Menikah di Era New Normal
loading...
A
A
A
Masalah teknis pelaksanannya boleh disesuaikan dengan situasi dan juga dengan budaya masing-masing masyarakat. Hal ini saya yakin pastinya akan sangat ragam seiring dengan keragaman manusia yang mengimani ajaran Islam ini.
Cara Baru Dalam Menikah
Salah satu hal yang mungkin saya anggap sebagai keberanian saya (courageously) di Amerika adalah menikahkan pasangan dengan mengikut kepada tatacara atau budaya pernikahan di Amerika. Tentu dengan tetap memenuhi semua persyaratan-persyaratan agama Islam yang diharuskan.
Secara tradisi, ketika pasangan menikah di Amerika mereka akan berhadapan, lalu kedua mempelai masing-masing menyampaikan ijab-kabulnya dipimpin oleh pemimpin agama (pastor). Bentuknya kira-kita seperti berikut:
Wanita: saya menikahkan diri saya kepada kamu (mampelai pria) berdasarkan Al Quran dan Sunnah Rasulullah SAW, dan dengan mahar berupa seperangkat alat sholat (sebagai misal).
Pria: Saya menerima nikah kamu berdasarkan Al Quran dan Sunnah Rasulullah SAW, dan dengan mahar seperangkat alat salat.
Dalam memimpin pernikahan atau dalam bahasa Inggrisnya “officiation” saya melakukan hal yang sama. Sang mempelai menyampaikan keinginannya untuk dinikahi (ijab). Dan sang mempelai pria menerima (qabul) nikahnya sesuai ajaran Islam (Quran & Sunnah).
Tentu dengan catatan tegas bahwa untuk memenuhi syarat kawin di atas, sang mampelai wanita telah mendapat izin dari walinya untuk menikahkan diri sendiri kepada calon suaminya.
Secara budaya atau tradisi di negara-negara muslim mungkin cara ini berbeda. Sebab pada lazimnya pernikahan di negara-negara muslim, wanita akan dinikahkan oleh walinya, bahkan wakil walinya (penghulu). Wanita hanya akan menjadi penonton. Bahkan tidak jarang sang mempelai wanita tidak ikut menyaksikan acara penting hidupnya itu karena mereka ditempatkan di kamar terpisah.
Hal ini berani saya lakukan berbeda minimal karena dua alasan:
Cara Baru Dalam Menikah
Salah satu hal yang mungkin saya anggap sebagai keberanian saya (courageously) di Amerika adalah menikahkan pasangan dengan mengikut kepada tatacara atau budaya pernikahan di Amerika. Tentu dengan tetap memenuhi semua persyaratan-persyaratan agama Islam yang diharuskan.
Secara tradisi, ketika pasangan menikah di Amerika mereka akan berhadapan, lalu kedua mempelai masing-masing menyampaikan ijab-kabulnya dipimpin oleh pemimpin agama (pastor). Bentuknya kira-kita seperti berikut:
Wanita: saya menikahkan diri saya kepada kamu (mampelai pria) berdasarkan Al Quran dan Sunnah Rasulullah SAW, dan dengan mahar berupa seperangkat alat sholat (sebagai misal).
Pria: Saya menerima nikah kamu berdasarkan Al Quran dan Sunnah Rasulullah SAW, dan dengan mahar seperangkat alat salat.
Dalam memimpin pernikahan atau dalam bahasa Inggrisnya “officiation” saya melakukan hal yang sama. Sang mempelai menyampaikan keinginannya untuk dinikahi (ijab). Dan sang mempelai pria menerima (qabul) nikahnya sesuai ajaran Islam (Quran & Sunnah).
Tentu dengan catatan tegas bahwa untuk memenuhi syarat kawin di atas, sang mampelai wanita telah mendapat izin dari walinya untuk menikahkan diri sendiri kepada calon suaminya.
Secara budaya atau tradisi di negara-negara muslim mungkin cara ini berbeda. Sebab pada lazimnya pernikahan di negara-negara muslim, wanita akan dinikahkan oleh walinya, bahkan wakil walinya (penghulu). Wanita hanya akan menjadi penonton. Bahkan tidak jarang sang mempelai wanita tidak ikut menyaksikan acara penting hidupnya itu karena mereka ditempatkan di kamar terpisah.
Hal ini berani saya lakukan berbeda minimal karena dua alasan: