Mantan Anggota NII Ini Dorong Pembentukan Regulasi Larangan Ideologi Anti-Pancasila
loading...
A
A
A
JAKARTA - Gerakan Negara Islam Indonesia (NII) yang antiterhadap Pancasila dan antiterhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tengah menjadi sorotan. Bahkan dari serangkaian penangkapan yang dilakukan aparat kepolisian, NII diketahui akan menggulingkan pemerintah yang sah di bawah Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebelum Pemilu 2024.
Pendiri Negara Islam Indonesia (NII) Crisis Center, Ken Setiawan mengatakan, fenomena NII yang menimbulkan kegaduhan publik sebagai bagian dari lemahnya regulasi yang melarang ideologi anti Pancasila dan NKRI. "Butuh ketegasan dari pemerintah supaya virus ini tidak menjalar sehingga harus dipotong dan dipangkas. Siapa yang mengatakan bahwa akan mengganti Pancasila dengan ideologi lain itu harus bisa dipidanakan. Harus ada undang-undang yang jelas supaya bisa menjaga masyarakat bangsa ini agar lebih baik," katanya di Jakarta, Jumat (22/4/2022).
Menurut Ken, tanpa regulasi tegas, gerakan NII dikhawatirkan menjadi ancaman besar bagi negara ke depannya. Pasalnya, kelompok ini terus bergerak dan ber-taqiyyah menyusun rencana untuk menimbulkan kekacauan di tengah masyarakat sebagai strategi menjaring simpati dan dukungan. "Kami mendorong pemerintah untuk membuat regulasi yang betul-betul melindungi Pancasila dari serangan ideologi apa pun. Kalau tidak, bisa bahaya buat negara kita ini sendiri. Pemerintah harus tegas untuk membuat undang-undang tersebut," katanya.
Ken memaparkan bagaimana gerakan NII yang selama ini dianggap oleh berbagai pihak telah tiada. Namun kenyataanya hari ini NII masih muncul dan eksis serta tumbuh subur di tengah kehidupan masyarakat, bahkan dengan membawa agenda kudeta pemerintah sebelum 2024.
Kelengahan masyarakat tersebut dan diuntungkan dengan keahlian menyembunyikan jati diri, serta mampu membaur di masyarakat, menjadikan ideologi NII mudah untuk disebar ke mana-mana. "NII ini kan dia pintar, dia cenderung untuk menyembunyikan jati diri, pintar membaur dengan masyarakat lewat gerakan-gerakan sosial juga. Kelihatannya bagus membantu masyarakat, tetapi ini adalah virus yang butuh vaksin," ucap Ken.
Bahkan, berdasarkan pantauannya. Ken menyebut, NII yang awalnya sebagai gerakan lokal, kini sudah mulai menunjukkan afiliasinya dengan gerakan transnasional yang sama-sama ingin menggoyahkan tanah air dan mengganti ideologi Pancasila dengan sistem agama yang mereka yakini.
"Ancaman faktual hari ini menurut saya antara lokal dengan transnasional bergabung menjadi satu. Karena NII yang tadinya gerakan di bawah tanah muncul dengan nama baru, mendekati konsep-konsep hijrah bahkan Khilafah. Kolaborasi antara NII dan Ikhwanul Muslimin contohnya, ini menjadi ancaman," katanya.
Baca juga: Kelompok NII Ingin Gulingkan Pemerintahan Jokowi seperti Reformasi 1998
Tidak hanya percepatan pembuatan regulasi, Ken juga berharap adanya penguatan daya tangkal masyarakat dari ideologi maupun propaganda kelompok radikal, baik oleh pemerintah maupun tokoh agama, tokoh masyarakat serta stakeholder lainnya. "Perlu lebih kencang lagi untuk menjelaskan bagaimana konsep harmoni dan kebhinekaan seperti yang didengungkan BNPT (Badan Nasional Penaggulangan Terorisme), lalu perlu sekali sosialisasi sampai ke bawah agar masyarakat mendapatkan informasi-informasi tentang propaganda kelompok radikalisme yang mengatasnamakan agama," katanya.
Sebagai mantan anggota NII, Ken berpesan agar masyarakat untuk peka dan mewaspadai gerakan radikalisme dan senantiasa membiasakan diri untuk tidak menerima berita hoaks yang beredar di dunia maya. Tidak hanya terhadap masyarakat yang belum terpapar, Ken juga menyampaikan pesannya untuk masyarakat yang memiliki kerabat maupun saudara yang terindikasi terpapar gerakan NII maupun kelompok radikal lainnya untuk bisa mengevaluasi dan berpikir kritis bahwa agama harus menjadi rahmat bagi pemeluknya.
"Untuk masyarakat yang sudah terpapar atau terbai'at dengan ideologi radikalisme, Mari kita berdialog. Mari kita evaluasi dan kritis. Jangan sampai kita taqlid atau buta terhadap fenomena pimpinan kita yang harus kita taati sepenuhnya. Karena sejatinya Islam itu rahmatan lil alamin," katanya.
Pendiri Negara Islam Indonesia (NII) Crisis Center, Ken Setiawan mengatakan, fenomena NII yang menimbulkan kegaduhan publik sebagai bagian dari lemahnya regulasi yang melarang ideologi anti Pancasila dan NKRI. "Butuh ketegasan dari pemerintah supaya virus ini tidak menjalar sehingga harus dipotong dan dipangkas. Siapa yang mengatakan bahwa akan mengganti Pancasila dengan ideologi lain itu harus bisa dipidanakan. Harus ada undang-undang yang jelas supaya bisa menjaga masyarakat bangsa ini agar lebih baik," katanya di Jakarta, Jumat (22/4/2022).
Menurut Ken, tanpa regulasi tegas, gerakan NII dikhawatirkan menjadi ancaman besar bagi negara ke depannya. Pasalnya, kelompok ini terus bergerak dan ber-taqiyyah menyusun rencana untuk menimbulkan kekacauan di tengah masyarakat sebagai strategi menjaring simpati dan dukungan. "Kami mendorong pemerintah untuk membuat regulasi yang betul-betul melindungi Pancasila dari serangan ideologi apa pun. Kalau tidak, bisa bahaya buat negara kita ini sendiri. Pemerintah harus tegas untuk membuat undang-undang tersebut," katanya.
Ken memaparkan bagaimana gerakan NII yang selama ini dianggap oleh berbagai pihak telah tiada. Namun kenyataanya hari ini NII masih muncul dan eksis serta tumbuh subur di tengah kehidupan masyarakat, bahkan dengan membawa agenda kudeta pemerintah sebelum 2024.
Kelengahan masyarakat tersebut dan diuntungkan dengan keahlian menyembunyikan jati diri, serta mampu membaur di masyarakat, menjadikan ideologi NII mudah untuk disebar ke mana-mana. "NII ini kan dia pintar, dia cenderung untuk menyembunyikan jati diri, pintar membaur dengan masyarakat lewat gerakan-gerakan sosial juga. Kelihatannya bagus membantu masyarakat, tetapi ini adalah virus yang butuh vaksin," ucap Ken.
Bahkan, berdasarkan pantauannya. Ken menyebut, NII yang awalnya sebagai gerakan lokal, kini sudah mulai menunjukkan afiliasinya dengan gerakan transnasional yang sama-sama ingin menggoyahkan tanah air dan mengganti ideologi Pancasila dengan sistem agama yang mereka yakini.
"Ancaman faktual hari ini menurut saya antara lokal dengan transnasional bergabung menjadi satu. Karena NII yang tadinya gerakan di bawah tanah muncul dengan nama baru, mendekati konsep-konsep hijrah bahkan Khilafah. Kolaborasi antara NII dan Ikhwanul Muslimin contohnya, ini menjadi ancaman," katanya.
Baca juga: Kelompok NII Ingin Gulingkan Pemerintahan Jokowi seperti Reformasi 1998
Tidak hanya percepatan pembuatan regulasi, Ken juga berharap adanya penguatan daya tangkal masyarakat dari ideologi maupun propaganda kelompok radikal, baik oleh pemerintah maupun tokoh agama, tokoh masyarakat serta stakeholder lainnya. "Perlu lebih kencang lagi untuk menjelaskan bagaimana konsep harmoni dan kebhinekaan seperti yang didengungkan BNPT (Badan Nasional Penaggulangan Terorisme), lalu perlu sekali sosialisasi sampai ke bawah agar masyarakat mendapatkan informasi-informasi tentang propaganda kelompok radikalisme yang mengatasnamakan agama," katanya.
Sebagai mantan anggota NII, Ken berpesan agar masyarakat untuk peka dan mewaspadai gerakan radikalisme dan senantiasa membiasakan diri untuk tidak menerima berita hoaks yang beredar di dunia maya. Tidak hanya terhadap masyarakat yang belum terpapar, Ken juga menyampaikan pesannya untuk masyarakat yang memiliki kerabat maupun saudara yang terindikasi terpapar gerakan NII maupun kelompok radikal lainnya untuk bisa mengevaluasi dan berpikir kritis bahwa agama harus menjadi rahmat bagi pemeluknya.
"Untuk masyarakat yang sudah terpapar atau terbai'at dengan ideologi radikalisme, Mari kita berdialog. Mari kita evaluasi dan kritis. Jangan sampai kita taqlid atau buta terhadap fenomena pimpinan kita yang harus kita taati sepenuhnya. Karena sejatinya Islam itu rahmatan lil alamin," katanya.
(abd)