DRRC UI Ingatkan UNDRR soal Beyond Natural Hazard di GPDRR 2022
loading...
A
A
A
Selain itu, kata Fatma, pihaknya bersama Kementerian Agama dan Pondok Modern Darussalam Gontor menyusun e-book 'Pesantren Tangguh Bencana Covid-19' untuk menjadi acuan bagi sekolah berasrama yang melakukan pendidikan tatap muka. "Begitu pula dengan Kementerian Pemuda dan Olahraga, DRRC UI menyusun buku Pemuda Tangguh Bencana Covid-19 sebagai pedoman penanganan Covid-19 di Indonesia; dan resillience is local dengan siap siaga," jelasnya.
Sementara itu, pada Plenary 2- Mid Term Review Sendai Framework Beyond Natural Hazards, Fatma menekankan perlunya pendekatan multi hazards lantaran Indonesia merupakan negara yang rawan terhadap bencana alam, meski di sisi lain berbagai industri di Indonesia semakin berkembang. "Indonesia memiliki klaster industri pada hampir semua pulau seperti kawasan industri Cilegon di Pulau Jawa, kawasan industri di Sumatera, kawasan industri di pulau Kalimantan serta pelbagai industri di Sulawesi dan Papua," imbuhnya.
Dalam konteks ini, lanjut Fatma, mengelola risiko di semua dimensi termasuk bencana alam, lingkungan, biologis atau teknologi, dan kombinasi dari NaTech, yakni bencana teknologi yang dipicu oleh alam (Natural Hazards Triggering Technological Accidents - natech) menjadi semakin penting untuk memastikan keberlangsungan bisnis dari berbagai sektor industri yang berkembang tersebut. "DRRC UI sendiri memiliki beberapa penelitian terkait risiko Natech di beberapa lokasi seperti Cilegon di Pulau Jawa dan Kalimantan," ungkapnya.
Atas hal tersebut, Fatma menyampaikan bahwa pihaknya mengusulkan ke UNDRR untuk memperluas kerangka sendai serta memasukkan prinsip-prinsip bencana kesehatan masyarakat dan pengurangan risiko natech dengan mengusulkan lima poin. Pertama, melakukan penilaian multi hazards, penilaian risiko dan dampak sistemik, tidak hanya penilaian risiko bahaya alam tetapi juga risiko bencana industri, dan risiko natech (risiko teknologi yang dipicu oleh alam).
Kedua, mendorong implementasi kebijakan dan perencanaan penta helix yang terkoordinasi antara K/L, pemerintah daerah, masyarakat, akademisi, industri, dan media. Ketiga, mempromosikan dan menerapkan sistem manajemen keberlangsungan bisnis (Business Continuity Management Systems) untuk memastikan bahwa semua aktivitas bisnis telah mempertimbangkan pelbagai potensi disrupsi, serta mengembangkan rencana keberlangsungan usaha (Business Continuity Plan).
Keempat, meningkatkan kapasitas respons untuk semua pemangku kepentingan serta mendorong kemitraan multi pemangku kepentingan - pendekatan pentahelix kepada semua pemangku kepentingan terkait termasuk akademisi, industri, komunitas, pemerintah daerah, dan media. Kelima, memberdayakan semua pihak untuk berkontribusi dalam Pengurangan Risiko Bencana (PRB) dan membangun resiliensi.
"Dalam menerapkan pendekatan multi hazards, diperlukan hand in hand strong collaboration atau kolaborasi bahu-membahu yang kuat, yang kita sebut sebagai gotong royong atau Kebersamaan bahwa Disaster Risk Reduction is Everyone’s business bisa menjadi kenyataan," pungkasnya.
Pada kesempatan tersebut, Presiden Joko Widido (Jokowi) dalam pidato pembukaannya juga menyampaikan empat konsep resiliensi berkelanjutan dalam menghadapi risiko bencana. Pertama, memperkuat budaya dan kelembagaan siaga bencana yang antisipatif, responsif, dan adaptif menghadapi bencana.
Kedua, melakukan investasi dalam sains, teknologi, dan inovasi termasuk dalam menjamin akses pendanaan dan transfer teknologi. Ketiga, lanjut Jokowi, membangun infrastruktur yang tangguh bencana dan tangguh terhadap perubahan iklim. Keempat, membangun komitmen bersama untuk mengimplementasikan kesepakatan global di tingkat nasional sampai tingkat lokal.
Sementara itu, pada Plenary 2- Mid Term Review Sendai Framework Beyond Natural Hazards, Fatma menekankan perlunya pendekatan multi hazards lantaran Indonesia merupakan negara yang rawan terhadap bencana alam, meski di sisi lain berbagai industri di Indonesia semakin berkembang. "Indonesia memiliki klaster industri pada hampir semua pulau seperti kawasan industri Cilegon di Pulau Jawa, kawasan industri di Sumatera, kawasan industri di pulau Kalimantan serta pelbagai industri di Sulawesi dan Papua," imbuhnya.
Dalam konteks ini, lanjut Fatma, mengelola risiko di semua dimensi termasuk bencana alam, lingkungan, biologis atau teknologi, dan kombinasi dari NaTech, yakni bencana teknologi yang dipicu oleh alam (Natural Hazards Triggering Technological Accidents - natech) menjadi semakin penting untuk memastikan keberlangsungan bisnis dari berbagai sektor industri yang berkembang tersebut. "DRRC UI sendiri memiliki beberapa penelitian terkait risiko Natech di beberapa lokasi seperti Cilegon di Pulau Jawa dan Kalimantan," ungkapnya.
Atas hal tersebut, Fatma menyampaikan bahwa pihaknya mengusulkan ke UNDRR untuk memperluas kerangka sendai serta memasukkan prinsip-prinsip bencana kesehatan masyarakat dan pengurangan risiko natech dengan mengusulkan lima poin. Pertama, melakukan penilaian multi hazards, penilaian risiko dan dampak sistemik, tidak hanya penilaian risiko bahaya alam tetapi juga risiko bencana industri, dan risiko natech (risiko teknologi yang dipicu oleh alam).
Kedua, mendorong implementasi kebijakan dan perencanaan penta helix yang terkoordinasi antara K/L, pemerintah daerah, masyarakat, akademisi, industri, dan media. Ketiga, mempromosikan dan menerapkan sistem manajemen keberlangsungan bisnis (Business Continuity Management Systems) untuk memastikan bahwa semua aktivitas bisnis telah mempertimbangkan pelbagai potensi disrupsi, serta mengembangkan rencana keberlangsungan usaha (Business Continuity Plan).
Keempat, meningkatkan kapasitas respons untuk semua pemangku kepentingan serta mendorong kemitraan multi pemangku kepentingan - pendekatan pentahelix kepada semua pemangku kepentingan terkait termasuk akademisi, industri, komunitas, pemerintah daerah, dan media. Kelima, memberdayakan semua pihak untuk berkontribusi dalam Pengurangan Risiko Bencana (PRB) dan membangun resiliensi.
"Dalam menerapkan pendekatan multi hazards, diperlukan hand in hand strong collaboration atau kolaborasi bahu-membahu yang kuat, yang kita sebut sebagai gotong royong atau Kebersamaan bahwa Disaster Risk Reduction is Everyone’s business bisa menjadi kenyataan," pungkasnya.
Pada kesempatan tersebut, Presiden Joko Widido (Jokowi) dalam pidato pembukaannya juga menyampaikan empat konsep resiliensi berkelanjutan dalam menghadapi risiko bencana. Pertama, memperkuat budaya dan kelembagaan siaga bencana yang antisipatif, responsif, dan adaptif menghadapi bencana.
Kedua, melakukan investasi dalam sains, teknologi, dan inovasi termasuk dalam menjamin akses pendanaan dan transfer teknologi. Ketiga, lanjut Jokowi, membangun infrastruktur yang tangguh bencana dan tangguh terhadap perubahan iklim. Keempat, membangun komitmen bersama untuk mengimplementasikan kesepakatan global di tingkat nasional sampai tingkat lokal.
(rca)