Suara-Suara Tertahan

Minggu, 29 Mei 2022 - 09:07 WIB
loading...
A A A
Jika dibandingkan dengan Kumpulan Cerita B, buku ini lebih banyak menyajikan tema-tema suram. Tentang kematian, kegetiran, serta kesempatan-kesempatan yang terlepas atau sengaja dilepas demi kebaikan-kebaikan lain. Penulisnya sendiri mengakui ketika berbincang dengan pengulas, bahwa buku ini adalah medianya menyampaikan sekian poin kegelisahan dan ketidaksetujuan.

Memang, fiksi adalah sesuatu yang kerap dijadikan senjata untuk mengungkapkan hal-hal yang sulit diucapkan secara lisan. Misalnya soal ketidakadilan atau sesuatu yang tidak tepat. Tampak dari diangkatnya isu-isu purba seputar perempuan, yang berkaitan dengan diri dan keluarga, seperti dalam cerpen Segala Sesuatu yang Tak Pernah Terjadi.

“Tuhan, sebuah perpisahan tak pernah mudah bagi perempuan. Orang-orang akan memandang hina dan menyalahkannya. Ia akan dianggap perempuan jalang yang tak sudi mengabdi kepada tuannya.” (Segala Sesuatu yang Tak Pernah Terjadi, halaman 46)

Berkisah tentang seorang perempuan yang kerap mendapat perlakuan kurang pantas dari suaminya, ini merupakan salah satu isu purba yang coba Sasti angkat. Entah berapa banyak perempuan yang menerima kekerasan dari orang terdekatnya. Orang yang seharusnya menyayangi dan mencintai sepenuh hati tanpa membuat luka menganga. Jika data saja sudah bicara ribuan, entah berapa banyak yang tidak berani melapor.

Mereka takut. Mendobrak kebiasaan malah menghasilkan hujatan untuk diri mereka. Tidak jarang malah dianggap perempuan jalang yang tidak sudi mengabdi kepada tuannya. Padahal, tahu apa orang-orang itu tentang luka yang tidak berdarah (dan yang berdarah)? Namun, pertolongan Semesta selalu datang tepat waktu. Dan, tidak pernah salah pilih.

Premis soal kematian lainnya dapat ditemukan dalam Tarian Kematian Ngengat, Pembersih Jejak Kematian, serta Prosesi Kematian yang Sempurna. Apa yang Paul McCartney Bisikkan di Telinga Janitra? adalah judul pemungkas dalam kumpulan cerpen ini. Seperti sifat pemungkas yang umumnya meninggalkan kesan lebih tebal, seperti itu juga adanya kisah tentang perempuan bernama Janitra. “Si Kumbang membuka mata kuningnya lebar-lebar. Telinganya tegak. Begitu juga ekor kembarnya. Janitra mencengkeram pisau itu kuat-kuat.” (Apa yang Paul McCartney Bisikkan di Telinga Janitra?, halaman 141)

Ini perihal monster dalam diri tiap individu. Sadar atau tidak, kita memang memelihara makhluk itu. Ada yang berhasil menjinakkan, ada pula yang kesulitan, sampai ke level tidak punya kontrol terhadapnya. Perempuan, sering kali, sulit mengendalikan monsternya. Malah terkadang, ia belum paham jika di dalam dirinya bersemayam ‘makhluk lain’. Di beberapa kasus, segalanya telah amat terlambat untuk dibenahi.

Secara teknis, diksi dalam buku ini sederhana saja. Sasti tidak memakai lema-lema tak lazim. Akan tetapi, rangkaian kalimatnya mampu membuat pembaca bertahan menamatkan cerita. Pembaca mungkin akan mendapati beberapa judul yang terkesan memiliki inti cerita sama. Tidak mengapa. Sebab, Sasti cukup baik memberi variasi detail untuk tiap cerita. Apalagi, ditambah pengetahuan di bidang medis, pembaca jadi dimanjakan dengan cerita apik nan unik. Sampai pada akhirnya, kita pun dapat mendengar dengan jelas suara-suara yang tadinya tertahan. Sekian.

Judul buku : Mengapa Tuhan Menciptakan Kucing Hitam?

Penulis : Sasti Gotama
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1866 seconds (0.1#10.140)