Percepat Riset dan Pengembangan Inovasi, PKS Tagih Perpres BRIN

Jum'at, 19 Juni 2020 - 10:57 WIB
loading...
A A A
Mulyanto berpendapat bangsa ini sudah melalui masa "boom" komoditas, dimana medan kompetisi industri dan pembangunan telah bergeser dari keunggulan sumberdaya alam (comparative advantage) menuju pada keunggulan bersaing (competitive advantage). Dan nilai tambah serta daya saing produk tersebut sangat dipengaruhi oleh sentuhan teknologi dan inovasi.

Namun ironisnya, kata Mulyanto, indikator produktivitas Indonesia cenderung turun. Tingkat produktivitas pekerja Indonesia dalam periode 2010-2017 berada pada level rendah dengan hanya tumbuh 3,8 persen, lebih lambat jika dibandingkan dengan negara tetangga, seperti Thailand (5,3 persen), Vietnam (5,8 persen), Filipina (4,1 persen), dan Kamboja (4,3 persen).

Bahkan, indikator Total Factor Productivity (TFP) Indonesia pada periode yang sama tumbuh negatif -1,5 persen, berada di bawah capaian Thailand (0,6 persen), Malaysia (0,5 persen), Vietnam (1,8 persen), Filipina (1,4 persen), dan Kamboja (1,3 persen).

(Baca: DPR Minta APBN 2021 Didesain Percepat Pemulihan Ekonomi-Sosial)

Untuk dapat lepas dari jebakan negara berpendapatan menengah dan beralih menjadi negara maju, Mulyanto mendesak pemerintah memaksimalkan pertumbuhan produktivitas melalui peningkatan kualitas SDM dan inovasi teknologi.

"Efisiensi investasi kita juga masih tergolong rendah. Untuk menghasilkan output tertentu, membutuhkan investasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan di Negara tetangga. Apa penyebabnya? Ini karena lemahnya faktor inovasi teknologi dan kualitas sumber daya manusia kita," ungkapnya.

Menurut dia, inefisisensi investasi itu disebabkan karena semakin turunnya kesiapan teknologi dan kapasitas inovasi Indonesia dalam memanfaatkan investasi yang masuk. Dia mengatakan, pemanfaatan teknologi secara luas dalam proses produksi juga memerlukan pembenahan kualitas sumber daya manusia yang mampu mengikuti perkembangan teknologi, sehingga dapat menjadi tenaga kerja yang handal.

"Karenanya jangan heran kalau yang terjadi adalah de-industrialisasi dini yang berkelanjutan. Sektor industri kita terus merosot sebelum mencapai puncaknya. Pemerintah seharusnya serius membenahi soal ini. Jangan untuk mengurusi kelembagaan BRIN saja, sudah lebih dari 6 bulan belum juga beres. Ini kan aneh," pungkas doktor nuklir lulusan Jepang ini.
(muh)
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1619 seconds (0.1#10.140)