Kartu Prakerja Harus Cepat Dievaluasi demi Nasib Pekerja Ter-PHK
loading...
A
A
A
Hasil kajian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Kartu Prakerja mendapatkan apresiasi banyak pihak. Sebab temuan itu mengungkap apa yang selama ini hanya menjadi dugaan masyarakat, bahwa banyak persoalan dalam pelaksanaan program tersebut.
“Kehadiran KPK sangat tepat. Seharusnya KPK tidak sekadar melakukan kajian dan merekomendasikan tujuh hal tersebut, tetapi lebih lanjut menyelidiki dugaan adanya kerugian negara dan konflik kepentingan platform digital dalam pelaksanaan Kartu PraKerja ini,” ungkap Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar kepada SINDOnews, Minggu (21/6/2020).
(Baca: Temuan KPK soal Kartu Prakerja Dinilai Layak Ditindaklanjuti)
Menurut Timboel, pemerintah sudah selayaknya memperbaiki program yang digulirkan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian tersebut. Evaluasi harus segera dilakukan karena program tersebut berkaitan dengan pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK).
“Sehingga pelaksanaan kartu PraKerja gelombang keempat dan seterusnya ini bisa dilanjutkan. Pekerja yang ter-PHK semakin banyak dan mereka butuh bantuan dari pemerintah,” imbuhnya.
Terkait pendaftaran, pemerintah juga bisa menghubungi perusahaan-perusahaan yang memang melakukan PHK. Melalui data itu, maka peserta Kartu PraKerja nantinya lebih tepat sasaran dan membuka akses kepada pekerja ter-PHK yang memang tidak memiliki akses mendaftar secara online.
(Baca: KPK Rekomendasikan Kartu Prakerja Dialihkan ke Kemnaker dan Libatkan BNSP)
“Pemerintah bisa lebih menyeleksi pekerja yang ter-PHK. Bila pekerja tersebut mendapatkan kompensasi PHK cukup besar misalnya Rp 50 juta ke atas, maka pekerja tersebut tidak menjadi prioritas mendapatkan Kartu PraKerja,” ujar dia.
Timboel juga meminta agar pelatihan yang disediakan delapan perusahaan platform digital sebaiknya ditunda dulu hingga pelatihan offline atau tatap muka bisa dilaksanakan. Melalui metode itu, peserta memiliki kesempatan untuk memilih pelatihan yang langsung bisa dikerjakan di tempat pelatihan seperti mengelas, memperbaiki handphone, dan sebagainya.
“Kehadiran KPK sangat tepat. Seharusnya KPK tidak sekadar melakukan kajian dan merekomendasikan tujuh hal tersebut, tetapi lebih lanjut menyelidiki dugaan adanya kerugian negara dan konflik kepentingan platform digital dalam pelaksanaan Kartu PraKerja ini,” ungkap Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar kepada SINDOnews, Minggu (21/6/2020).
(Baca: Temuan KPK soal Kartu Prakerja Dinilai Layak Ditindaklanjuti)
Menurut Timboel, pemerintah sudah selayaknya memperbaiki program yang digulirkan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian tersebut. Evaluasi harus segera dilakukan karena program tersebut berkaitan dengan pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK).
“Sehingga pelaksanaan kartu PraKerja gelombang keempat dan seterusnya ini bisa dilanjutkan. Pekerja yang ter-PHK semakin banyak dan mereka butuh bantuan dari pemerintah,” imbuhnya.
Terkait pendaftaran, pemerintah juga bisa menghubungi perusahaan-perusahaan yang memang melakukan PHK. Melalui data itu, maka peserta Kartu PraKerja nantinya lebih tepat sasaran dan membuka akses kepada pekerja ter-PHK yang memang tidak memiliki akses mendaftar secara online.
(Baca: KPK Rekomendasikan Kartu Prakerja Dialihkan ke Kemnaker dan Libatkan BNSP)
“Pemerintah bisa lebih menyeleksi pekerja yang ter-PHK. Bila pekerja tersebut mendapatkan kompensasi PHK cukup besar misalnya Rp 50 juta ke atas, maka pekerja tersebut tidak menjadi prioritas mendapatkan Kartu PraKerja,” ujar dia.
Timboel juga meminta agar pelatihan yang disediakan delapan perusahaan platform digital sebaiknya ditunda dulu hingga pelatihan offline atau tatap muka bisa dilaksanakan. Melalui metode itu, peserta memiliki kesempatan untuk memilih pelatihan yang langsung bisa dikerjakan di tempat pelatihan seperti mengelas, memperbaiki handphone, dan sebagainya.
(muh)