RUU Haluan Ideologi Pancasila Tak Boleh Jadi Alat Politik
loading...
A
A
A
JAKARTA - Masuknya Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Tahun 2020 atas dasar inisiatif DPR mengundang reaksi keras sejumlah pihak.
Mereka menyoroti sejumlah pasal yang dinilai memiliki tendensi tertentu hingga adanya penghilangan TAP MPRS soal larangan PKI.
Menanggapi hal itu, Direktur Lingkar Kajian Agama dan Kebudayaan (LKAB) Nusantara Fadhli Harahab, mengingatkan agar pembahasan RUU tidak boleh menjadi agenda untuk meloloskan kepentingan tertentu.
"Tentu saja dalam pembahasannya harus mengakomodir semua kalangan, golongan, hal ini dalam rangka menguatkan, bukan melemahkan," kata Fadhli kepada SINDOnews, Sabtu 13 Juni 2020.( )
Oleh sebab itu, dia meminta para Wakil Rakyat di Senayan mendengar semua masukan dan saran berbagai ormas, organisasi maupun pakar.
"Berbagai kelompok ini kan mempunyai pandangan, tafsir yang berbeda soal RUU itu, pertimbangan mereka perlu mendapat respons," imbaunya.
Dia mengingatkan, jangan sampai pembahasan RUU hingga disahkan menjadi UU menjadi polemik berkelanjutan. Hal itu menurutnya seperti membuang-buang energi, karena seperti kembali ke perdebatan masa lalu.
"Menguatkan subtansi dari RUU itu akan lebih baik dibahas, dari pada mengutak-atik yang tidak subtantif, karena yang saya lihat hal-hal yang tidak perlu dikorek yang menjadi kontroversi, contoh soal Ketuhanan, PKI, itu kan sudah selesai. Jadi tak boleh jadi alat politik," ujarnya.
Mereka menyoroti sejumlah pasal yang dinilai memiliki tendensi tertentu hingga adanya penghilangan TAP MPRS soal larangan PKI.
Menanggapi hal itu, Direktur Lingkar Kajian Agama dan Kebudayaan (LKAB) Nusantara Fadhli Harahab, mengingatkan agar pembahasan RUU tidak boleh menjadi agenda untuk meloloskan kepentingan tertentu.
"Tentu saja dalam pembahasannya harus mengakomodir semua kalangan, golongan, hal ini dalam rangka menguatkan, bukan melemahkan," kata Fadhli kepada SINDOnews, Sabtu 13 Juni 2020.( )
Oleh sebab itu, dia meminta para Wakil Rakyat di Senayan mendengar semua masukan dan saran berbagai ormas, organisasi maupun pakar.
"Berbagai kelompok ini kan mempunyai pandangan, tafsir yang berbeda soal RUU itu, pertimbangan mereka perlu mendapat respons," imbaunya.
Dia mengingatkan, jangan sampai pembahasan RUU hingga disahkan menjadi UU menjadi polemik berkelanjutan. Hal itu menurutnya seperti membuang-buang energi, karena seperti kembali ke perdebatan masa lalu.
"Menguatkan subtansi dari RUU itu akan lebih baik dibahas, dari pada mengutak-atik yang tidak subtantif, karena yang saya lihat hal-hal yang tidak perlu dikorek yang menjadi kontroversi, contoh soal Ketuhanan, PKI, itu kan sudah selesai. Jadi tak boleh jadi alat politik," ujarnya.
(dam)