Perubahan Iklim, Bencana Alam, dan Anak Indonesia

Selasa, 05 April 2022 - 16:14 WIB
loading...
Perubahan Iklim, Bencana...
Kurniawan Taufiq Kadafi (Foto: Ist)
A A A
Kurniawan Taufiq Kadafi
Ketua Satgas Penanggulangan Bencana Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Staf Pengajar Divisi Emergensi dan Rawat Intensif Anak Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK Univ. Brawijaya/RSUD Dr Saiful Anwar, Malang

BUMI tiap hari bertambah usianya, tetapi bertambah juga kerusakannya. Manusia sebagai penghuninya mengalami ketakutan akan dampak kerusakannya. Namun apakah sudah ada upaya nyata dari manusia untuk paling tidak mengurangi kerusakan bumi dari hari ke hari? Jawabannya saat ini adalah manusia sedang berusaha. Kerusakan bumi akibat ulah manusia berhubungan erat dengan perubahan iklim yang juga tidak lepas dari perilaku manusia.

Hal yang sangat lazim dibicarakan orang dan tidak dapat diabaikan terkait dengan kerusakan bumi adalah adanya pemanasan global. Data dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) sepuluh tahun lalu, suhu rata-rata bumi sudah meningkat sampai dengan 3°C bila dibandingkan dengan tahun 1990. Apalagi saat ini pemakaian teknologi yang berhubungan dengan karbon sangat marak digunakan. Hal ini tentu berhubungan dengan pemanasan global. Bila pemanasan global terus terjadi, manusia tinggal menuai bencana di kemudian hari. Pemanasan global tidak dapat dipandang sebagai masalah di suatu negara atau belahan dunia tertentu, tetapi permasalahan di seluruh belahan dunia.

Salah satu dampak dari pemanasan global adalah mencairnya permafrost atau lapisan tanah beku. Contohnya adalah pencairan permafrost di Siberia dan Alaska yang sudah terbentuk sejak 11.000 tahun yang lalu. Hal ini disebabkan oleh peningkatan suhu bumi dalam enam dekade terakhir. Peningkatan suhu bumi ini disebabkan oleh karbon dioksida dan polutan lainnya. Karbon dioksida sebagai hasil pembakaran nantinya akan tertahan di lapisan atmosfer pada ketinggian 10–20 km. Penumpukan karbon dioksida akan menahan panas dari permukaan bumi untuk keluar sehingga menyebabkan efek rumah kaca.

Pencairan permafrost di Siberia dan Alaska menyebabkan peningkatan permukaan laut secara global 0,19 meter. Belum lagi hal itu diperparah dengan hilangnya massa es di Greenland, Antartika, Arktik, dan gletser gunung di seluruh dunia. Pencairan gletser akibat pemanasan global akan mengakibatkan sebuah fenomena isostatic rebound di mana gletser yang mencair akan mengakibatkan berat kerak bumi berkurang dan mudah bergerak serta memantul sehingga mengakibatkan pergerakan patahan bumi dan peningkatan aktivitas pada ruang magma (peningkatan aktivitas seismik).

Dampak besarnya adalah terjadinya bencana alam yang bukan hanya terjadi di sekitar belahan dunia tempat gletser mencair, tetapi juga di belahan bumi lain yang jauh dari tempat gletser mencair. Bencana alam yang bisa terjadi adalah gempa bumi, letusan gunung berapi, tsunami, dan tanah longsor. Pemanasan global juga akan berdampak pada munculnya wabah penyakit.

Bagaimana nasib Indonesia bila gletser terus mencair akibat pemanasan global? Indonesia merupakan salah negara dengan topografi yang bervariasi. Sebagian wilayahnya adalah pegunungan, sebagian lagi adalah lembah, lautan serta sungai. Hal ini membuat Indonesia merupakan surga bagi para pencinta alam. Namun yang perlu diingat adalah Indonesia merupakan tempat pertemuan tiga lempeng tektonik mayor di dunia, yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia serta lempeng Pasifik.

Selain itu Indonesia juga berlokasi di Pacific ring of fire sehingga menjadikan Indonesia sebagai wilayah dengan aktivitas vulkanik dan aktivitas seismik yang tinggi. Sampai saat ini ada sekitar 129 gunung berapi aktif di Indonesia. Situasi yang digambarkan di atas membuat risiko bencana alam di Indonesia sangat tinggi. Belum lagi Indonesia saat ini menjadi daerah endemis untuk beberapa penyakit infeksi yang mematikan, salah satunya adalah demam berdarah dengue. Bahkan dalam 45 tahun terakhir kasus infeksi virus dengue meningkat secara dramatis mengikuti pola hiperendemis intermiten.

Lalu apa hubungannya pemanasan global dengan munculnya wabah seperti demam berdarah dengue? Ternyata temperatur punya peran penting terhadap siklus hidup serta reproduksi virus yang ditularkan melalui nyamuk, termasuk virus dengue. Kelembapan yang disebabkan tingginya intensitas hujan membuat lingkungan yang cocok untuk pertumbuhan nyamuk Aedes. Jadi jelas dampak pemanasan global terhadap Indonesia akan sangat besar bila tidak diantisipasi sebelum muncul bencana alam dan wabah penyakit. Pengalaman panjang bangsa Indonesia dalam menghadapi bencana alam yang sering terjadi harus digunakan sebagai strategi untuk mencegah dan mengurangi dampak akibat bencana di kemudian hari.

Hal yang sering terabaikan bila bencana alam terjadi adalah keadaan anak-anak. Anak-anak sering dinilai sebagai satu paket dengan orang tuanya. Padahal anak memiliki kebutuhan yang bersifat spesifik yang berbeda dengan orang tua dalam hal pertumbuhan dan perkembangan. Dampak bencana alam dan wabah penyakit bukan hanya terhadap fisik anak, tetapi juga terhadap sisi psikologis anak.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1422 seconds (0.1#10.140)