Kisah Nikolay Petrov: Intel Rusia Mahir Berbahasa Jawa, Terlibat Proyek 055 di Surabaya

Sabtu, 12 Maret 2022 - 07:45 WIB
loading...
Kisah Nikolay Petrov:...
Nikolay Petrov lahir dari keluarga petani di Moskow. Foto/ist
A A A
JAKARTA - Setelah Orde Lama berakhir, salah satu perhatian utama Satuan Khusus Intelijen (Satsus Intel) terpusat pada Uni Soviet. Setelah pergolakan 1965, Soviet dinilai hendak mengisi kekosongan pengaruh atas komunis di Indonesia setelah sebelumnya PKI condong ke Beijing.

Satsus Intel merasa perlu memata-matai Soviet, termasuk siapa saja pejabat mereka yang ditugaskan di Indonesia. Pada awal 1967, Kepala Opsus Ali Moertopo bahkan disebut telah menerima laporan bahwa para diplomat Soviet yang bertugas di Surabaya menjalin kontak dengan anggota PKI bawah tanah di Jawa Timur.

“Mengikuti jejak aktivitas Soviet (kini Rusia) di Indonesia ternyata lebih sulit dari yang dikira. Jumlah keseluruhan mereka rupanya sungguh luar biasa. Biasanya, tak kurang dari 140 keluarga Soviet berada di Indonesia,” kata Ken Conboy dalam buku ‘Intel: Menguak Tabir Dunia Intelijen Indonesia’ dikutip pada Sabtu (12/3/2022).



Ken dikenal sebagai penulis buku-buku tentang militer dan operasi intelijen di Asia. Pernah bekerja sebagai country manager dari risk management advisory, sebuah perusahaan konsultan keamanan di Jakarta, Ken juga tercatat pernah menjadi deputy director dari Asian Studies Center, sebuah lembaga think tank di Washington, Amerika Serikat.

Menurut Ken, orang-orang Soviet di Indonesia tersebar tidak hanya mereka yang bertugas di kantor kedutaan besar maupun konsulat semacam di Banjarmasin, Medan, dan Surabaya. Namun ada pula di pusat kebudayaan, kantor kerja sama ekonomi, Aeroflot (perwakilan perusahaan penerbangan), hingga Moroflot, perusahaan pelayaran. Dari semua itu, yang diyakini terlibat spionase sekitar 60 orang.

“Dari jumlah itu, anggota KGB (dinas intelijen sipil Soviet) melebihi jumlah GRU (direktorat intelijen utama/badan intelijen militer Rusia) dengan rasio dua berbanding satu,” tuturnya.



Lebih rumit lagi, para mata-mata Soviet itu sudah mempersiapkan diri dalam tugasnya. Banyak di antara mereka yang telah belajar Bahasa Indonesia bertahun-tahun, bahkan telah berulang kali tugas di Indonesia.

Kedatangan Nikolay Petrov

Satsus Intel menjuluki para intel Soviet itu sebagai Gatot, sebuah nama umum di Jawa. Operasi untuk mengawasi mata-mata negara komunis itu pun gencar dilakukan. Kendati beberapa pejabat intel Soviet dianggap kurang profesional, kata Ken, namun mereka harus diakui sebagai lawan tangguh.

Yang paling dianggap berbahaya yakni Oleg Brykin. Sekretaris Kedua Kedubes berbadan gempal itu selama hampir satu dekade mempelajari Bahasa Inggris. Pada 1970, Satsus Intel mencurigai dia berhasil merekrut dua orang Kedutaan Inggris di Indonesia, yakni seorang konselor dan sekretaris.

Pada pertengahan 1972, datang seorang kapten GRU berusia 33 tahun ke Indonesia. Nikolay Grigoryevich Petrov, namanya. Petrov, anak bungsu dari empat bersaudara dari keluarga Petani di Moskow memilih bergabung dengan militer pada 1959.



Penempatan pertamanya di resimen tank. Tiga tahun berikutnya dia mendaftarkan diri pada program khusus Bahasa Indonesia di sekolah bahasa militer. Petrov menorehkan prestasi sebagai ahli bahasa.

“Pada 1967 sesudah lima tahun belajar Bahasa Indonesia secara intensif, dia ditempatkan sebagai juru bahasa pada Proyek 055,” tutur Ken.

Proyek 055 ini berada di Surabaya. Proyek ini, kata Ken, berfungsi memantau pemberian sisa bantuan Soviet kepada Angkatan Laut Indonesia. Asal tahu, meski Orde Baru lebih berpihak kepada Barat, faktanya Soviet tetap memberikan bantuan kepada militer Indonesia.

Ken tak menjelaskan rinci tentang Proyek 055. Namun kemungkinan yang dimaksud yakni pembelian kapal penjelajah kelas Sverdlov buatan Soviet oleh Indonesia. Kapal itu semula dinamai Ordzhonikidze 310, merujuk pada Menteri Industri Berat era Stalin, Grigory "Sergo" Ordzhonikidze.

Oleh Pakta Pertahanan Atlantik Utara atau NATO, kapal ini diidentifikasi sebagai Object 055. Kapal dibeli Pemerintah Indonesia pada 1962 untuk Operasi Trikora demi merebut Irian Barat (Papua).

Dua tahun setelah itu, Petrov ditarik untuk berkantor di Kedutaan Soviet di Jakarta. Oleh Atase Militer, dia dijadikan juru bahasa mengingat kemahirannya berbahasa Indonesia, juga mengusai bahasa Jawa pasaran (jawa ngoko/kasar).

Pada 1969 Petrov kembali ke Moskow. Dia lantas mengikuti kursus intelijen selama delapan bulan dan setelahnya dipromosikan sebagai letnan. Petrov ditunjuk untuk bertugas lagi di Biro Indonesia, markas GRU.

GRU atau Glavnoje Razvedyvatelnoje Upravlenije (Direktorat Intelijen Utama) merupakan badan intelijen terbesar Rusia. Badan ini memiliki enam kali jumlah agen di luar negeri dibandingkan dengan SVR, yang merupakan penerus dari KGB. Badan ini juga memiliki 25.000 anggota Spetsnaz atau Pasukan Khusus pada 1997.

“Sebuah laporan untuk Kongres AS menggambarkan GRU sebagai ‘organisasi besar, ekspansif, dan kuat’ tetapi sangat sedikit yang diketahui secara pasti tentang ukuran dan operasinya. Hanya ada penyebutan singkat tentang perannya sebagai badan intelijen asing di situs web kementerian pertahanan Rusia -- ia tidak memiliki situs web sendiri,” tulis laporan BBC.

Perjalanan karier Petrov di Indonesia tak berakhir mulus. Karena kalah judi mesin jackpot di Menteng, dia kehilangan uang sangat banyak. Mengingat punya akses brankas besi di kantor atase militer Soviet, dia mengambil uang Rp350.000 milik kantor dan menggunakannya lagi untuk berjudi. Sial, dia kalah lagi.

Akhir yang buruk ketika dia akhirnya terlibat pula keributan karena pengaruh alkohol. Khawatir atas ulahnya sendiri, keesokan harinya ketika kondisi membaik, dia menyelinap pergi ke Atase Angkatan Laut Amerika minta suaka politik yang segera dikabulkan.

“Petrov kemudian diterbangkan ke Washington DC dan setelah mendapat identitas baru dia ditempatkan di Virginia. Dengan nama sandi Houdini, dia terbukti menjadi salah satu agen pembelot GRU yang paling produktif pada waktu itu,” kata Ken.
(rca)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1270 seconds (0.1#10.140)