Puan Maharani Minta BPJS Kesehatan Perbaiki Kualitas Pelayanan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ketentuan BPJS Kesehatan menjadi syarat masyarakat agar dapat mengakses sejumlah pelayanan publik, dinilai harus dibarengi oleh peningkatan kualitas layanan. Hal ini dikatakan oleh Ketua DPR, Puan Maharani.
Baca Juga: BPJS Kesehatan
Baca juga: Catat, Dirut Bilang Kartu BPJS Kesehatan Tidak Jadi Syarat untuk Semua Hal
Syarat wajib BPJS Kesehatan bagi masyarakat untuk dapat mengakses sejumlah layanan publik tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diteken pada 6 Januari 2022.
Kepesertaan BPJS Kesehatan diwajibkan untuk calon jamaah haji dan umrah, permohonan SIM, STNK, dan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK). Selain itu juga untuk mendapatkan Kredit Usaha Rakyat (KUR), bahkan untuk jual beli tanah hingga pemohonan perizinan berusaha.
Puan Maharani menyebutkan kepesertaan wajib BPJS Kesehatan memang diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
Namun Puan menilai adanya polemik akibat aturan ini karena masih kurang optimalnya layanan BPJS Kesehatan. "Kalau layanan BPJS semakin baik dan manfaatnya dirasakan masyarakat luas, polemik terkait BPJS Kesehatan sebagai syarat pasti lambat laun akan mereda," tuturnya.
Puan menambahkan, optimalisasi kepesertaan BPJS menjadi kunci agar implementasi Inpres Nomor 1 Tahun 2022 dapat terealisasikan dengan baik. Peningkatan transparansi pengelolaan dan pelayanan dinilai akan menarik partisipasi masyarakat menjadi peserta BPJS Kesehatan.
"Perbaikan layanan BPJS Kesehatan ini menjadi pekerjaan rumah serius melihat sejumlah kasus-kasus yang semestinya tidak dialami masyarakat selama ini," sebut Puan.
Sejumlah persoalan BPJS Kesehatan yang sering ditemukan seperti repotnya birokrasi untuk bisa menerima manfaat layanan. Di antaranya mengenai lama dan berbelitnya sistem bagi pasien yang hendak mendapat surat rujukan ke rumah sakit.
Banyak juga pengaduan mengenai diskriminasi kepada peserta BPJS Kesehatan yang dilakukan pihak rumah sakit. Tak sedikit pasien yang mengeluhkan sulitnya mencari ruang perawatan di rumah sakit hingga diminta membeli obat yang masuk dalam paket BPJS Kesehatan.
DPR banyak mendapat keluhan-keluhan tersebut dari masyarakat. Oleh karenanya, Puan berharap kurang optimalnya pelayanan BPJS dapat diperbaiki sehingga aturan-aturan turunan yang berlaku bisa berjalan diterima masyarakat.
"Sistem ini yang harus dibenahi. Ketika pelayanan BPJS Kesehatan sudah sangat baik, itu akan berdampak kepada tingkat kepercayaan publik. Niscaya masyarakat berbondong-bondong bersedia menjadi peserta BPJS," jelasnya.
Puan menegaskan, aturan yang dikeluarkan Pemerintah bertujuan agar seluruh rakyat Indonesia memiliki jaminan kesehatan. "Sesuai dengan semangat yang ada dalam UU, kita berharap tidak ada satupun warga yang tidak memiliki jaminan kesehatan," ujar Puan.
Puan juga menyoroti soal banyaknya peserta BPJS Kesehatan yang berstatus nonaktif. Puan menilai, persoalan ini harus diatasi agar aturan syarat BPJS Kesehatan untuk bisa mengakses berbagai layanan publik tidak menjadi kendala.
"Saya beberapa kali mendengar persoalan status nonaktif ini karena tunggakan biaya kepesertaan yang menumpuk. Negara harus memikirkan solusi mengenai masyarakat yang kesulitan membayar tunggakan. Perlu ada program yang membantu warga menyelesaikan tunggakan tanpa memberatkan. Terutama untuk mereka yang terdampak pandemi Covid-19," ungkapnya.
Di sisi lain, Puan kembali mengingatkan Pemerintah mengenai PR perbaikan data peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) BPJS Kesehatan. Sebab ada kesepakatan antara DPR dan Pemerintah sebelumnya mengenai cleansing PBI mengingat banyak data PBI yang diduga tidak akurat.
"Komitmen dari Pemerintah untuk membereskan PBI BPJS Kesehatan masih kami tunggu progresnya. Jika permasalahan data ini sudah beres, kami yakin pelayanan BPJS Kesehatan akan lebih optimal," tutup Puan Maharani.
Baca Juga: BPJS Kesehatan
Baca juga: Catat, Dirut Bilang Kartu BPJS Kesehatan Tidak Jadi Syarat untuk Semua Hal
Syarat wajib BPJS Kesehatan bagi masyarakat untuk dapat mengakses sejumlah layanan publik tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diteken pada 6 Januari 2022.
Kepesertaan BPJS Kesehatan diwajibkan untuk calon jamaah haji dan umrah, permohonan SIM, STNK, dan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK). Selain itu juga untuk mendapatkan Kredit Usaha Rakyat (KUR), bahkan untuk jual beli tanah hingga pemohonan perizinan berusaha.
Puan Maharani menyebutkan kepesertaan wajib BPJS Kesehatan memang diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
Namun Puan menilai adanya polemik akibat aturan ini karena masih kurang optimalnya layanan BPJS Kesehatan. "Kalau layanan BPJS semakin baik dan manfaatnya dirasakan masyarakat luas, polemik terkait BPJS Kesehatan sebagai syarat pasti lambat laun akan mereda," tuturnya.
Puan menambahkan, optimalisasi kepesertaan BPJS menjadi kunci agar implementasi Inpres Nomor 1 Tahun 2022 dapat terealisasikan dengan baik. Peningkatan transparansi pengelolaan dan pelayanan dinilai akan menarik partisipasi masyarakat menjadi peserta BPJS Kesehatan.
"Perbaikan layanan BPJS Kesehatan ini menjadi pekerjaan rumah serius melihat sejumlah kasus-kasus yang semestinya tidak dialami masyarakat selama ini," sebut Puan.
Sejumlah persoalan BPJS Kesehatan yang sering ditemukan seperti repotnya birokrasi untuk bisa menerima manfaat layanan. Di antaranya mengenai lama dan berbelitnya sistem bagi pasien yang hendak mendapat surat rujukan ke rumah sakit.
Banyak juga pengaduan mengenai diskriminasi kepada peserta BPJS Kesehatan yang dilakukan pihak rumah sakit. Tak sedikit pasien yang mengeluhkan sulitnya mencari ruang perawatan di rumah sakit hingga diminta membeli obat yang masuk dalam paket BPJS Kesehatan.
DPR banyak mendapat keluhan-keluhan tersebut dari masyarakat. Oleh karenanya, Puan berharap kurang optimalnya pelayanan BPJS dapat diperbaiki sehingga aturan-aturan turunan yang berlaku bisa berjalan diterima masyarakat.
"Sistem ini yang harus dibenahi. Ketika pelayanan BPJS Kesehatan sudah sangat baik, itu akan berdampak kepada tingkat kepercayaan publik. Niscaya masyarakat berbondong-bondong bersedia menjadi peserta BPJS," jelasnya.
Puan menegaskan, aturan yang dikeluarkan Pemerintah bertujuan agar seluruh rakyat Indonesia memiliki jaminan kesehatan. "Sesuai dengan semangat yang ada dalam UU, kita berharap tidak ada satupun warga yang tidak memiliki jaminan kesehatan," ujar Puan.
Puan juga menyoroti soal banyaknya peserta BPJS Kesehatan yang berstatus nonaktif. Puan menilai, persoalan ini harus diatasi agar aturan syarat BPJS Kesehatan untuk bisa mengakses berbagai layanan publik tidak menjadi kendala.
"Saya beberapa kali mendengar persoalan status nonaktif ini karena tunggakan biaya kepesertaan yang menumpuk. Negara harus memikirkan solusi mengenai masyarakat yang kesulitan membayar tunggakan. Perlu ada program yang membantu warga menyelesaikan tunggakan tanpa memberatkan. Terutama untuk mereka yang terdampak pandemi Covid-19," ungkapnya.
Di sisi lain, Puan kembali mengingatkan Pemerintah mengenai PR perbaikan data peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) BPJS Kesehatan. Sebab ada kesepakatan antara DPR dan Pemerintah sebelumnya mengenai cleansing PBI mengingat banyak data PBI yang diduga tidak akurat.
"Komitmen dari Pemerintah untuk membereskan PBI BPJS Kesehatan masih kami tunggu progresnya. Jika permasalahan data ini sudah beres, kami yakin pelayanan BPJS Kesehatan akan lebih optimal," tutup Puan Maharani.
(maf)