Waspadai Terorisme di Aparatur Negara

Rabu, 16 Maret 2022 - 14:26 WIB
loading...
Waspadai Terorisme di Aparatur Negara
Jaringan teroris justru menyelinap makin rapi di sekitar kita. Tak hanya masuk ke jajaran birokrasi negara, namun juga menyusup ke petugas medis seperti dokter dan perawat. (KORAN SINDO/Wawan Bastian)
A A A
DENSUS 88/Antiteror Polri kembali menangkap beberapa tersangka terorisme di wilayah Tangerang, Banten, kemarin pagi. Penangkapan ini menjadi tak biasa. Sebab, satu di antara tersangka yang dibekuk, yakni TO, adalah seorang pegawai negeri sipil (PNS) yang bertugas di Dinas Pertanian Kabupaten Tangerang.

Di jaringan terorisme Indonesia TO ternyata bukan sembarang orang. Dia diketahui menjabat sekretaris dan bendahara bidang bayan, Provinsi Banten sekaligus anggota teritorial wilayah Tangerang Raya. TO juga disebut-sebut memiliki pengaruh kuat karena berhak mengajukan nama-nama yang bisa masuk dalam organisasi Jamaah Islamiyah (JI).

Penangkapan TO menjadi bukti bahwa jaringan terorisme di Indonesia kini benar-benar telah menyeruak ke berbagai lini. Fenomena ini tentu sangat beda dibandingkan era dua dasawarsa silam, ketika aksi-aksi teroris mulai marak di Tanah Air. Kala itu para pelaku umumnya masih terkoneksi kuat dengan jaringan internasional seperti di Afganistan.

Tertangkapnya TO ini saatnya menjadi alarm bersama. Semua elemen bangsa harus memiliki kesadaran bahwa situasi di aparatur negara kita sejatinya tidak sedang sepenuhnya aman. Merujuk keterangan polisi, TO bukanlah PNS pertama yang terdeteksi berafiliasi ke jaringan terorisme. Sebelumnya sudah ada 14 narapidana serupa yang memiliki background sebagai abdi negara.

Situasi ini tentu membuat kita prihatin sekaligus perlu meningkatkan kewaspadaan. Ada beberapa hal yang mendasari kuat mengapa kita tidak boleh ”anteng-anteng saja” melihat fenomena ini. Pertama, fenomena TO jelas sebuah ”gunung es”. TO dan belasan PNS yang telah diciduk Densus Antiteror selama ini merupakan aktor kuat jaringan terorisme Indonesia. Di luar itu, masih ada banyak PNS yang sesungguhnya memiliki ideologi serupa.

Tak hanya di level aparat sipil, paham terorisme ini juga diketahui telah masuk di unsur kepolisian dan militer. Pada November 2021, misalnya, seperti diungkapkan Sekretaris Badan Penanggulangan Ekstremisme dan Terorisme Majelis Ulama Indonesia (MUI) M Najih Arromadloni, setidaknya ada 30 personel TNI/Polri yang terlibat teror. Ini jelas fakta yang membuat kita makin waspada. Sikap makin waspada juga perlu ditingkatkan karena diketahui jumlah aparat negara yang belum terlibat aktif namun sudah terpapar ideologi terorisme diduga jumlahnya sangat banyak. Sangat mungkin mencapai ribuan.

Kedua, penganut paham terorisme rawan menggunakan fasilitas negara. Karena berstatus sebagai aparatur negara, jelas sangat mungkin para PNS atau aparat yang terpapar paham terorisme memanfaatkan sumber daya milik negara untuk tujuan dan kepentingan mereka. Langkah mereka jelas sangat tak bisa dibenarkan karena kontraproduktif dengan tujuan negara. Mereka memanfaatkan uang rakyat, tetapi justru berupaya merongrong keutuhan bangsa.

Melihat kenyataan ini, Densus 88 perlu lebih jeli untuk merunut dan mendeteksi perkembangan jaringan terorisme di aparatur negara. Langkah ini juga membutuhkan aksi kolektif dan kolaboratif. Semua sepakat jangan sampai negara ini dipermainkan oleh oknum-oknum yang justru ingin merusak keutuhan bangsa.

Di sisi lain, agar memberikan efek jera, aparatur negara yang terbukti terlibat pada jaringan terlarang ini perlu diberi sanksi sangat berat. Sanksi berat adalah sebuah konsekuensi karena mereka sebelumnya telah disumpah dan bekerja dengan mendapat upah dari uang rakyat. Hal yang lebih penting dari itu, upaya preventif juga terus diperkuat seperti skrining yang ketat ketika tahap rekrutmen PNS. Tak hanya pada saat masuk, upaya menanamkan deradikalisasi juga terus rutin ditanamkan saat mereka sudah bekerja secara berkelanjutan.

Sekali lagi penangkapan TO ini makin menyadarkan kita bersama jaringan terorisme tidaklah benar-benar mati, meski sebagian aktornya telah tiada dan sebagian lain berada di jeruji penjara. Kini, jaringan teroris justru menyelinap makin rapi di sekitar kita. Tak hanya masuk ke jajaran birokrasi negara, namun juga menyusup ke petugas medis seperti dokter dan perawat. Tak mengherankan penangkapan dokter Sunardi di Sukoharjo pekan lalu sempat membuat publik terkaget-kaget dan terpana. Kuncinya, kita jangan mudah terlena, tapi harus waspada.
(bmm)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1231 seconds (0.1#10.140)