Putusan Restitusi Kasus Herry Wirawan Cederai Perlindungan Korban Pemerkosaan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bandung yang membebankan restitusi para korban pemaksaan seksual Herry Wirawan kepada negara terus berpolemik. Putusan tersebut dinilai sebagai bentuk lemahnya perlindungan hukum terhadap korban kasus pemerkosaan .
Kordinator Forum Advokat Penegak Keadilan (Forpak), William Yani Wea menyayangkan sikap majelis hakim dalam perkara Herry Wirawan yang mengalihkan restitusi untuk para korban kepada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA). Dia meminta majelis hakim mempelajari kembali Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
"Ini sama saja dengan pembiaran adanya kekerasan seksual atau pemerkosaan. Tidak ada perlindungan bagi korban kalau restitusi dilimpahkan ke negara," ujar William dalam siaran tertulisnya, Rabu (23/2/2022).
William menjelaskan pengertian restitusi dalam Undang-Undang Nomor 31 itu adalah ganti kerugian yang diberikan kepada korban atau keluarganya oleh pelaku atau pihak ketiga. Dalam kasus Herry, negara bukan pihak ketiga karena tidak ada hubungannya dengan perbuatan pidana pelaku.
"Jika negara menjadi pihak ketiga, apakah negara berkontribusi terhadap terjadinya tindak pidana kasus pemerkosaan," tegasnya.
William berharap majelis hakim mengkoreksi putusannya dalam sidang lanjutan upaya banding yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas vonis hakim. "Kami mendorong Kementerian PPPA mendampingi JPU yang mengajukan upaya banding," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, majelis hakim dalam perkara Herry Wirawan mengalihkan restitusi untuk para korban kepada Kementerian PPPA.
Kordinator Forum Advokat Penegak Keadilan (Forpak), William Yani Wea menyayangkan sikap majelis hakim dalam perkara Herry Wirawan yang mengalihkan restitusi untuk para korban kepada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA). Dia meminta majelis hakim mempelajari kembali Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
"Ini sama saja dengan pembiaran adanya kekerasan seksual atau pemerkosaan. Tidak ada perlindungan bagi korban kalau restitusi dilimpahkan ke negara," ujar William dalam siaran tertulisnya, Rabu (23/2/2022).
William menjelaskan pengertian restitusi dalam Undang-Undang Nomor 31 itu adalah ganti kerugian yang diberikan kepada korban atau keluarganya oleh pelaku atau pihak ketiga. Dalam kasus Herry, negara bukan pihak ketiga karena tidak ada hubungannya dengan perbuatan pidana pelaku.
"Jika negara menjadi pihak ketiga, apakah negara berkontribusi terhadap terjadinya tindak pidana kasus pemerkosaan," tegasnya.
William berharap majelis hakim mengkoreksi putusannya dalam sidang lanjutan upaya banding yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas vonis hakim. "Kami mendorong Kementerian PPPA mendampingi JPU yang mengajukan upaya banding," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, majelis hakim dalam perkara Herry Wirawan mengalihkan restitusi untuk para korban kepada Kementerian PPPA.
(kri)