Catatan Evaluatif Kebijakan Hukum Jokowi-Ma’ruf

Sabtu, 14 Mei 2022 - 07:59 WIB
loading...
Catatan Evaluatif Kebijakan Hukum Jokowi-Ma’ruf
Catatan Evaluatif Kebijakan Hukum Jokowi-Ma’ruf
A A A
Annisa Kencana Ningrum
Mahasiswi prodi HTN Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta

Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin telah berjalan dua tahun lebih. Tidak sedikit kebijakan hukum muncul sepanjang kurun dua tahun tersebut. Buku bersampul merah dan hijau ini mengungkap analisa dan argumentasi hukum secara kritis terhadap ragam kebijakan pemerintah.

Buku yang terdiri dari 6 (enam) bab ini membahas sejumlah isu hukum yang terjadi di dua tahun pertama pemerintahan Jokowi-Ma’ruf. Mulai soal dinamika praktik sistem presidensial, politik dan parlemen, pandemi Covid-19, omnibus law UU Cipta Kerja, kebijakan hukum di bidang ekonomi, dan di akhir bab buku ini membahas Pancasila dan demokrasi.

Buku yang berasal dari artikel yang dimuat di media massa baik cetak dan online nasional ini tak ubahnya kumpulan potret analisa atas kebijakan hukum yang menjadi dasar penulisan setiap artikel. Hal ini lantaran setiap tulisan di buku ini pernah menjadi topik pembicaraan di publik. Seperti di Bab I mengenai “Dinamika Sistem Presidensial”, penulis menyoroti perdebatan di publik mengenai siapa yang bertanggungjawab dalam mengatasi banjir yang pernah melanda di Ibukota Jakarta pada awal 2020 lalu. Kala itu terjadi pembelahan di tengah publik; menyalahkan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan mendukung Presiden Jokowi.

Dalam tulisannya (hal. 13-18) penulis tampak tak larut dalam pembelahan dua kelompok tersebut. Dalam menangani banjir di Jakarta, penulis berpendapat, dalam konteks sistem presidensial, Presiden memiliki jangkauan untuk turut serta membereskan persoalan banjir yang terjadi di Ibu Kota Negara. Presiden melalui pembantunya di Kementerian Dalam Negeri, juga memiliki ruang untuk melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap pemerintah daerah.

Di bab II, tulisan mengenai partai politik dan dinamika parlemen di Indonesia. Secara khusus, penulis menyoroti demorkatisasi di internal partai politik melalui kongres, muktamar, musyawarah nasional (munas) atau sebutan lainnya, dinilai tidak dimanfaatkan dengan baik untuk merumuskan formula reformasi di partai politik. Padahal, dalam catatan penulis, persoalan di tubuh partai politik seperti masalah pendanaan partai politik, kaderisasi partai politik termasuk sirkulasi kepemimpinan di partai politik mendesak untuk dilakukan

Di bab III, terdapat enam judul tulisan mengenai pandemi Covid-19 yang telah melanda Indonesia sejak Maret 2020 lalu. Menariknya, penulis yang berlatarbelakang sebagai akademisi di kajian hukum tata negara, melihat pandemi Covid-19 dalam sudut pandang hukum tata negara. Seperti dalam melihat kebijakan social distancing maupun physical distancing di awal pandemi melanda Indonesia, penulis menilai situasi tersebut pada akhirnya mengondisikan lembaga-lembaga negara yang tersebar di tiga cabang kekuasaan telah melakukan praktik disrupsi dalam bertatanegara. (hal. 47)

Di samping itu, penulis juga mewanti-wanti mengenai persoalan hukum akibat kebijakan yang diambil oleh pemerintah dalam mitigasi pandemi Covid-19. Penulis menyebutkan dalam melawan pandemi Covid-19 harus juga dengan instrumen hukum yang tepat. Dia mengingatkan keadaan darurat bukan berarti dapat menyimpang dari norma dan prinsip hukum.

Di bab 4 khusus menyoroti polemik pembentukan UU Cipta Kerja Omnibus Law. Posisi penulis sejak awal terhadap UU Cipta Kerja memiliki pandangan yang berbeda dengan pembentuk undang-undang. Dalam catatan penulis, UU Cipta Kerja jauh panggang dari agenda reformasi legislasi yang selama ini digaungkan oleh pemerintahan Presiden Jokowi.

Di bagian lain, penulis berbeda dari kebanyakan pemikir hukum tata negara di Indonesia saat merespons pertama kali UU ini disahkan dengan mendorong penerbitan Peraturan Pemeirntah Pengganti Undang-undang (Perppu). Dalam tulisan yang berjudul “Mengembalikan UU Cipta Kerja dalam Ruang Publik”, penulis mendorong agar UU Cipta Kerja dilakukan perubahan melalui mekanisme legislative review, menurut penulis, mekanisme ini dalam rangka mengembalikan ruang percakapan antara negara dan warga negara mengenai UU Cipta Kerja.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2338 seconds (0.1#10.140)