Mengapa Pelaku LGBT Tak Dapat Dijerat Hukum, Ini Penjelasan Menko Polhukam
loading...
A
A
A
JAKARTA - Menko Polhukam Mahfud MD menjelaskan dalam regulasi hukum di Indonesia belum diatur adanya ancaman pidana bagi Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT). Hal itulah yang membuat mereka tak bisa ditindak secara hukum.
"Banyak yang bertanya, mengapa pelaku LGBT dan promotor-promotornya tidak ditindak secara hukum? Tentu jawabannya, karena LGBT tidak atau belum dilarang oleh hukum yang disertai ancaman hukuman. Ini terkait dengan asas legalitas," jelas Mahfud dalam akun Instagram, Rabu (11/5/2022).
Mahfud memaparkan, Indonesia merupakan negara yang menganut sistem demokrasi. Oleh karenanya, seluruh pihak bebas mengemukakan ekspresi di ruang publik dengan catatan tak melanggar hukum.
Mahfud mengakui, memang betul dalam negara demokrasi harus memiliki sanksi bagi yang melanggar agama, moral, etika. Kendati demikian, penjatuhan sanksi tersebut harus berlandaskan hukum yang ada sebelum terjadinya perbuatan. "Negara demokrasi harus dilaksanakan berdasar nomokrasi (pemerintahan hukum), di mana setiap melakukan penindakan hukum aparat harus berdasar UU yang telah ada," ucapnya.
Dirinya lantas memberi contoh yakni polemik Deddy Corbuzier yang mengundang pria gay dan pasangannya, Ragil Mahardika dan Fredik Vollert dalam podcast-nya. Dalam kasus tersebut, Undang-undang nomor berapa yang bisa disangkakan kepada mereka.
Mahfud berpendapat, dalam kasus itu, belum ada pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Deddy dan pasangan gay tersebut. "Harus dijerat dengan UU nomor berapa Deddy dan pelaku LGBT? Belum ada hukum yang mengaturnya," ungkapnya.
"Nilai-nilai Pancasila itu belum semua menjadi norma hukum. Nah, masalah LGBT dan penyiarannya itu tidak atau belum dilarang oleh hukum. Itu baru diatur dalam norma nonhukum. Karena kita negara yang berketuhanan yang Maha Esa. Jadi kasus Deddy Corbuzier dan LBGT itu sejauh ini belum ada kasus pelanggaran hukumnya," imbuhnya.
"Banyak yang bertanya, mengapa pelaku LGBT dan promotor-promotornya tidak ditindak secara hukum? Tentu jawabannya, karena LGBT tidak atau belum dilarang oleh hukum yang disertai ancaman hukuman. Ini terkait dengan asas legalitas," jelas Mahfud dalam akun Instagram, Rabu (11/5/2022).
Mahfud memaparkan, Indonesia merupakan negara yang menganut sistem demokrasi. Oleh karenanya, seluruh pihak bebas mengemukakan ekspresi di ruang publik dengan catatan tak melanggar hukum.
Mahfud mengakui, memang betul dalam negara demokrasi harus memiliki sanksi bagi yang melanggar agama, moral, etika. Kendati demikian, penjatuhan sanksi tersebut harus berlandaskan hukum yang ada sebelum terjadinya perbuatan. "Negara demokrasi harus dilaksanakan berdasar nomokrasi (pemerintahan hukum), di mana setiap melakukan penindakan hukum aparat harus berdasar UU yang telah ada," ucapnya.
Baca Juga
Dirinya lantas memberi contoh yakni polemik Deddy Corbuzier yang mengundang pria gay dan pasangannya, Ragil Mahardika dan Fredik Vollert dalam podcast-nya. Dalam kasus tersebut, Undang-undang nomor berapa yang bisa disangkakan kepada mereka.
Mahfud berpendapat, dalam kasus itu, belum ada pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Deddy dan pasangan gay tersebut. "Harus dijerat dengan UU nomor berapa Deddy dan pelaku LGBT? Belum ada hukum yang mengaturnya," ungkapnya.
"Nilai-nilai Pancasila itu belum semua menjadi norma hukum. Nah, masalah LGBT dan penyiarannya itu tidak atau belum dilarang oleh hukum. Itu baru diatur dalam norma nonhukum. Karena kita negara yang berketuhanan yang Maha Esa. Jadi kasus Deddy Corbuzier dan LBGT itu sejauh ini belum ada kasus pelanggaran hukumnya," imbuhnya.
(cip)