Ekspor Dibuka, Konsorsium APD Minta Utamakan Kebutuhan dalam Negeri
loading...
A
A
A
TANGERANG SELATAN - Pemerintah berencana segera membuka keran ekspor bagi Alat Pelindung Diri (APD). Menumpuknya hasil produksi dalam negeri, menjadi salah satu alasan utama kebijakan itu diterbitkan.
Namun begitu, ekspor bisa terlaksana jika Peraturan Menteri Perdagangan (Mendag) Nomor 23 Tahun 2020 tentang Larangan Sementara Ekspor Antiseptik, Bahan Baku Masker, Alat Pelindung Diri, dicabut. ( )
Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita sebelumnya telah meminta Mendag Agus Suparmanto untuk mencabut larangan ekspor masker dan APD. Kebijakan harus direvisi mengingat, adanya over supply atau kelebihan pasokan masker dan APD yang diproduksi industri dalam negeri.
Rencana pembukaan keran ekspor bagi APD, dianggap hal positif guna mengatasi penumpukan hasil produksi di dalam negeri. Namun di sisi lain, ekspor tersebut dianggap justru berisiko bilamana ternyata kebutuhan APD bagi tenaga medis di Indonesia belum mencukupi. ( )
"Berapa banyak tenaga medis yang butuh APD itu, kita tidak punya data detil berapa banyak dokter yang dilibatkan menangani Covid-19, berapa banyak kebutuhan APD bagi tenaga medis, sudah berapa yang tersebar, di mana saja. Jadi menurut saya, sebelum kita buka ekspor itu sudah sepantasnya kita masing-masing daerah punya stok dulu," terang Direktur Utama PT Energi Kita Indonesia (EKI) Satrio Wibowo, usai rapat Pra-RUPS, Selasa 16 Juni 2020.
"Jika kebutuhan dalam negeri sudah aman, tercukupi, maka silakan saja segera melepas ekspor APD berstandar WHO itu. Namun jika masih banyak ketimpangan soal APD berkualitas, sebaiknya jangan diekspor terlebih dahulu, karena kita masih banyak bergantung dengan Korea dan Tiongkok," imbuh Satrio.Dia pun menuturkan rasa empati atas banyaknya tenaga medis yang justru tertular virus saat menangani pasien Covid-19. Padahal mereka telah dilengkapi APD. Disebutkan, penularan diakibatkan oleh bahan baku APD dianggap tak memenuhi ketentuan standar WHO, sehingga mudah ditembus Covid-19.
"Baru-baru ini tenaga medis di Surabaya, kita sangat prihatin. Kami ingin mensupport pemerintah dalam menangani Covid-19 dengan potensi yang kami miliki," ungkapnya. (Baca Juga: 3 Cewek Indonesia Go International, Salah Satunya Niki Zefanya
Dilanjutkan Satrio, konsorsium yang dimilikinya merumuskan falsafah Pancasila sebagai ruh perusahaan. Dengan demikian, perusahaan tidak semata-mata hanya bergerak mencari profit bisnis, melainkan yang utama adalah menularkan energi Pancasila dan membumikannya di nusantara.
"Kami rumuskan nilai perusahaan kami adalah pancasila, sehingga kami bisa memberikan sumbangan semangat. Nilai perusahaan itu adalah, pertama energi pancasila, kedua profit, dan ketiga adalah teknologi," jelasnya. ( )
Dia juga mengusulkan agar pemerintah bisa memertimbangkan pengadaan APD berkualitas WHO dengan harga terjangkau. Karena yang beredar sekarang ini, dijual dengan harga selangit. Itu sebabnya, kata dia, peluang ekspor harus mengutamakan pula kebutuhan dalam negeri.
"Karena rata-rata harganya tinggi, ada juga yang sangat rendah itu biasanya impor dari tiongkok atau Korea. Tentu kita ingin menyelamatkan para tenaga medis, kita sudah diskusikan juga dengan IDI (Ikatan Dokter Indonesia), tentang pemenuhan APD yang berkualitas itu. Karena jika tidak, korban dari tenaga medis kita akan terus berjatuhan," ucapnya.
Produksi APD oleh konsorsium ini melibatkan pula kerjasama dengan PT Braga Teknologi Nusantara dalam menciptakan aplikasi Indonesia bertahan (Intan). Aplikasi itu mampu menginformasikan serta membaca sebaran Covid-19 di lingkungan sekitar.
Hal itu dijelaskan Chief Operating Officer (COO) PT EKI, Farizan Fajari (22). Menurut dia, aplikasi Intan dapat didownload di Appstore dan sangat berfungsi mengurangi rentetan penyebaran Covid-19. Sejumlah UMKM pun dilibatkan dalam pengembangan aplikasi tersebut.
"Nantinya Intan ini adalah untuk men-generik big data, big data untuk apa? untuk mengetahui informasi data-data yang berhubungan dengan Corona, misalkan di mana lokasi yang positif, di mana yang ODP dan PDP. Ketika sudah didownload, maka jika kita berada pada radius beberapa meter dari orang tersebut, maka ada notifikasinya," tutur Farizan yang saat ini tengah mengambil gelar S3 di Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) UI.
Disampaikan dia, perbedaan aplikasi Intan dengan aplikasi Covid-19 lainnya adalah terletak pada perizinan yang dikantongi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). "Selain berfungsi bagi masyarakat, tapi juga bagi UMKM kecil. Aplikasi ini sudah mengantongi izin dan melalui proses verifikasi dari OJK," katanya.
PT EKI sendiri merupakan konsorsium yang bergerak dalam pengembangan energi. Namun sejak wabah Covid-19 melanda, konsorsium ini mengalihkan sebagian fokusnya guna membantu pemerintah memenuhi kebutuhan APD bagi tenaga medis.
Tercatat, APD yang disalurkan bagi Kementerian Kesehatan telah mencapai sekira 3,3 juta set. Kerjasama itu tertuang dalam surat pemesanan Kemenkes No KK.02.01/1/460/2020 tertanggal 28 Maret 2020. Barang baku yang digunakan berasal dari Korea Selatan dengan spesifikasi standar WHO.
Bisnis yang digeluti konsorsium PT EKI sangat berkembang pesat, pada tahun ini saja proyeksi pembukuan keuangan perusahaan mencapai sekira Rp1 triliun dari produksi APD. Meski memiliki nilai fantastis, transparansi penggunaan anggaran tetap diawasi ketat dan profesional.
"Kami memproyeksikan untuk tahun ini pembukuan Rp1 triliun dari proyek APD tersebut. Selain itu, kami disini mempunyai sistem yang cukup transparan, jadi aman, termonitor, transparan. Karena kami kebanyakan generasi milenial, maka posisi kami melengkapi para direksi yang lain, dengan pemikiran kami sebagai anak-anak muda," kata Chief Financial Officer (CFO) PT EKI, Farahiyah Adzani (21).
Namun begitu, ekspor bisa terlaksana jika Peraturan Menteri Perdagangan (Mendag) Nomor 23 Tahun 2020 tentang Larangan Sementara Ekspor Antiseptik, Bahan Baku Masker, Alat Pelindung Diri, dicabut. ( )
Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita sebelumnya telah meminta Mendag Agus Suparmanto untuk mencabut larangan ekspor masker dan APD. Kebijakan harus direvisi mengingat, adanya over supply atau kelebihan pasokan masker dan APD yang diproduksi industri dalam negeri.
Rencana pembukaan keran ekspor bagi APD, dianggap hal positif guna mengatasi penumpukan hasil produksi di dalam negeri. Namun di sisi lain, ekspor tersebut dianggap justru berisiko bilamana ternyata kebutuhan APD bagi tenaga medis di Indonesia belum mencukupi. ( )
"Berapa banyak tenaga medis yang butuh APD itu, kita tidak punya data detil berapa banyak dokter yang dilibatkan menangani Covid-19, berapa banyak kebutuhan APD bagi tenaga medis, sudah berapa yang tersebar, di mana saja. Jadi menurut saya, sebelum kita buka ekspor itu sudah sepantasnya kita masing-masing daerah punya stok dulu," terang Direktur Utama PT Energi Kita Indonesia (EKI) Satrio Wibowo, usai rapat Pra-RUPS, Selasa 16 Juni 2020.
"Jika kebutuhan dalam negeri sudah aman, tercukupi, maka silakan saja segera melepas ekspor APD berstandar WHO itu. Namun jika masih banyak ketimpangan soal APD berkualitas, sebaiknya jangan diekspor terlebih dahulu, karena kita masih banyak bergantung dengan Korea dan Tiongkok," imbuh Satrio.Dia pun menuturkan rasa empati atas banyaknya tenaga medis yang justru tertular virus saat menangani pasien Covid-19. Padahal mereka telah dilengkapi APD. Disebutkan, penularan diakibatkan oleh bahan baku APD dianggap tak memenuhi ketentuan standar WHO, sehingga mudah ditembus Covid-19.
"Baru-baru ini tenaga medis di Surabaya, kita sangat prihatin. Kami ingin mensupport pemerintah dalam menangani Covid-19 dengan potensi yang kami miliki," ungkapnya. (Baca Juga: 3 Cewek Indonesia Go International, Salah Satunya Niki Zefanya
Dilanjutkan Satrio, konsorsium yang dimilikinya merumuskan falsafah Pancasila sebagai ruh perusahaan. Dengan demikian, perusahaan tidak semata-mata hanya bergerak mencari profit bisnis, melainkan yang utama adalah menularkan energi Pancasila dan membumikannya di nusantara.
"Kami rumuskan nilai perusahaan kami adalah pancasila, sehingga kami bisa memberikan sumbangan semangat. Nilai perusahaan itu adalah, pertama energi pancasila, kedua profit, dan ketiga adalah teknologi," jelasnya. ( )
Dia juga mengusulkan agar pemerintah bisa memertimbangkan pengadaan APD berkualitas WHO dengan harga terjangkau. Karena yang beredar sekarang ini, dijual dengan harga selangit. Itu sebabnya, kata dia, peluang ekspor harus mengutamakan pula kebutuhan dalam negeri.
"Karena rata-rata harganya tinggi, ada juga yang sangat rendah itu biasanya impor dari tiongkok atau Korea. Tentu kita ingin menyelamatkan para tenaga medis, kita sudah diskusikan juga dengan IDI (Ikatan Dokter Indonesia), tentang pemenuhan APD yang berkualitas itu. Karena jika tidak, korban dari tenaga medis kita akan terus berjatuhan," ucapnya.
Produksi APD oleh konsorsium ini melibatkan pula kerjasama dengan PT Braga Teknologi Nusantara dalam menciptakan aplikasi Indonesia bertahan (Intan). Aplikasi itu mampu menginformasikan serta membaca sebaran Covid-19 di lingkungan sekitar.
Hal itu dijelaskan Chief Operating Officer (COO) PT EKI, Farizan Fajari (22). Menurut dia, aplikasi Intan dapat didownload di Appstore dan sangat berfungsi mengurangi rentetan penyebaran Covid-19. Sejumlah UMKM pun dilibatkan dalam pengembangan aplikasi tersebut.
"Nantinya Intan ini adalah untuk men-generik big data, big data untuk apa? untuk mengetahui informasi data-data yang berhubungan dengan Corona, misalkan di mana lokasi yang positif, di mana yang ODP dan PDP. Ketika sudah didownload, maka jika kita berada pada radius beberapa meter dari orang tersebut, maka ada notifikasinya," tutur Farizan yang saat ini tengah mengambil gelar S3 di Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) UI.
Disampaikan dia, perbedaan aplikasi Intan dengan aplikasi Covid-19 lainnya adalah terletak pada perizinan yang dikantongi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). "Selain berfungsi bagi masyarakat, tapi juga bagi UMKM kecil. Aplikasi ini sudah mengantongi izin dan melalui proses verifikasi dari OJK," katanya.
PT EKI sendiri merupakan konsorsium yang bergerak dalam pengembangan energi. Namun sejak wabah Covid-19 melanda, konsorsium ini mengalihkan sebagian fokusnya guna membantu pemerintah memenuhi kebutuhan APD bagi tenaga medis.
Tercatat, APD yang disalurkan bagi Kementerian Kesehatan telah mencapai sekira 3,3 juta set. Kerjasama itu tertuang dalam surat pemesanan Kemenkes No KK.02.01/1/460/2020 tertanggal 28 Maret 2020. Barang baku yang digunakan berasal dari Korea Selatan dengan spesifikasi standar WHO.
Bisnis yang digeluti konsorsium PT EKI sangat berkembang pesat, pada tahun ini saja proyeksi pembukuan keuangan perusahaan mencapai sekira Rp1 triliun dari produksi APD. Meski memiliki nilai fantastis, transparansi penggunaan anggaran tetap diawasi ketat dan profesional.
"Kami memproyeksikan untuk tahun ini pembukuan Rp1 triliun dari proyek APD tersebut. Selain itu, kami disini mempunyai sistem yang cukup transparan, jadi aman, termonitor, transparan. Karena kami kebanyakan generasi milenial, maka posisi kami melengkapi para direksi yang lain, dengan pemikiran kami sebagai anak-anak muda," kata Chief Financial Officer (CFO) PT EKI, Farahiyah Adzani (21).
(mhd)