Pemerintah Wajib Sediakan Vaksin Covid-19 Halal Meski Mahal
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah wajib menyiapkan vaksin Covid-19 berbahan halal meski harganya mahal. Penggunaan vaksin berbahan haram karena alasan efisiensi dan penghematan anggaran negara telah menyalahi aturan fiqih Islam.
"Darurat itu batasannya situasi kalau kita tidak pakai akan mengalami cacat permanen dan kematian. Jika alasannya hanya murah untuk menghemat anggaran ini salah dalam memahami fiqih,” ucap akademisi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Fuad Thohari dalam keterangannya, Jumat (11/2/2022).
Selain itu, Fuad mengatakan jika alasan pemerintah hanya karena harga lebih murah atau bantuan donasi gratis dari luar negeri itu merupakan perbuatan yang sangat keliru. Dia juga menyampaikan kepada pemerintah untuk wajib menyiapkan vaksin halal walaupun vaksin halal itu lebih mahal daripada vaksin haram.
“Pemerintah wajib menyiapkan yang halal. Jika kebutuhan vaksin halal terpenuhi haram menggunakan vaksin haram apalagi dengan alasan harga murah,” ucapnya.
Ketua MUI Bidang Fatwa Asrorun Niam Sholeh meminta pemerintah untuk segera mencukupi ketersediaan vaksin halal sesuai dengan pidato Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) di Lampung beberapa waktu lalu. "Komitmen Presiden itu juga harus menjadi komitmen para pembantu presiden di dalam upaya mewujudkan ketersediaan vaksin halal untuk kepentingan vaksinasi bagi masyarakat, baik vaksinasi primer maupun booster (penguat)," ujarnya.
Menurut dia, pemerintah bertanggung jawab menyediakan vaksin halal untuk vaksinasi dosis ketiga atau booster bagi umat Islam. Selain itu juga, pemerintah harus memprioritaskan vaksin halal jika telah tersedia. "Ini tanggung jawab pemerintah untuk mengikhtiarkan, mengadakan dan memprioritaskan kalau seandainya ada vaksin Covid-19 yang tersedia yang satu halal, yang satu non halal maka wajib diadakan yang halal," ucapnya.
Sesuai dengan fatwa MUI, Asrorun mengatakan vaksinasi untuk kepentingan mewujudkan herd immunity ini boleh dengan syarat vaksinnya halal. Kalau ada vaksin halal meskipun harus dengan cara membeli, maka tidak boleh menggunakan vaksin yang haram atau najis. "Sekalipun yang non halal ini misalnya dibagi gratis. Sementara yang halal harus beli. Maka yang gratis tadi sekalipun barangnya mudah dan murah itu enggak boleh digunakan sepanjang yang halal ada, cukup," kata Asrorun.
Sebagaimana diketahui, produk kebijakan yang dikeluarkan pemerintah melalui Surat Edaran Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan (SE Dirjen P2P Kemenkes) tidak mencantumkan jenis vaksin yang telah mengantongi sertifikat halal dari MUI.
Padahal, dalam izin edar darurat emergency use of authorization (EUA) yang dikeluarkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) terdapat lima jenis vaksin untuk vaksinasi booster, namun hanya tiga jenis vaksin saja yang ditetapkan Kemenkes. Dari kelima jenis vaksin itu, dua di antaranya telah mengantongi sertifikat halal MUI.
"Darurat itu batasannya situasi kalau kita tidak pakai akan mengalami cacat permanen dan kematian. Jika alasannya hanya murah untuk menghemat anggaran ini salah dalam memahami fiqih,” ucap akademisi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Fuad Thohari dalam keterangannya, Jumat (11/2/2022).
Selain itu, Fuad mengatakan jika alasan pemerintah hanya karena harga lebih murah atau bantuan donasi gratis dari luar negeri itu merupakan perbuatan yang sangat keliru. Dia juga menyampaikan kepada pemerintah untuk wajib menyiapkan vaksin halal walaupun vaksin halal itu lebih mahal daripada vaksin haram.
“Pemerintah wajib menyiapkan yang halal. Jika kebutuhan vaksin halal terpenuhi haram menggunakan vaksin haram apalagi dengan alasan harga murah,” ucapnya.
Ketua MUI Bidang Fatwa Asrorun Niam Sholeh meminta pemerintah untuk segera mencukupi ketersediaan vaksin halal sesuai dengan pidato Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) di Lampung beberapa waktu lalu. "Komitmen Presiden itu juga harus menjadi komitmen para pembantu presiden di dalam upaya mewujudkan ketersediaan vaksin halal untuk kepentingan vaksinasi bagi masyarakat, baik vaksinasi primer maupun booster (penguat)," ujarnya.
Menurut dia, pemerintah bertanggung jawab menyediakan vaksin halal untuk vaksinasi dosis ketiga atau booster bagi umat Islam. Selain itu juga, pemerintah harus memprioritaskan vaksin halal jika telah tersedia. "Ini tanggung jawab pemerintah untuk mengikhtiarkan, mengadakan dan memprioritaskan kalau seandainya ada vaksin Covid-19 yang tersedia yang satu halal, yang satu non halal maka wajib diadakan yang halal," ucapnya.
Sesuai dengan fatwa MUI, Asrorun mengatakan vaksinasi untuk kepentingan mewujudkan herd immunity ini boleh dengan syarat vaksinnya halal. Kalau ada vaksin halal meskipun harus dengan cara membeli, maka tidak boleh menggunakan vaksin yang haram atau najis. "Sekalipun yang non halal ini misalnya dibagi gratis. Sementara yang halal harus beli. Maka yang gratis tadi sekalipun barangnya mudah dan murah itu enggak boleh digunakan sepanjang yang halal ada, cukup," kata Asrorun.
Sebagaimana diketahui, produk kebijakan yang dikeluarkan pemerintah melalui Surat Edaran Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan (SE Dirjen P2P Kemenkes) tidak mencantumkan jenis vaksin yang telah mengantongi sertifikat halal dari MUI.
Padahal, dalam izin edar darurat emergency use of authorization (EUA) yang dikeluarkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) terdapat lima jenis vaksin untuk vaksinasi booster, namun hanya tiga jenis vaksin saja yang ditetapkan Kemenkes. Dari kelima jenis vaksin itu, dua di antaranya telah mengantongi sertifikat halal MUI.
(cip)