Cerita Soeharto soal Siasat Serangan Umum 1 Maret 1949

Kamis, 17 Maret 2022 - 05:30 WIB
loading...
Cerita Soeharto soal Siasat Serangan Umum 1 Maret 1949
Letkol Soeharto berhasil meyakinkan Panglima Besar Jenderal Sudirman untuk kembali ke IBu Kota Yogyakarta setelah Serangan Umum 1 Maret 1949. Foto/flickr.com
A A A
JAKARTA - Serangan Umum 1 Maret 1949 dianggap sebagai tonggak penting atas kukuhnya eksistensi Republik Indonesia yang merdeka pada 17 Agustus 1945. Sukses TNI menduduki Yogyakarta selama enam jam membuat Belanda bertekuk lutut dan mengakui kedaulatan Indonesia.

Peristiwa itulah yang dijadikan latar belakang diterbitkannya Keputusan Presiden Nomor 2/2022 tentang Hari Penegakan Kedaulatan Negara. Keppres ini menuai polemik lantaran tidak dicantumkannya nama Soeharto sebagai salah satu tokoh penting serta masuknya Soekarno-Hatta sebagai pimpinan nasional yang menyetujui serangan tersebut.

Namun, terlepas dari kontroversinya, Soeharto dalam beberapa kesempatan pernah mengungkapkan bagaimana serangan umum itu dilakukan. Dia mempersiapkannya sejak lama setelah Belanda melancarkan Agresi Militer II pada 19 Desember 1948. Akibat agresi itu, Ibu Kota Yogyakarta jatuh. Bung Karno, Bung Hatta, serta Haji Agus Salim ditangkap dan ditahan.



Menurut Soeharto, jatuhnya ibu kota negara menimbulkan kekecewaan yang sangat mendalam bagi rakyat dan TNI, termasuk dirinya sendiri. Tetapi Soeharto sadar tidak boleh terus larut dalam kekecewaan. Akhirnya, sebagai Komandan Brigade 10/Wehrkreise III memutuskan untuk membalas agresi Belanda tersebut. ”Satu-satunya jalan adalah konsolidasi internal,” kata Soeharto di hadapan para purnawirawan TNI dalam sebuah video di akun Youtube HM Soeharto, dikutip Rabu (16/3/2022).

Mulailah Soeharto melakukan komunikasi dengan seluruh satuan TNI yang tersebar di Yogyakarta dan sekitarnya secara sembunyi-sembunyi. Setelah sekitar seminggu berjalan, Soeharto akhirnya bisa mengonsolidasikan kekuatan pasukan TNI untuk mempersiapkan serangan balasan atas agresi Belanda.

Untuk memudahkan memperlancar penyerangan, Soeharto menunjuk empat komandan sektor. Mayor Ventje Sumual untuk sektor barat, Mayor Sardjono untuk sektor selatan dan timur dipimpin, Mayor Kusno untuk sektor utara. Sementara sektor kota dipimpin Letnan Amir Murtono dan Letnan Marsudi yang ditunjuk kemudian

Kepada setiap komandn sektor, Soeharto menugaskan empat hal. ”Konsolidasi. Semua pasukan harus di bawah komando, melakukan serangan kepada musuh yang ada di wilayahnya, melakukan pencegatan daripada musuh yang bergerak di wilayahnya, melakukan penyelidikan ke kota untuk mempersiapkan serangan umum, lalu tunggu perintah,” tutur Soeharto.

Cerita Soeharto soal Siasat Serangan Umum 1 Maret 1949

Foto/flickr.com

Setelah merasa cukup, Soeharto memerintahkan semua sektor untuk membuat rencana serangan balasan yang pertama. Soeharto sendiri menentukan waktunya pada 30 Desember 1948 malam. Perintah dikomunikasikan lewat jalur darat melalui kurir. ”Pengawal-pengawal saya sebar kembali untuk segera menyampaikan perintah,” kata Soeharto berjuluk The Smiling General itu.

Meskipun pada 30 Desember 1949 pagi Belanda menyerang dan akhirnya menguasai Bantul, Soeharto bergeming. Rencana serangan balasan yang pertama tetap dilanjutkan. ”Alhamdulillah bisa berhasil, serangan pada tanggal 30 malam 31 sebagai hadiah tahun baru buat Belanda sekaligus meningkatkan kepercayaan kita. Kita mampu,” terang dia.

Serangan-serangan di setiap sektor dilanjutkan setelah pergantian tahun. Menurut Soeharto, pasukannya melakukan serangan berikutnya pada 9 Januari, 16 Januari dan 4 Februari 1949. Seluruh serangan dilakukan mendadak pada malam hari. Sukses melancarkan serangan tersebut telah mengangkat moral TNI dan kepercayaan rakyat. Tetapi apa yang dilakukan TNI tersebut dipandang sebelah mata oleh Belanda.

Melalui radio, Soeharto mendengar perdebatan di Dewan Keamanan PBB mengenai Indonesia yang dianggap Soeharto menunjukkan kesombongan Belanda. Di PBB, Belanda mengatakan Republik Indonesia sudah tidak ada, presiden dan wakil presiden ditangkap. "Lalu mengatakan ekstrimis, bukan TNI, tapi ekstrimis kocar-kacir, sudah tidak ada lagi. Wah, sombong sekali Belanda. Jadi kita mengadakan serangan dari 30 Desember sampai 4 Februari itu tidak dianggap,” kata Soeharto.

Klaim Belanda tersebut membuat para diplomat kesulitan meyakinkan dunia internasional bahwa Indonesia masih eksis. Karena itu, Soeharto berpikir satu-satunya jalan adalah melancarkan serangan pada siang hari. Serangan ini bukan bertujuan melumpuhkan militer Belanda tetapi semata-mata memberikan dukungan politik untuk para diplomat Indonesia di PBB serta dorongan psikologis untuk membangkitkan perlawanan di daerah-daerah lain.

”Walau pun hanya dua jam, kita harus kuasai Yogyakarta. Saya perhitungkan kita mampu. Kenapa? Lha kita sudah melakukan serangan berulang-ulang pada malam hari, tinggal kita alihkan pada siang hari saja. Kita harus masuk lalu menduduki, saya katakan setidak-tidaknya dua jam,” ujar pria kelahiran Dusun Kemusuk, Desa Argomulyo, Kecamatan Sedayu, Bantul ini.

Cerita Soeharto soal Siasat Serangan Umum 1 Maret 1949

Foto/flickr.com

Setelah meyakini rencana serangan umum pasti berhasil, tiba-tiba benak Soeharto tersentak. Sejenak dia ragu dan khawatir. Dia melihat serangan umum tersebut tidak hanya membawa impact politis yang positif bagi diplomasi Indonesia. Namun, serangan itu bisa membawa efek samping yang buruk untuk rakyat.

Ketika TNI sudah mundur dari Yogyakarta, Belanda bisa jadi melampiaskan kekesalan dan marah dengan menyerang dan membakar kampung-kampung. ”Yang saya takutkan satu, simpati rakyat yang sudah membesar akan mbalik (berbalik) menjadi antipati,” kata Soeharto.

Tak ingin kekhawatiran itu menjadi kenyataan, Soeharto memutar otak untuk menemukan strategi dan cara untuk mencegahnya. Soeharto akhirnya punya solusi, yaitu membuat Belanda sibuk sehingga tak sempat melakukan serangan balik. Caranya dengan menyerang pos-pos Belanda di luar Yogyakarta lebih dulu. Dengan cara ini Belanda akan berkonsentrasi di luar wilayah. Begitu Yogyakarta diserang Belanda tak punya cukup waktu untk konsolidasi dan melakukan serangan balik.



Soeharto menunjuk dua kompi untuk menjalankan rencana tersebut. Dipimpin sendiri oleh Soeharto, dua kompi pasukan itu pun bergerak untuk menyerang pos-pos Belanda di luar Yogyakarta. ”Ini adalah siasat untuk mensukseskan Serangan Umum 1 Maret agar dampaknya tidak ada balasan kepada rakyat,” ujar Soeharto.

Sejarah lalu mencatat, pada 1 Maret 1949 TNI menyerang Belanda pada pagi hari dan berhasil menguasai Yogyakarta lalu meninggalkan kota itu pada siang harinya. Sukses TNI menguasai Yogya pun tersebar ke dunia internasional melalui radio. Moral TNI, rakyat, juga diplomat di PBB naik pada level tertinggi. Mau tak mau, Belanda dengan berat hati harus meninggalkan Indonesia.

Secara pribadi, Serangan Umum 1 Maret juga melambungkan nama Soeharto. Bahkan, Panglima Besar Jenderal Soedirman memberikan pujian kepada Soeharto. ”Dalam surat kepada AH Nasution, Pak Dirman mengungkapkan kegembiraannya atas Serangan Umum 1 Maret dan menyebut Pak Harto sebagai bunga pertempuran daam serangan umum tersebut,” ujar politikus Partai Gerindra Fadli Zon dalam diskusi daring yang diselenggarakan MN KAHMI, Minggu (13/3/220).
(muh)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1149 seconds (0.1#10.140)