Dibentuk saat G30S/PKI, Jenderal TNI Ini Tolak Perintah Presiden Jadi Pangkopkamtib
loading...
A
A
A
JAKARTA - Jenderal TNI (Purn) Subagyo Hadi Siswoyo alias Subagyo HS merupakan tokoh militer yang cukup dikenal di awal-awal Reformasi 1998. Sebagai orang nomor satu di TNI Angkatan Darat (AD), Subagyo ikut bertanggung jawab menjaga stabilitas keamanan di Tanah Air yang saat itu tengah mengalami pergolakan.
Peraih dua kali Kenaikan Pangkat Luar Biasa (KPLB) dalam Operasi Seroja dan Operasi Woyla ini, Subagyo merupakan satu-satunya Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) yang merasakan kepemimpinan tiga presiden yakni, Presiden Soeharto, Presiden BJ Habibie dan Presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
Dikutip dari buku biografi berjudul ”Jenderal TNI Wiranto: Penegak Gerakan Disiplin Nasional” disebutkan mantan Pangkostrad ini diangkat menjadi KSAD menggantikan Jenderal TNI Wiranto yang diangkat sebagai Panglima TNI.
”Berdasarkan keputusan yang diterimanya, Jenderal TNI Wiranto akan menyerahkan jabatan Kepala Staf TNI Angkatan Darat kepada penggantinya yakni, Letnan Jenderal TNI Subagyo HS,” tulis buku tersebut dikutip SINDOnews, Sabtu (2/4/2022).
Sejak dilantik Presiden Soeharto menjadi KSAD ke 20, Subagyo langsung dihadapkan pada tantangan berat. Di mana Indonesia tengah menghadapi masa-mas sulit. Tuntutan Reformasi bergulir ketika Soeharto kembali terpilih untuk yang ketujuh kalinya sebagai Presiden. Kala itu, Presiden Soeharto menggandeng BJ Habibie sebagai wakilnya.
Subagyo HS saat Operasi Seroja di Timor Leste. Foto/istimewa
Kondisi tersebut semakin diperparah dengan krisis moneter. Di mana harga-harga kebutuhan pokok (sembako) dan Bahan Bakar Minyak (BBM) mengalami kenaikan cukup tinggi. Melonjaknya angka pengangguran akibat Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) besar-besaran menyebabkan ketidakpuasan masyarakat terhadap pemerintah semakin besar. Hal itu memicu aksi demonstrasi mahasiswa dan masyarakat di sejumlah daerah di Indonesia.
Bahkan, di beberapa daerah ungkapan ketidakpuasan terhadap pemerintah berujung pada kerusuhan. Termasuk di Jakarta yang merupakan Ibu Kota Negara. Saat itu, situasi keamanan sangat genting dan mengancam stabilitas keamanan nasional.
Sebagai Perwira Tinggi (Pati) TNI AD, Subagyo bertindak dengan hati-hati. Apalagi, TNI dianggap institusi yang paling disorot. Namun berkat tangan dinginnya, mantan Danjen Kopassus ini akhirnya mampu meredam kerusuhan agar tidak semakin meluas.
Danjen Kopassus Brigjen TNI Subagyo HS dalam acara pembaretan di Cilacap. Foto/istimewa
”ABRI sebagai bayangkari negara yang tetap konsisten akan perannya sebagai stabilisator dan dinamisator yang berarti membela dan menjaga konstitusi dan stabilitas nasional mengharapkan kepada seluruh masyarakat untuk tetap melakukan kegiatan dalam rambu-rambu hukum dan peraturan yang berlaku,” tegas Subagyo dalam buku biografinya berjudul “Jenderal TNI Subagyo HS: Kasad di Bawah Tiga Presiden” yang diterbitkan Dinas Sejarah Angkatan Darat (Disjarahad).
Menolak Mentah-mentah Jabatan Pangkopkamtib
Meski kondisi keamanan dapat dikendalikan, namun stabilitas nasional belum sepenuhnya stabil. Desakan agar Presiden Soeharto lengser dari jabatannya masih terus bergulir.
Ketika itu, terdapat gagasan dari Kepala Negara untuk membentuk organisasi baru yaitu, sebuah institusi semacam Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib). Jabatan tersebut pun ditawarkan Presiden Soeharto kepada Subagyo HS.
“Bagaimana kalau kamu yang jadi Pangkopkamtib”? Tanya Pak Harto.
Mendapat tawaran tersebut, Subagyo tidak langsung menjawab tetapi malah balik bertanya. “Apakah ada rencana Pak Harto untuk memisahkan jabatan Menhankam-Pangab”? Tanya Subagyo.
Saat itu, Soeharto menjawab “tidak”. Mendengar jawaban tersebut, Subagyo langsung menolak tawaran tersebut. Sebab rencananya posisi Pangkopkamtib akan dijabat oleh Panglima ABRI Jenderal TNI Wiranto. Sedangkan dirinya sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) akan menjadi wakil panglima (Wapang).
“Dalam pikiran saya kalau jabatan Menhankam/Pangab tidak dipisah maka jabatan Pangkopkamtib yang ditawarkan presiden kepada saya akan rancu dengan jabatan KSAD. Karena KSAD selaku pembina TNI AD tidak punya kewenangan operasional. Lagi pula awalnya yang akan menjadi Pangkopkamtib adalah Pangab dan KSAD menjadi wakil panglima (Wapang). Oleh karena itu saya menolak tawaran dari Pak Harto untuk menjadi Pangkopkamtib,” ujar Subagyo
Patroli prajurit TNI dengan tank lapis baja pascakerusuhan Mei 1998. Foto/istimewa
Alasan lainnya, waktu itu jabatan Kopkamtib sudah tidak populer lagi di dalam negeri. Bahkan bukan hanya di dalam negeri tapi juga di luar negeri Kopkamtib tidak populer karena terkesan negara dalam keadaan tidak aman dan tidak tertib. Subagyo juga mengusulkan agar organisasi di Mabes ABRI dioptimalkan.
Kopkamtib sendiri dibentuk pada 10 Oktober 1965, sesaat setela meletusnya peristiwa G30S/PKI. Pembentukan Kopkamtib saat itu dilandasi keadaan negara yang sangat kacau dan genting. Mayjen TNI Soeharto menjadi Panglima Kopkamtib (Pangkopkamtib) pertama. Keberadaannya semakin kuat setelah Presiden Soekarno mengeluarkan Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) pada 1966.
Kopkamtib bisa dikatakan sebagai lembaga superpower yang memiliki kewenangan sangat luas. Sejak dibentuk, Pangkopkamtib biasanya selalu dijabat orang-orang dekat Soeharto. Beberapa Pati TNI yang pernah menjabat sebagai Pangkopkamtib adalah Jenderal Maraden Panggabean periode 1969- 1973, Jenderal Soemitro periode 1973-1974, Laksamana Soedomo yang pada awalnya menjabat Pelaksana Tugas (Plt) periode 1974-1978 kemudian diangkat menjadi Pangkopkamtib 1978-1983.
Sebagai KSAD, Subagyo HS juga melakukan pembenahan terhadap pusat pendidikan (Pusdik). Komandan Komando Pembina Doktrin, Pendidikan dan Latihan (Kodiklat) yang saat itu dijabatan Mayjen TNI Luhut Binsar Panjaitan (LBP) teman seangkatan saat sama-sama mengikuti pendidikan di Akademi Militer (Akmil) pada 1970 membuat upaya untuk menyelaraskan program pendidikan berjalan dengan baik.
Termasuk melakukan penggantian terhadap sejumlah Perwira Tinggi TNI AD di antaranya, Pangdam Jaya dari Mayjen TNI Djaja Suparman kepada Mayjen TNI Ryamizard Ryacudu, kemudian Pangdam III/Siliwangi dari Mayjen TNI Djamari Chaniago kepada Mayjen TNI Purwadi dan Pangdam IV/Diponegoro dari Tyasno Sudarto kepada Bibit Waluyo dan beberapa panglima kotama lainnya.
”Hanya dalam waktu dua puluh satu bulan (16 Februari 1998-20 November 1999) Panglima TNI Laksamana Widodo AS memimpin upacara penggantian KSAD Subagyo HS kepada Jenderal TNI Tyasno Sudarto,” tulis buku tersebut.
Danjen Kopassus Brigjen TNI Subagyo HS bersama Kolonel Prabowo Subianto. Foto/istimewa
Sosok Subagyo HS memiliki kenangan tersendiri bagi Prabowo Subianto. Menteri Pertahanan (Menhan) ini mengaku dekat dengan Subagyo HS sejak masih perwira muda. Hubungannya semakin dekat dengan pria kelahiran Piyungan, Bantul, Yogyakarta pada 12 Juni 1946 ketika menjadi pengawal Pak Harto.
”Saat Pak Bagyo Komandan Kopassus, saya ditarik menjadi wakil beliau sebagai Wakil Komandan Kopassus. Itu merupakan promosi yang membanggakan bagi saya,” kenang Prabowo dalam bukunya berjudul “Kepemimpinan Militer: Catatan Dari Pengalaman Letnan Jenderal TNI (Purn) Prabowo Subianto”
Prabowo yang ketika Reformasi 1998 bergulir menjabat sebagai Danjen Kopassus dan Pangkostrad menilai, Subagyo HS sebagai sosok yang periang, selalu memimpin dari depan, memberi contoh, dan terbuka serta tidak mencla mencle.
”Melalui pasang surut perjalanan karier Pak Bagyo, dia selalu membela anak buahnya. Beberapa hal yang saya pelajari dari beliau antara lain sifatnya yang ramah, jiwanya yang loyal dan setia, selalu membela anak buah. Ia juga tenang saat disakiti,” ucap Prabowo.
Lihat Juga: 4 Jenderal TNI AD Naik Pangkat Bintang 2 di Awal November, Nomor 1 Jebolan Korps Baret Merah
Peraih dua kali Kenaikan Pangkat Luar Biasa (KPLB) dalam Operasi Seroja dan Operasi Woyla ini, Subagyo merupakan satu-satunya Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) yang merasakan kepemimpinan tiga presiden yakni, Presiden Soeharto, Presiden BJ Habibie dan Presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
Dikutip dari buku biografi berjudul ”Jenderal TNI Wiranto: Penegak Gerakan Disiplin Nasional” disebutkan mantan Pangkostrad ini diangkat menjadi KSAD menggantikan Jenderal TNI Wiranto yang diangkat sebagai Panglima TNI.
”Berdasarkan keputusan yang diterimanya, Jenderal TNI Wiranto akan menyerahkan jabatan Kepala Staf TNI Angkatan Darat kepada penggantinya yakni, Letnan Jenderal TNI Subagyo HS,” tulis buku tersebut dikutip SINDOnews, Sabtu (2/4/2022).
Sejak dilantik Presiden Soeharto menjadi KSAD ke 20, Subagyo langsung dihadapkan pada tantangan berat. Di mana Indonesia tengah menghadapi masa-mas sulit. Tuntutan Reformasi bergulir ketika Soeharto kembali terpilih untuk yang ketujuh kalinya sebagai Presiden. Kala itu, Presiden Soeharto menggandeng BJ Habibie sebagai wakilnya.
Subagyo HS saat Operasi Seroja di Timor Leste. Foto/istimewa
Kondisi tersebut semakin diperparah dengan krisis moneter. Di mana harga-harga kebutuhan pokok (sembako) dan Bahan Bakar Minyak (BBM) mengalami kenaikan cukup tinggi. Melonjaknya angka pengangguran akibat Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) besar-besaran menyebabkan ketidakpuasan masyarakat terhadap pemerintah semakin besar. Hal itu memicu aksi demonstrasi mahasiswa dan masyarakat di sejumlah daerah di Indonesia.
Baca Juga
Bahkan, di beberapa daerah ungkapan ketidakpuasan terhadap pemerintah berujung pada kerusuhan. Termasuk di Jakarta yang merupakan Ibu Kota Negara. Saat itu, situasi keamanan sangat genting dan mengancam stabilitas keamanan nasional.
Sebagai Perwira Tinggi (Pati) TNI AD, Subagyo bertindak dengan hati-hati. Apalagi, TNI dianggap institusi yang paling disorot. Namun berkat tangan dinginnya, mantan Danjen Kopassus ini akhirnya mampu meredam kerusuhan agar tidak semakin meluas.
Danjen Kopassus Brigjen TNI Subagyo HS dalam acara pembaretan di Cilacap. Foto/istimewa
”ABRI sebagai bayangkari negara yang tetap konsisten akan perannya sebagai stabilisator dan dinamisator yang berarti membela dan menjaga konstitusi dan stabilitas nasional mengharapkan kepada seluruh masyarakat untuk tetap melakukan kegiatan dalam rambu-rambu hukum dan peraturan yang berlaku,” tegas Subagyo dalam buku biografinya berjudul “Jenderal TNI Subagyo HS: Kasad di Bawah Tiga Presiden” yang diterbitkan Dinas Sejarah Angkatan Darat (Disjarahad).
Menolak Mentah-mentah Jabatan Pangkopkamtib
Meski kondisi keamanan dapat dikendalikan, namun stabilitas nasional belum sepenuhnya stabil. Desakan agar Presiden Soeharto lengser dari jabatannya masih terus bergulir.
Ketika itu, terdapat gagasan dari Kepala Negara untuk membentuk organisasi baru yaitu, sebuah institusi semacam Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib). Jabatan tersebut pun ditawarkan Presiden Soeharto kepada Subagyo HS.
“Bagaimana kalau kamu yang jadi Pangkopkamtib”? Tanya Pak Harto.
Mendapat tawaran tersebut, Subagyo tidak langsung menjawab tetapi malah balik bertanya. “Apakah ada rencana Pak Harto untuk memisahkan jabatan Menhankam-Pangab”? Tanya Subagyo.
Saat itu, Soeharto menjawab “tidak”. Mendengar jawaban tersebut, Subagyo langsung menolak tawaran tersebut. Sebab rencananya posisi Pangkopkamtib akan dijabat oleh Panglima ABRI Jenderal TNI Wiranto. Sedangkan dirinya sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) akan menjadi wakil panglima (Wapang).
“Dalam pikiran saya kalau jabatan Menhankam/Pangab tidak dipisah maka jabatan Pangkopkamtib yang ditawarkan presiden kepada saya akan rancu dengan jabatan KSAD. Karena KSAD selaku pembina TNI AD tidak punya kewenangan operasional. Lagi pula awalnya yang akan menjadi Pangkopkamtib adalah Pangab dan KSAD menjadi wakil panglima (Wapang). Oleh karena itu saya menolak tawaran dari Pak Harto untuk menjadi Pangkopkamtib,” ujar Subagyo
Patroli prajurit TNI dengan tank lapis baja pascakerusuhan Mei 1998. Foto/istimewa
Alasan lainnya, waktu itu jabatan Kopkamtib sudah tidak populer lagi di dalam negeri. Bahkan bukan hanya di dalam negeri tapi juga di luar negeri Kopkamtib tidak populer karena terkesan negara dalam keadaan tidak aman dan tidak tertib. Subagyo juga mengusulkan agar organisasi di Mabes ABRI dioptimalkan.
Kopkamtib sendiri dibentuk pada 10 Oktober 1965, sesaat setela meletusnya peristiwa G30S/PKI. Pembentukan Kopkamtib saat itu dilandasi keadaan negara yang sangat kacau dan genting. Mayjen TNI Soeharto menjadi Panglima Kopkamtib (Pangkopkamtib) pertama. Keberadaannya semakin kuat setelah Presiden Soekarno mengeluarkan Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) pada 1966.
Kopkamtib bisa dikatakan sebagai lembaga superpower yang memiliki kewenangan sangat luas. Sejak dibentuk, Pangkopkamtib biasanya selalu dijabat orang-orang dekat Soeharto. Beberapa Pati TNI yang pernah menjabat sebagai Pangkopkamtib adalah Jenderal Maraden Panggabean periode 1969- 1973, Jenderal Soemitro periode 1973-1974, Laksamana Soedomo yang pada awalnya menjabat Pelaksana Tugas (Plt) periode 1974-1978 kemudian diangkat menjadi Pangkopkamtib 1978-1983.
Sebagai KSAD, Subagyo HS juga melakukan pembenahan terhadap pusat pendidikan (Pusdik). Komandan Komando Pembina Doktrin, Pendidikan dan Latihan (Kodiklat) yang saat itu dijabatan Mayjen TNI Luhut Binsar Panjaitan (LBP) teman seangkatan saat sama-sama mengikuti pendidikan di Akademi Militer (Akmil) pada 1970 membuat upaya untuk menyelaraskan program pendidikan berjalan dengan baik.
Termasuk melakukan penggantian terhadap sejumlah Perwira Tinggi TNI AD di antaranya, Pangdam Jaya dari Mayjen TNI Djaja Suparman kepada Mayjen TNI Ryamizard Ryacudu, kemudian Pangdam III/Siliwangi dari Mayjen TNI Djamari Chaniago kepada Mayjen TNI Purwadi dan Pangdam IV/Diponegoro dari Tyasno Sudarto kepada Bibit Waluyo dan beberapa panglima kotama lainnya.
”Hanya dalam waktu dua puluh satu bulan (16 Februari 1998-20 November 1999) Panglima TNI Laksamana Widodo AS memimpin upacara penggantian KSAD Subagyo HS kepada Jenderal TNI Tyasno Sudarto,” tulis buku tersebut.
Danjen Kopassus Brigjen TNI Subagyo HS bersama Kolonel Prabowo Subianto. Foto/istimewa
Sosok Subagyo HS memiliki kenangan tersendiri bagi Prabowo Subianto. Menteri Pertahanan (Menhan) ini mengaku dekat dengan Subagyo HS sejak masih perwira muda. Hubungannya semakin dekat dengan pria kelahiran Piyungan, Bantul, Yogyakarta pada 12 Juni 1946 ketika menjadi pengawal Pak Harto.
”Saat Pak Bagyo Komandan Kopassus, saya ditarik menjadi wakil beliau sebagai Wakil Komandan Kopassus. Itu merupakan promosi yang membanggakan bagi saya,” kenang Prabowo dalam bukunya berjudul “Kepemimpinan Militer: Catatan Dari Pengalaman Letnan Jenderal TNI (Purn) Prabowo Subianto”
Prabowo yang ketika Reformasi 1998 bergulir menjabat sebagai Danjen Kopassus dan Pangkostrad menilai, Subagyo HS sebagai sosok yang periang, selalu memimpin dari depan, memberi contoh, dan terbuka serta tidak mencla mencle.
”Melalui pasang surut perjalanan karier Pak Bagyo, dia selalu membela anak buahnya. Beberapa hal yang saya pelajari dari beliau antara lain sifatnya yang ramah, jiwanya yang loyal dan setia, selalu membela anak buah. Ia juga tenang saat disakiti,” ucap Prabowo.
Lihat Juga: 4 Jenderal TNI AD Naik Pangkat Bintang 2 di Awal November, Nomor 1 Jebolan Korps Baret Merah
(cip)