Harga Bahan Pokok Meroket, Ini Rekomendasi KPK untuk Pemerintah
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sejumlah bahan pokok mengalami kenaikan harga beberapa waktu belakangan ini. Masyarakat mengeluhkan naiknya harga cabai, minyak goreng, hingga gula pasir baik di pasar tradisional maupun modern. Daging sapi, kedelai, hingga LPG non subsidi juga turut mengalami kenaikan.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turut memantau kenaikan harga-harga tersebut. KPK mewanti-wanti sejumlah kementerian di antaranya Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian) hingga Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk melakukan langkah-langkah perbaikan dalam rangka menstabilkan harga barang, terutama bahan-bahan pokok di pasaran.
"KPK mendukung untuk diimplementasikannya langkah-langkah perbaikan oleh kementerian/lembaga terkait untuk bersama-sama mewujudkan dan mengintegrasikan Neraca Komoditas dengan Sistem Nasional Neraca Komoditas (Snank)," kata Plt Juru Bicara bidang Pencegahan KPK, Ipi Maryati Kuding melalui keterangan resminya, Rabu (9/3/2022).
Saat ini, Ipi mendapat laporan bahwa Neraca Komoditas telah diterapkan untuk lima komoditas. Kelima komoditas itu meliputi beras, gula, garam, daging dan ikan. Namun, KPK meminta agar pemerintah mengintegrasikan sistem data dari hulu hingga hilir mulai dari perizinan tambang, rencana penjualan, verifikasi penjualan, hinga pembayaran PNBP dan ekspor.
"Selama belum terwujud integrasi tersebut, KPK merekomendasikan agar kementerian atau lembaga terkait melakukan langkah awal perbaikan," katanya.
KPK merekomendasikan kepada Kemenko Perekonomian untuk menyusun dan menetapkan neraca komoditas hortikultura. Kemudian, Kemenko Perekonomian juga diminta melakukan evaluasi pelaksanaan kebijakan wajib tanam bersama Kementerian Pertanian (Kementan).
Sedangkan Kementerian Pertanian, diminta untuk mempertegas acuan data dan optimalisasi peran Badan Karantina dalam penerbitan dokumen Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH); melakukan evaluasi dan menyusun kebijakan standar penerbitan RIPH; meningkatan transparansi dalam pelayanan penerbitan RIPH.
Selanjutnya, Kementan juga diminta KPK untuk menyusun dan menetapkan proses bisnis yang mampu menggambarkan peran dari tiap entitas yang terlibat dalam penerbitan RIPH serta melakukan pengaturan otorisasi dalam proses verifikasi validasi pengajuan RIPH.
"Terakhir, membangun forum koordinasi dengan kementerian perdagangan agar penerbitan persetujuan impor memperhatikan keberlanjutan produksi komoditas hortikultura lokal," imbuhnya.
Sementara untuk Kementerian Perdagangan, KPK merekomendasikan untuk melakukan pengaturan atas mekanisme alokasi volume impor bagi tiap pelaku usaha; melakukan evaluasi dan menyusun kebijakan standar penerbitan Persetujuan Impor (PI); meningkatan transparansi dalam pelayanan penerbitan PI.
Kemudian, menyusun dan menetapkan proses bisnis yang mampu menggambarkan peran dari tiap entitas yang terlibat dalam penerbitan PI; serta membangun forum koordinasi dengan Kementerian Pertanian agar penerbitan persetujuan impor memperhatikan keberlanjutan produksi komoditas hortikultura lokal.
Sekadar informasi, pemerintah dan sejumlah lembaga telah meluncurkan aplikasi Sistem Informasi Mineral dan Batubara (SIMBARA), kemarin. Aplikasi itu merupakan salah satu aksi Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas-PK). Aplikasi itu diluncurkan salah satunya untuk mengatasi kelangkaan serta kenaikan harga bahan-bahan.
Aplikasi SIMBARA diluncurkan dalam rangka perbaikan tata kelola impor/ekspor melalui sistem database yang akurat dan mutakhir serta mekanisme pengawasan melekat untuk memastikan keandalan rantai pasok pada komoditas batu bara dari hulu hingga hilir.
"Jadi SIMBARA mengintegrasikan sistem dan data dari hulu hingga hilir mulai dari perizinan tambang, rencana penjualan, verifikasi penjualan, pembayaran PNBP, ekspor, dan pengangkutan/pengapalan serta devisa hasil ekspor," kata Ipi.
Menurut Ipi, KPK memandang mekanisme yang sama dapat diterapkan pada komoditas hortikultura dan bahan impor lainnya untuk memastikan ketersediaan dan pemenuhan kebutuhan masyarakat. Termasuk, kebutuhan akan komoditas bahan pokok.
"Hal ini sejalan dengan hasil kajian KPK tentang Tata Kelola Importasi Produk Hortikultura yang menemukan sejumlah persoalan yang berdampak pada ketersediaan dan keterpenuhan kebutuhan masyarakat," sambungnya.
Berdasarkan hasil kajian KPK, terdapat sejumlah permasalahan tentang tata kelola importasi produk hortikultura. Persoalan tersebut, mengakibatkan pada ketersediaan dan keterpenuhan kebutuhan masyarakat, seperti gula hingga minyak goreng.
Adapun, sejumlah permasalahan tersebut yakni, substansi Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) belum memuat hal spesifik yang dituju; lemahnya akuntabilitas dalam penentuan volume impor pada Kementerian Perdagangan.
Kemudian, sistem pelayanan penerbitan RIPH dan PI pada Kementerian belum akuntabel dan belum mampu memberikan kepastian atas penerbitan dokumen perizinan; lemahnya transparansi informasi atas kejelasan syarat teknis RIPH; Sistem informasi belum mendukung kegiatan pengawasan yang handal.
"Belum adanya pengaturan detail atas proses bisnis di lingkungan Kementerian Perdagangan. Terakhir, inefektivitas pelaksanaan Program Penanaman Bawang Putih," imbuhnya.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turut memantau kenaikan harga-harga tersebut. KPK mewanti-wanti sejumlah kementerian di antaranya Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian) hingga Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk melakukan langkah-langkah perbaikan dalam rangka menstabilkan harga barang, terutama bahan-bahan pokok di pasaran.
"KPK mendukung untuk diimplementasikannya langkah-langkah perbaikan oleh kementerian/lembaga terkait untuk bersama-sama mewujudkan dan mengintegrasikan Neraca Komoditas dengan Sistem Nasional Neraca Komoditas (Snank)," kata Plt Juru Bicara bidang Pencegahan KPK, Ipi Maryati Kuding melalui keterangan resminya, Rabu (9/3/2022).
Saat ini, Ipi mendapat laporan bahwa Neraca Komoditas telah diterapkan untuk lima komoditas. Kelima komoditas itu meliputi beras, gula, garam, daging dan ikan. Namun, KPK meminta agar pemerintah mengintegrasikan sistem data dari hulu hingga hilir mulai dari perizinan tambang, rencana penjualan, verifikasi penjualan, hinga pembayaran PNBP dan ekspor.
"Selama belum terwujud integrasi tersebut, KPK merekomendasikan agar kementerian atau lembaga terkait melakukan langkah awal perbaikan," katanya.
KPK merekomendasikan kepada Kemenko Perekonomian untuk menyusun dan menetapkan neraca komoditas hortikultura. Kemudian, Kemenko Perekonomian juga diminta melakukan evaluasi pelaksanaan kebijakan wajib tanam bersama Kementerian Pertanian (Kementan).
Sedangkan Kementerian Pertanian, diminta untuk mempertegas acuan data dan optimalisasi peran Badan Karantina dalam penerbitan dokumen Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH); melakukan evaluasi dan menyusun kebijakan standar penerbitan RIPH; meningkatan transparansi dalam pelayanan penerbitan RIPH.
Selanjutnya, Kementan juga diminta KPK untuk menyusun dan menetapkan proses bisnis yang mampu menggambarkan peran dari tiap entitas yang terlibat dalam penerbitan RIPH serta melakukan pengaturan otorisasi dalam proses verifikasi validasi pengajuan RIPH.
"Terakhir, membangun forum koordinasi dengan kementerian perdagangan agar penerbitan persetujuan impor memperhatikan keberlanjutan produksi komoditas hortikultura lokal," imbuhnya.
Sementara untuk Kementerian Perdagangan, KPK merekomendasikan untuk melakukan pengaturan atas mekanisme alokasi volume impor bagi tiap pelaku usaha; melakukan evaluasi dan menyusun kebijakan standar penerbitan Persetujuan Impor (PI); meningkatan transparansi dalam pelayanan penerbitan PI.
Kemudian, menyusun dan menetapkan proses bisnis yang mampu menggambarkan peran dari tiap entitas yang terlibat dalam penerbitan PI; serta membangun forum koordinasi dengan Kementerian Pertanian agar penerbitan persetujuan impor memperhatikan keberlanjutan produksi komoditas hortikultura lokal.
Sekadar informasi, pemerintah dan sejumlah lembaga telah meluncurkan aplikasi Sistem Informasi Mineral dan Batubara (SIMBARA), kemarin. Aplikasi itu merupakan salah satu aksi Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas-PK). Aplikasi itu diluncurkan salah satunya untuk mengatasi kelangkaan serta kenaikan harga bahan-bahan.
Aplikasi SIMBARA diluncurkan dalam rangka perbaikan tata kelola impor/ekspor melalui sistem database yang akurat dan mutakhir serta mekanisme pengawasan melekat untuk memastikan keandalan rantai pasok pada komoditas batu bara dari hulu hingga hilir.
"Jadi SIMBARA mengintegrasikan sistem dan data dari hulu hingga hilir mulai dari perizinan tambang, rencana penjualan, verifikasi penjualan, pembayaran PNBP, ekspor, dan pengangkutan/pengapalan serta devisa hasil ekspor," kata Ipi.
Menurut Ipi, KPK memandang mekanisme yang sama dapat diterapkan pada komoditas hortikultura dan bahan impor lainnya untuk memastikan ketersediaan dan pemenuhan kebutuhan masyarakat. Termasuk, kebutuhan akan komoditas bahan pokok.
"Hal ini sejalan dengan hasil kajian KPK tentang Tata Kelola Importasi Produk Hortikultura yang menemukan sejumlah persoalan yang berdampak pada ketersediaan dan keterpenuhan kebutuhan masyarakat," sambungnya.
Berdasarkan hasil kajian KPK, terdapat sejumlah permasalahan tentang tata kelola importasi produk hortikultura. Persoalan tersebut, mengakibatkan pada ketersediaan dan keterpenuhan kebutuhan masyarakat, seperti gula hingga minyak goreng.
Adapun, sejumlah permasalahan tersebut yakni, substansi Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) belum memuat hal spesifik yang dituju; lemahnya akuntabilitas dalam penentuan volume impor pada Kementerian Perdagangan.
Kemudian, sistem pelayanan penerbitan RIPH dan PI pada Kementerian belum akuntabel dan belum mampu memberikan kepastian atas penerbitan dokumen perizinan; lemahnya transparansi informasi atas kejelasan syarat teknis RIPH; Sistem informasi belum mendukung kegiatan pengawasan yang handal.
"Belum adanya pengaturan detail atas proses bisnis di lingkungan Kementerian Perdagangan. Terakhir, inefektivitas pelaksanaan Program Penanaman Bawang Putih," imbuhnya.
(muh)