dimundurkan dari dinas aktif mereka di TNI. Dan terakhir, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 15/PUU-XX/2022 yang terbit pada 20 April 2022.

“Pj ini dijadikan sebagai bagian dari memperkuat kekuasaan, bukan proses demokratisasi. Tetapi memperkuat konsolidasi pemerintah pusat, dengan cara begitu mereka menempatkan orang-orang yang mendapatkan resistensi cukup kuat, karena tidak menyumbang terhadap peningkatan kualitas demokrasi,” pungkas Ray.
(rca)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2044 seconds (0.1#10.140)