Teladan Kepemimpinan Transformatif Jenderal Listyo Sigit Prabowo
loading...
A
A
A
Romadhon JASN
Koordinator Jaringan Aktivis Nusantara
SENIN 11 April 2022, Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) menggeruduk Gedung DPR RI dan Patung Kuda kawasan Medan Merdeka, Jakarta Pusat. Pergerakan aliansi mahasiswa yang datang dari pelbagai daerah itu mendatangi Gedung Parlemen dan kawasan Medan Merdeka, Jakarta Pusat. Tujuannya tak lain dan tak bukan adalah untuk menyampaikan aspirasi dan tuntutan publik. Tuntutan itu antara lain meminta Presiden menolak secara tegas wacana penundaan Pemilu dan perpanjangan masa jabatan Presiden tiga periode, stabilitas harga bahan-bahan pokok untuk masyarakat, serta UU Ciptaker.
Resistensi publik atas kebijakan yang menuai polemik itu rupanya tak dapat dibendung karena dinilai tidak berpihak dan tidak menguntungkan rakyat apalagi negara saat ini dalam fase transisi pemulihan ekonomi akibat krisis yang disebabkan oleh wabah pandemi Covid-19 yang tak berkesudahan. Puncak dari akumulasi kekecewaan publik diekspresikan dalam bentuk aksi demonstrasi dalam rangka menyuarakan dan menyampaikan keberatan atas kebijakan yang dianggap membebani rakyat itu. Terlepas dari pelbagai dinamika dan polemik yang terjadi, intinya Presiden telah merespons aspirasi dan memenuhi tuntutan publik terutama menyangkut isu krusial yaitu polemik wacana penundaan Pemilu dan perpanjangan masa jabatan Presiden.
Menariknya, meski demo massa aksi berjumlah ribuan mahasiswa dan beberapa elemen masyarakat memadati Ibu Kota Jakarta, namun kegiatan aksi demonstrasi tidak diwarnai kekisruhan apa pun sehingga patut memberikan apresiasi kepada pihak terkait karena massa aksi demonstrasi berjalan tertib, kondusif, dan aman serta tidak menimbulkan anarkisme dan bentrok antar aparat. Seyogyanya sangat patut memberikan pujian dan nilai lebih kepada aparat kepolisian yang bekerja ekstra dalam mengawal dan menjaga aksi massa para demonstran sehingga aksinya tidak ricuh dan tidak anarkis. Lalu apa yang membuat suasana aksi demonstrasi terasa sejuk, aman, kondusif, dan tenang?
Jawabannya adalah semua itu tak lepas dari kehadiran Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo selaku pihak yang paling bertanggung jawab atas jaminan keamanan dan keselamatan jiwa massa aksi demonstran. Di bawah kendali kepemimpinan transformatif Jenderal Listyo Sigit Prabowo, massa aksi berjalan damai, tertib, dan tak memakan korban meski sempat diwarnai insiden pengeroyokan terhadap Dosen Komunikasi UI Ade Armando ketika demo berlangsung.
Yang pasti insiden pengeroyokan tersebut harus diproses hukum karena kekerasan tetap tidak boleh dilakukan kepada siapa pun sekalipun itu berlawanan secara politik. Karena itu, terkait hal tersebut sepenuhnya diserahkan kepada aparat kepolisian. Intinya, meski hampir terjadi anarkis namun hal itu bisa diredam berkat kehadiran Jenderal Listyo Sigit Prabowo menemui massa demonstran.
Alhasil, mantan Kabareskrim itu sukses mengawal jalannya massa aksi demonstransi mahasiswa yang terdiri dari Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI). Kehadiran Jenderal Listyo menemui massa aksi sambil berorasi menyita perhatian massa demonstran. Bahkan massa aksi termasuk Presiden BEM SI menjadi lunak dan mau diajak bernegosiasi sehingga massa ikut tertib menyimak orasi yang disampaikan mantan Kapolda Banten itu. Kehadiran Jenderal Sigit di hadapan ribuan massa aksi itu benar-benar menjadi "primadona" seolah menjadi oase penerang bagi kawan-kawan massa aksi demonstrans. Jenderal Listyo tampil memukau dengan gagah perkasa dengan jiwa ksatrianya berani menemui massa aksi sekaligus menyampaikan orasi.
Saat menyampaikan orasi, Jenderal Listyo juga menegaskan siap menyampaikan dan menampung aspirasi serta tuntutan kawan-kawan aktivis mahasiswa. Di sisi lain, kehadirannya di tengah-tengah mahasiswa adalah contoh nyata dari apa yang tersurat dalam Perkap Nomor 2 Tahun 2022 tentang Waskat. Beliau tak hanya memberi dukungan kepada massa aksi, tetapi juga memastikan serta menghimbau jajarannya yang bertugas di lapangan untuk tampil humanis. Inilah model kepemimpinan transformatif yang patut dicontoh.
Beliau turun langsung memberi arahan, inspeksi, asistensi, supervisi, monitoring dan evaluasi dan hasilnya sangat konkret. Pada titik inilah, penulis menemukan "titik pembeda" pada diri Kapolri Jenderal Listyo nampak terlihat karakter dan jiwa kepemimpinan transformatif-visioner yang selalu mengedepankan sikap humanis dan santun dalam merespons dan menghadapi pelbagai persoalan termasuk ketika menghadapi massa aksi BEM SI yang berjumlah ribuan itu.
Di sinilah terlihat betapa Jenderal Listyo bukan saja memposisikan diri sebagai Kapolri yang bertugas mengawal dan menjaga keamanan serta keselamatan jiwa para demonstrans, tetapi lebih dari itu Jenderal Listyo tampil sebagai mediator dan katalisator yang menghubungkan antara mahasiswa dengan pemerintah. Ini sikap dan tindakan yang rasanya tidak ada duanya sehingga kepemimpinanya patut jadi teladan.
Perlahan Transformasi Polri Presisi Berjalan
Ketika narasi tagar #percumalaporpolisi menyeruak ke ruang publik, marwah dan citra institusi Polri acap dipersepsikan kerap paradoks. Akibatnya, kepercayaan publik terhadap institusi Polri sempat menurun. Persepsi negatif tentang Polri yang kerap ditunding sebagai institusi "buruk rupa" mendorong Polri melakukan transformasi dan perbaikan secara menyeluruh. Alhasil, perlahan tapi pasti transformasi dan perbaikan yang dilakukan Kapolri membuahkan hasil yang maksimal bahkan dapat mengembalikan citra dan marwah Polri lebih baik di mata publik.
Indikatornya terlihat dari meningkatnya kepuasan dan kepercayaan publik terhadap Polri berdasarkan survei Charta Politica. Tak hanya itu, institusi Polri juga semakin terbuka terhadap kritik dan masukan. Buktinya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menggelar lomba mural sebagai ekspresi kritik rakyat. Realitas ini sejalan dengan gaya (karakter) kepemimpinan Jenderal Listyo yang selalu mengedepankan sikap humanis, santun pengayom, dan pelindung rakyat. Itu semua adalah manivestasi dari visi-misi Polri Presisi.
Ikhwal, ketika Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo turun langsung menemui massa aksi demonstrans pada 11 April 2022, banyak pihak yang memuji dan memberikan apresiasi. Kehadiran Jenderal Listyo dipandang sebagai pembeda (antitesa) dari nahkoda Polri yang lain karena rasanya tak pernah ada Kapolri yang berani turun langsung menyambangi massa aksi aktivis mahasiswa. Padahal risiko paling ringan adalah rusuh dan anarkis yang sebetulnya berakibat fatal karena membahayakan bagi dirinya.
Namun, Kapolri tak gentar dan pantang mundur menyambangi para pandemo. Hasilnya, demonstrasi berjalan tertib dan kondusif. Inilah insting pemimpin yang justru menjadi titik pembeda. Dalam perspektif penulis, Jenderal Listyo adalah antitesa dari kepemimpinan Polri sebelumnya. Karena itu, meski berasal dari minoritas secara agama namun kepemimpinan beliau dalam membuktikan dan menjaga keamanan serta kondusifitas negara terbukti berhasil.
Dengan demikian, talenta kepemimpinan Kapolri sebetulnya tidak lahir otodidak tetapi telah melewati proses panjang dan uji verifikasi di lapangan. Karenanya, seorang pemimpin yang punya insting tajam memandang masa depan penuh optimisme serta punya besar, maka mustahil berbuat di luar tugas sebagai prajurit institusi Polri. Dalam konteks ini, penulis tidak bermaksud memuji apalagi sampai "mengkultuskan" Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang notabeni secara akidah berbeda, tetapi bukan berarti fakta dan relitas jauh lebih kuat daripada retorika.
Koordinator Jaringan Aktivis Nusantara
SENIN 11 April 2022, Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) menggeruduk Gedung DPR RI dan Patung Kuda kawasan Medan Merdeka, Jakarta Pusat. Pergerakan aliansi mahasiswa yang datang dari pelbagai daerah itu mendatangi Gedung Parlemen dan kawasan Medan Merdeka, Jakarta Pusat. Tujuannya tak lain dan tak bukan adalah untuk menyampaikan aspirasi dan tuntutan publik. Tuntutan itu antara lain meminta Presiden menolak secara tegas wacana penundaan Pemilu dan perpanjangan masa jabatan Presiden tiga periode, stabilitas harga bahan-bahan pokok untuk masyarakat, serta UU Ciptaker.
Resistensi publik atas kebijakan yang menuai polemik itu rupanya tak dapat dibendung karena dinilai tidak berpihak dan tidak menguntungkan rakyat apalagi negara saat ini dalam fase transisi pemulihan ekonomi akibat krisis yang disebabkan oleh wabah pandemi Covid-19 yang tak berkesudahan. Puncak dari akumulasi kekecewaan publik diekspresikan dalam bentuk aksi demonstrasi dalam rangka menyuarakan dan menyampaikan keberatan atas kebijakan yang dianggap membebani rakyat itu. Terlepas dari pelbagai dinamika dan polemik yang terjadi, intinya Presiden telah merespons aspirasi dan memenuhi tuntutan publik terutama menyangkut isu krusial yaitu polemik wacana penundaan Pemilu dan perpanjangan masa jabatan Presiden.
Menariknya, meski demo massa aksi berjumlah ribuan mahasiswa dan beberapa elemen masyarakat memadati Ibu Kota Jakarta, namun kegiatan aksi demonstrasi tidak diwarnai kekisruhan apa pun sehingga patut memberikan apresiasi kepada pihak terkait karena massa aksi demonstrasi berjalan tertib, kondusif, dan aman serta tidak menimbulkan anarkisme dan bentrok antar aparat. Seyogyanya sangat patut memberikan pujian dan nilai lebih kepada aparat kepolisian yang bekerja ekstra dalam mengawal dan menjaga aksi massa para demonstran sehingga aksinya tidak ricuh dan tidak anarkis. Lalu apa yang membuat suasana aksi demonstrasi terasa sejuk, aman, kondusif, dan tenang?
Jawabannya adalah semua itu tak lepas dari kehadiran Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo selaku pihak yang paling bertanggung jawab atas jaminan keamanan dan keselamatan jiwa massa aksi demonstran. Di bawah kendali kepemimpinan transformatif Jenderal Listyo Sigit Prabowo, massa aksi berjalan damai, tertib, dan tak memakan korban meski sempat diwarnai insiden pengeroyokan terhadap Dosen Komunikasi UI Ade Armando ketika demo berlangsung.
Yang pasti insiden pengeroyokan tersebut harus diproses hukum karena kekerasan tetap tidak boleh dilakukan kepada siapa pun sekalipun itu berlawanan secara politik. Karena itu, terkait hal tersebut sepenuhnya diserahkan kepada aparat kepolisian. Intinya, meski hampir terjadi anarkis namun hal itu bisa diredam berkat kehadiran Jenderal Listyo Sigit Prabowo menemui massa demonstran.
Alhasil, mantan Kabareskrim itu sukses mengawal jalannya massa aksi demonstransi mahasiswa yang terdiri dari Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI). Kehadiran Jenderal Listyo menemui massa aksi sambil berorasi menyita perhatian massa demonstran. Bahkan massa aksi termasuk Presiden BEM SI menjadi lunak dan mau diajak bernegosiasi sehingga massa ikut tertib menyimak orasi yang disampaikan mantan Kapolda Banten itu. Kehadiran Jenderal Sigit di hadapan ribuan massa aksi itu benar-benar menjadi "primadona" seolah menjadi oase penerang bagi kawan-kawan massa aksi demonstrans. Jenderal Listyo tampil memukau dengan gagah perkasa dengan jiwa ksatrianya berani menemui massa aksi sekaligus menyampaikan orasi.
Saat menyampaikan orasi, Jenderal Listyo juga menegaskan siap menyampaikan dan menampung aspirasi serta tuntutan kawan-kawan aktivis mahasiswa. Di sisi lain, kehadirannya di tengah-tengah mahasiswa adalah contoh nyata dari apa yang tersurat dalam Perkap Nomor 2 Tahun 2022 tentang Waskat. Beliau tak hanya memberi dukungan kepada massa aksi, tetapi juga memastikan serta menghimbau jajarannya yang bertugas di lapangan untuk tampil humanis. Inilah model kepemimpinan transformatif yang patut dicontoh.
Beliau turun langsung memberi arahan, inspeksi, asistensi, supervisi, monitoring dan evaluasi dan hasilnya sangat konkret. Pada titik inilah, penulis menemukan "titik pembeda" pada diri Kapolri Jenderal Listyo nampak terlihat karakter dan jiwa kepemimpinan transformatif-visioner yang selalu mengedepankan sikap humanis dan santun dalam merespons dan menghadapi pelbagai persoalan termasuk ketika menghadapi massa aksi BEM SI yang berjumlah ribuan itu.
Di sinilah terlihat betapa Jenderal Listyo bukan saja memposisikan diri sebagai Kapolri yang bertugas mengawal dan menjaga keamanan serta keselamatan jiwa para demonstrans, tetapi lebih dari itu Jenderal Listyo tampil sebagai mediator dan katalisator yang menghubungkan antara mahasiswa dengan pemerintah. Ini sikap dan tindakan yang rasanya tidak ada duanya sehingga kepemimpinanya patut jadi teladan.
Perlahan Transformasi Polri Presisi Berjalan
Ketika narasi tagar #percumalaporpolisi menyeruak ke ruang publik, marwah dan citra institusi Polri acap dipersepsikan kerap paradoks. Akibatnya, kepercayaan publik terhadap institusi Polri sempat menurun. Persepsi negatif tentang Polri yang kerap ditunding sebagai institusi "buruk rupa" mendorong Polri melakukan transformasi dan perbaikan secara menyeluruh. Alhasil, perlahan tapi pasti transformasi dan perbaikan yang dilakukan Kapolri membuahkan hasil yang maksimal bahkan dapat mengembalikan citra dan marwah Polri lebih baik di mata publik.
Indikatornya terlihat dari meningkatnya kepuasan dan kepercayaan publik terhadap Polri berdasarkan survei Charta Politica. Tak hanya itu, institusi Polri juga semakin terbuka terhadap kritik dan masukan. Buktinya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menggelar lomba mural sebagai ekspresi kritik rakyat. Realitas ini sejalan dengan gaya (karakter) kepemimpinan Jenderal Listyo yang selalu mengedepankan sikap humanis, santun pengayom, dan pelindung rakyat. Itu semua adalah manivestasi dari visi-misi Polri Presisi.
Ikhwal, ketika Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo turun langsung menemui massa aksi demonstrans pada 11 April 2022, banyak pihak yang memuji dan memberikan apresiasi. Kehadiran Jenderal Listyo dipandang sebagai pembeda (antitesa) dari nahkoda Polri yang lain karena rasanya tak pernah ada Kapolri yang berani turun langsung menyambangi massa aksi aktivis mahasiswa. Padahal risiko paling ringan adalah rusuh dan anarkis yang sebetulnya berakibat fatal karena membahayakan bagi dirinya.
Namun, Kapolri tak gentar dan pantang mundur menyambangi para pandemo. Hasilnya, demonstrasi berjalan tertib dan kondusif. Inilah insting pemimpin yang justru menjadi titik pembeda. Dalam perspektif penulis, Jenderal Listyo adalah antitesa dari kepemimpinan Polri sebelumnya. Karena itu, meski berasal dari minoritas secara agama namun kepemimpinan beliau dalam membuktikan dan menjaga keamanan serta kondusifitas negara terbukti berhasil.
Dengan demikian, talenta kepemimpinan Kapolri sebetulnya tidak lahir otodidak tetapi telah melewati proses panjang dan uji verifikasi di lapangan. Karenanya, seorang pemimpin yang punya insting tajam memandang masa depan penuh optimisme serta punya besar, maka mustahil berbuat di luar tugas sebagai prajurit institusi Polri. Dalam konteks ini, penulis tidak bermaksud memuji apalagi sampai "mengkultuskan" Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang notabeni secara akidah berbeda, tetapi bukan berarti fakta dan relitas jauh lebih kuat daripada retorika.
(kri)