Libatkan Berbagai Elemen, Menristek Bentuk Konsorsium Riset Terkait Corona
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pandemi virus Corona (Covid-19) memberikan peluang bagi pembuatan kebijakan berbasis bukti untuk lebih menonjol. Pemerintah Indonesia, universitas dan lembaga thinktank memprioritaskan penelitian di beberapa bidang penelitian seperti kesehatan masyarakat, kedokteran, penggunaan big data dan ekonomi.
(Baca juga: Update Corona 22 Juni 2020: 46.845 Positif, 18.735 Sembuh, dan 2.500 Meninggal)
Untuk menghasilkan hasil riset yang akurat dan cepat tersebut, perlu didukung oleh ekosistem pengetahuan dan inovasi yang komprehensif. Tantangan utama seperti pendanaan, ketersediaan dan akses data, serta hubungan periset dengan pembuat kebijakan yang masih perlu dibenahi.
Pemerintah melalui Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset Inovasi Nasional (Kemenristek/BRIN) telah membentuk konsorsium untuk menangani Covid-19. Hal ini dikatakan Menristek/Kepala BRIN, Bambang Brodjonegoro dalam Diskusi Kebijakan: Penanggulangan Covid-19 Berbasis Pengetahuan dan Inovasi, Senin (22/6/2020) yang diselenggarakan oleh Knowledge Sector Initiative (KSI) dan Katadata.
"Kami telah mencoba menerapkan triple helix di dalam Konsorsium Riset dan Inovasi tentang Covid-19 untuk menghubungkan dunia penelitian dengan dunia industri dan pemerintah. Berbagai elemen dilibatkan mulai dari kesehatan, ikatan farmasi maupun Kementerian BUMN dan Kementerian Perindustrian," kata Bambang Brodjonegoro.
"Pandemi ini juga menunjukkan ekosistem riset yang selama ini kita bayangkan, justru berkembang dengan baik. Sebelumnya kita belum mempunyai produksi ventilator sendiri, pandemi ini membuat inovasi bekerja dan menghubungkannya dengan dunia industri," tambahnya.
Beliau melanjutkan bahwa Kemenristek/BRIN akan tetap mengedepankan pengetahuan dan inovasi dalam upaya menanggulangi pandemi Covid-19. (Baca juga: Rapid Test Berbayar, Ombudsman Curiga Ada Upaya Cari Keuntungan Pribadi)
"Data yang digunakan saat ini adalah peta sains yang merupakan pendekatan riset ilmu pengetahuan untuk mengatasi endemi dan pandemi. Hal ini adalah sebuah pendekatan riset selain dari kesehatan itu sendiri," ucapnya.
Kemudian Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Tjahjo Kumolo mengungkapkan, di internal ASN selama pandemi ini, tetap berusaha produktif dan inovatif untuk pempercepat proses layanan untuk melayani masyarakat.
"KemenPANRB saat ini juga ingin memasukkan indikator inovasi dalam penyusunan kebijakan kita untuk terbangunnya sinergitas bersama untuk menyatukan langkah dalam kerangka ekosistem pengetahuan dan inovasi menuju pencapaian kesejahteraan rakyat. Dan juga, data itu sangat penting. Kami juga sangat mendorong pertukaran data yang terbuka antar instansi, data yang saintifik," kata Tjahjo.
Profesor Riset Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Dewi Fortuna Anwar mengungkapan, menciptakan hal tersebut, perlu peran aktif dari aktor-aktor utama yang memungkinkan terbentuknya ekosistem pengetahuan dan inovasi.
"Mereka adalah para knowledge producers (penghasil pengetahuan, universitas, lembaga penelitian atau thinktank), knowledge users (pengguna pengetahuan, kementerian), knowledge enablers (pembuat kebijakan dan badan pendanaan), dan knowledge intermediaries (media dan organisasi masyarakat sipil)," kata Dewi Fortuna.
Dewi Fortuna menegaskan, dalam ekosistem inovasi, hasil dari riset vaksin yang disebutkan oleh Menristek tersebut akan menghasilkan hilirisasi. Fokusnya bagaimana seluruh elemen ini bersinergi agar hasil penelitian bisa menjadi inovasi: dipasarkan, digunakan, dan dengan demikian mendongkrak kemajuan dan daya saing bangsa. Kemajuan bangsa, dalam konteks ekonomi global, dinilai lewat daya saing dan kemampuan inovasi.
"Dalam implementasinya, ekosistem pengetahuan maupun inovasi membutuhkan kapasitas negara untuk menggerakkan semua elemennya. Kapasitas negara ini tercermin dari kapasitas kelembagaan dan kapasitas sumber daya manusia ASN-nya yang mempunyai kinerja secara efisien dan efektif," ucap Dewi Fortuna Anwar.
Peneliti Senior Center for Innovation Policy and Governance (CIPG) Yanuar Nugroho memberikan tanggapannya pada acara ini, saat ini yang dibutuhkan oleh ekosistem riset dan inovasi adalah state capacity, bagaimana negara mengatur, hadir dan mengorkestrasi agar ekosistem ini berjalan dengan baik.
"Karena masih ada beberapa tantangan untuk dihadapi bukan hanya tantangan teknologi namun yang lebih besar adalah tantangan sumber daya manusia," tuturnya.
Kuasa Usaha Australia untuk Indonesia Allaster Cox yang turut hadir dan memberikan sambutan pembuka pada Diskusi Kebijakan ini mengatakan, Australia berkomitmen bekerja sama dengan Indonesia dalam mengatasi Covid-19. Melalui program kerja sama pembangunan, kami bermitra dengan thinktank lokal dan mendanai penelitian baru yang dapat digunakan menjadi dasar penanganan yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia.
"Secara paralel, kami bekerja dengan Indonesia untuk memperkuat ekosistem pengetahuan dan inovasi agar dapat berkontribusi pada pemulihan ekonomi jangka panjang," ujarnya.
(Baca juga: Update Corona 22 Juni 2020: 46.845 Positif, 18.735 Sembuh, dan 2.500 Meninggal)
Untuk menghasilkan hasil riset yang akurat dan cepat tersebut, perlu didukung oleh ekosistem pengetahuan dan inovasi yang komprehensif. Tantangan utama seperti pendanaan, ketersediaan dan akses data, serta hubungan periset dengan pembuat kebijakan yang masih perlu dibenahi.
Pemerintah melalui Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset Inovasi Nasional (Kemenristek/BRIN) telah membentuk konsorsium untuk menangani Covid-19. Hal ini dikatakan Menristek/Kepala BRIN, Bambang Brodjonegoro dalam Diskusi Kebijakan: Penanggulangan Covid-19 Berbasis Pengetahuan dan Inovasi, Senin (22/6/2020) yang diselenggarakan oleh Knowledge Sector Initiative (KSI) dan Katadata.
"Kami telah mencoba menerapkan triple helix di dalam Konsorsium Riset dan Inovasi tentang Covid-19 untuk menghubungkan dunia penelitian dengan dunia industri dan pemerintah. Berbagai elemen dilibatkan mulai dari kesehatan, ikatan farmasi maupun Kementerian BUMN dan Kementerian Perindustrian," kata Bambang Brodjonegoro.
"Pandemi ini juga menunjukkan ekosistem riset yang selama ini kita bayangkan, justru berkembang dengan baik. Sebelumnya kita belum mempunyai produksi ventilator sendiri, pandemi ini membuat inovasi bekerja dan menghubungkannya dengan dunia industri," tambahnya.
Beliau melanjutkan bahwa Kemenristek/BRIN akan tetap mengedepankan pengetahuan dan inovasi dalam upaya menanggulangi pandemi Covid-19. (Baca juga: Rapid Test Berbayar, Ombudsman Curiga Ada Upaya Cari Keuntungan Pribadi)
"Data yang digunakan saat ini adalah peta sains yang merupakan pendekatan riset ilmu pengetahuan untuk mengatasi endemi dan pandemi. Hal ini adalah sebuah pendekatan riset selain dari kesehatan itu sendiri," ucapnya.
Kemudian Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Tjahjo Kumolo mengungkapkan, di internal ASN selama pandemi ini, tetap berusaha produktif dan inovatif untuk pempercepat proses layanan untuk melayani masyarakat.
"KemenPANRB saat ini juga ingin memasukkan indikator inovasi dalam penyusunan kebijakan kita untuk terbangunnya sinergitas bersama untuk menyatukan langkah dalam kerangka ekosistem pengetahuan dan inovasi menuju pencapaian kesejahteraan rakyat. Dan juga, data itu sangat penting. Kami juga sangat mendorong pertukaran data yang terbuka antar instansi, data yang saintifik," kata Tjahjo.
Profesor Riset Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Dewi Fortuna Anwar mengungkapan, menciptakan hal tersebut, perlu peran aktif dari aktor-aktor utama yang memungkinkan terbentuknya ekosistem pengetahuan dan inovasi.
"Mereka adalah para knowledge producers (penghasil pengetahuan, universitas, lembaga penelitian atau thinktank), knowledge users (pengguna pengetahuan, kementerian), knowledge enablers (pembuat kebijakan dan badan pendanaan), dan knowledge intermediaries (media dan organisasi masyarakat sipil)," kata Dewi Fortuna.
Dewi Fortuna menegaskan, dalam ekosistem inovasi, hasil dari riset vaksin yang disebutkan oleh Menristek tersebut akan menghasilkan hilirisasi. Fokusnya bagaimana seluruh elemen ini bersinergi agar hasil penelitian bisa menjadi inovasi: dipasarkan, digunakan, dan dengan demikian mendongkrak kemajuan dan daya saing bangsa. Kemajuan bangsa, dalam konteks ekonomi global, dinilai lewat daya saing dan kemampuan inovasi.
"Dalam implementasinya, ekosistem pengetahuan maupun inovasi membutuhkan kapasitas negara untuk menggerakkan semua elemennya. Kapasitas negara ini tercermin dari kapasitas kelembagaan dan kapasitas sumber daya manusia ASN-nya yang mempunyai kinerja secara efisien dan efektif," ucap Dewi Fortuna Anwar.
Peneliti Senior Center for Innovation Policy and Governance (CIPG) Yanuar Nugroho memberikan tanggapannya pada acara ini, saat ini yang dibutuhkan oleh ekosistem riset dan inovasi adalah state capacity, bagaimana negara mengatur, hadir dan mengorkestrasi agar ekosistem ini berjalan dengan baik.
"Karena masih ada beberapa tantangan untuk dihadapi bukan hanya tantangan teknologi namun yang lebih besar adalah tantangan sumber daya manusia," tuturnya.
Kuasa Usaha Australia untuk Indonesia Allaster Cox yang turut hadir dan memberikan sambutan pembuka pada Diskusi Kebijakan ini mengatakan, Australia berkomitmen bekerja sama dengan Indonesia dalam mengatasi Covid-19. Melalui program kerja sama pembangunan, kami bermitra dengan thinktank lokal dan mendanai penelitian baru yang dapat digunakan menjadi dasar penanganan yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia.
"Secara paralel, kami bekerja dengan Indonesia untuk memperkuat ekosistem pengetahuan dan inovasi agar dapat berkontribusi pada pemulihan ekonomi jangka panjang," ujarnya.
(maf)