Teladan Kepemimpinan Transformatif Jenderal Listyo Sigit Prabowo
loading...
A
A
A
Perlahan Transformasi Polri Presisi Berjalan
Ketika narasi tagar #percumalaporpolisi menyeruak ke ruang publik, marwah dan citra institusi Polri acap dipersepsikan kerap paradoks. Akibatnya, kepercayaan publik terhadap institusi Polri sempat menurun. Persepsi negatif tentang Polri yang kerap ditunding sebagai institusi "buruk rupa" mendorong Polri melakukan transformasi dan perbaikan secara menyeluruh. Alhasil, perlahan tapi pasti transformasi dan perbaikan yang dilakukan Kapolri membuahkan hasil yang maksimal bahkan dapat mengembalikan citra dan marwah Polri lebih baik di mata publik.
Indikatornya terlihat dari meningkatnya kepuasan dan kepercayaan publik terhadap Polri berdasarkan survei Charta Politica. Tak hanya itu, institusi Polri juga semakin terbuka terhadap kritik dan masukan. Buktinya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menggelar lomba mural sebagai ekspresi kritik rakyat. Realitas ini sejalan dengan gaya (karakter) kepemimpinan Jenderal Listyo yang selalu mengedepankan sikap humanis, santun pengayom, dan pelindung rakyat. Itu semua adalah manivestasi dari visi-misi Polri Presisi.
Ikhwal, ketika Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo turun langsung menemui massa aksi demonstrans pada 11 April 2022, banyak pihak yang memuji dan memberikan apresiasi. Kehadiran Jenderal Listyo dipandang sebagai pembeda (antitesa) dari nahkoda Polri yang lain karena rasanya tak pernah ada Kapolri yang berani turun langsung menyambangi massa aksi aktivis mahasiswa. Padahal risiko paling ringan adalah rusuh dan anarkis yang sebetulnya berakibat fatal karena membahayakan bagi dirinya.
Namun, Kapolri tak gentar dan pantang mundur menyambangi para pandemo. Hasilnya, demonstrasi berjalan tertib dan kondusif. Inilah insting pemimpin yang justru menjadi titik pembeda. Dalam perspektif penulis, Jenderal Listyo adalah antitesa dari kepemimpinan Polri sebelumnya. Karena itu, meski berasal dari minoritas secara agama namun kepemimpinan beliau dalam membuktikan dan menjaga keamanan serta kondusifitas negara terbukti berhasil.
Dengan demikian, talenta kepemimpinan Kapolri sebetulnya tidak lahir otodidak tetapi telah melewati proses panjang dan uji verifikasi di lapangan. Karenanya, seorang pemimpin yang punya insting tajam memandang masa depan penuh optimisme serta punya besar, maka mustahil berbuat di luar tugas sebagai prajurit institusi Polri. Dalam konteks ini, penulis tidak bermaksud memuji apalagi sampai "mengkultuskan" Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang notabeni secara akidah berbeda, tetapi bukan berarti fakta dan relitas jauh lebih kuat daripada retorika.
Lihat Juga: Transformasi Standar Nasional dan Akreditasi Pendidikan Tinggi: Kebutuhan untuk Wujudkan Merdeka Belajar
Ketika narasi tagar #percumalaporpolisi menyeruak ke ruang publik, marwah dan citra institusi Polri acap dipersepsikan kerap paradoks. Akibatnya, kepercayaan publik terhadap institusi Polri sempat menurun. Persepsi negatif tentang Polri yang kerap ditunding sebagai institusi "buruk rupa" mendorong Polri melakukan transformasi dan perbaikan secara menyeluruh. Alhasil, perlahan tapi pasti transformasi dan perbaikan yang dilakukan Kapolri membuahkan hasil yang maksimal bahkan dapat mengembalikan citra dan marwah Polri lebih baik di mata publik.
Indikatornya terlihat dari meningkatnya kepuasan dan kepercayaan publik terhadap Polri berdasarkan survei Charta Politica. Tak hanya itu, institusi Polri juga semakin terbuka terhadap kritik dan masukan. Buktinya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menggelar lomba mural sebagai ekspresi kritik rakyat. Realitas ini sejalan dengan gaya (karakter) kepemimpinan Jenderal Listyo yang selalu mengedepankan sikap humanis, santun pengayom, dan pelindung rakyat. Itu semua adalah manivestasi dari visi-misi Polri Presisi.
Ikhwal, ketika Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo turun langsung menemui massa aksi demonstrans pada 11 April 2022, banyak pihak yang memuji dan memberikan apresiasi. Kehadiran Jenderal Listyo dipandang sebagai pembeda (antitesa) dari nahkoda Polri yang lain karena rasanya tak pernah ada Kapolri yang berani turun langsung menyambangi massa aksi aktivis mahasiswa. Padahal risiko paling ringan adalah rusuh dan anarkis yang sebetulnya berakibat fatal karena membahayakan bagi dirinya.
Namun, Kapolri tak gentar dan pantang mundur menyambangi para pandemo. Hasilnya, demonstrasi berjalan tertib dan kondusif. Inilah insting pemimpin yang justru menjadi titik pembeda. Dalam perspektif penulis, Jenderal Listyo adalah antitesa dari kepemimpinan Polri sebelumnya. Karena itu, meski berasal dari minoritas secara agama namun kepemimpinan beliau dalam membuktikan dan menjaga keamanan serta kondusifitas negara terbukti berhasil.
Dengan demikian, talenta kepemimpinan Kapolri sebetulnya tidak lahir otodidak tetapi telah melewati proses panjang dan uji verifikasi di lapangan. Karenanya, seorang pemimpin yang punya insting tajam memandang masa depan penuh optimisme serta punya besar, maka mustahil berbuat di luar tugas sebagai prajurit institusi Polri. Dalam konteks ini, penulis tidak bermaksud memuji apalagi sampai "mengkultuskan" Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang notabeni secara akidah berbeda, tetapi bukan berarti fakta dan relitas jauh lebih kuat daripada retorika.
Lihat Juga: Transformasi Standar Nasional dan Akreditasi Pendidikan Tinggi: Kebutuhan untuk Wujudkan Merdeka Belajar
(kri)