Kisah Nikolay Petrov: Intel Rusia Mahir Berbahasa Jawa, Terlibat Proyek 055 di Surabaya
loading...
A
A
A
Satsus Intel menjuluki para intel Soviet itu sebagai Gatot, sebuah nama umum di Jawa. Operasi untuk mengawasi mata-mata negara komunis itu pun gencar dilakukan. Kendati beberapa pejabat intel Soviet dianggap kurang profesional, kata Ken, namun mereka harus diakui sebagai lawan tangguh.
Yang paling dianggap berbahaya yakni Oleg Brykin. Sekretaris Kedua Kedubes berbadan gempal itu selama hampir satu dekade mempelajari Bahasa Inggris. Pada 1970, Satsus Intel mencurigai dia berhasil merekrut dua orang Kedutaan Inggris di Indonesia, yakni seorang konselor dan sekretaris.
Pada pertengahan 1972, datang seorang kapten GRU berusia 33 tahun ke Indonesia. Nikolay Grigoryevich Petrov, namanya. Petrov, anak bungsu dari empat bersaudara dari keluarga Petani di Moskow memilih bergabung dengan militer pada 1959.
Penempatan pertamanya di resimen tank. Tiga tahun berikutnya dia mendaftarkan diri pada program khusus Bahasa Indonesia di sekolah bahasa militer. Petrov menorehkan prestasi sebagai ahli bahasa.
“Pada 1967 sesudah lima tahun belajar Bahasa Indonesia secara intensif, dia ditempatkan sebagai juru bahasa pada Proyek 055,” tutur Ken.
Proyek 055 ini berada di Surabaya. Proyek ini, kata Ken, berfungsi memantau pemberian sisa bantuan Soviet kepada Angkatan Laut Indonesia. Asal tahu, meski Orde Baru lebih berpihak kepada Barat, faktanya Soviet tetap memberikan bantuan kepada militer Indonesia.
Ken tak menjelaskan rinci tentang Proyek 055. Namun kemungkinan yang dimaksud yakni pembelian kapal penjelajah kelas Sverdlov buatan Soviet oleh Indonesia. Kapal itu semula dinamai Ordzhonikidze 310, merujuk pada Menteri Industri Berat era Stalin, Grigory "Sergo" Ordzhonikidze.
Oleh Pakta Pertahanan Atlantik Utara atau NATO, kapal ini diidentifikasi sebagai Object 055. Kapal dibeli Pemerintah Indonesia pada 1962 untuk Operasi Trikora demi merebut Irian Barat (Papua).
Dua tahun setelah itu, Petrov ditarik untuk berkantor di Kedutaan Soviet di Jakarta. Oleh Atase Militer, dia dijadikan juru bahasa mengingat kemahirannya berbahasa Indonesia, juga mengusai bahasa Jawa pasaran (jawa ngoko/kasar).
Yang paling dianggap berbahaya yakni Oleg Brykin. Sekretaris Kedua Kedubes berbadan gempal itu selama hampir satu dekade mempelajari Bahasa Inggris. Pada 1970, Satsus Intel mencurigai dia berhasil merekrut dua orang Kedutaan Inggris di Indonesia, yakni seorang konselor dan sekretaris.
Pada pertengahan 1972, datang seorang kapten GRU berusia 33 tahun ke Indonesia. Nikolay Grigoryevich Petrov, namanya. Petrov, anak bungsu dari empat bersaudara dari keluarga Petani di Moskow memilih bergabung dengan militer pada 1959.
Penempatan pertamanya di resimen tank. Tiga tahun berikutnya dia mendaftarkan diri pada program khusus Bahasa Indonesia di sekolah bahasa militer. Petrov menorehkan prestasi sebagai ahli bahasa.
“Pada 1967 sesudah lima tahun belajar Bahasa Indonesia secara intensif, dia ditempatkan sebagai juru bahasa pada Proyek 055,” tutur Ken.
Proyek 055 ini berada di Surabaya. Proyek ini, kata Ken, berfungsi memantau pemberian sisa bantuan Soviet kepada Angkatan Laut Indonesia. Asal tahu, meski Orde Baru lebih berpihak kepada Barat, faktanya Soviet tetap memberikan bantuan kepada militer Indonesia.
Ken tak menjelaskan rinci tentang Proyek 055. Namun kemungkinan yang dimaksud yakni pembelian kapal penjelajah kelas Sverdlov buatan Soviet oleh Indonesia. Kapal itu semula dinamai Ordzhonikidze 310, merujuk pada Menteri Industri Berat era Stalin, Grigory "Sergo" Ordzhonikidze.
Oleh Pakta Pertahanan Atlantik Utara atau NATO, kapal ini diidentifikasi sebagai Object 055. Kapal dibeli Pemerintah Indonesia pada 1962 untuk Operasi Trikora demi merebut Irian Barat (Papua).
Dua tahun setelah itu, Petrov ditarik untuk berkantor di Kedutaan Soviet di Jakarta. Oleh Atase Militer, dia dijadikan juru bahasa mengingat kemahirannya berbahasa Indonesia, juga mengusai bahasa Jawa pasaran (jawa ngoko/kasar).