UU Pemilu Diharapkan Tidak Setiap Periode Direvisi

Jum'at, 12 Juni 2020 - 22:09 WIB
loading...
UU Pemilu Diharapkan Tidak Setiap Periode Direvisi
DPR saat ini tengah menggodok draf RUU Pemilu. Bahkan dalam draf RUU itu muncul wacana agar revisi UU politik ini berlaku hingga 10 atau 20 tahun ke depan. Foto/Ilustrasi/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) saat ini tengah menggodok draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilihan Umum (Pemilu). Bahkan dalam draf RUU itu muncul wacana agar revisi UU politik ini berlaku hingga 10 atau 20 tahun ke depan.

(Baca juga: Dorong Parliamentary Threshold 7%, Golkar Usulkan 9 Hal di RUU Pemilu)

Menurut Politikus Partai Kebangkitan Nasional (PKB) Marwan Jafar, UU pemilu itu direvisi dalam kurun waktu 10 tahun atau dua periode pemerintahan. Hal itu, sambungnya, agar tidak membuang-buang waktu. (Baca juga: Partai Berkarya Usul Parliamentary dan Presidential Threshold Dihapus)

"RUU Pemilu minimal direvisi 2 periode. Jangan 5 tahun revisi-revisi, 5 tahun revisi. Ini sangat tidak sehat kualitas demokrasi. Kalau demikian (5 tahun revisi) sarat kepentingan," kata Marwan saat dihubungi SINDOnews, Jumat (12/6/2020).

Mantan Menteri Desa, Pembangunam Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) ini berharap, agar ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold 10 persen. Karena, menurut dia angka itu lebih logis ketimbang 20 persen.

"Kalau untuk parlemen atau parliamentary threshold 7 persen. Sedangkan untuk presidential threshold 10 persen," katanya.

Menurut dia, penurunan ambang batas pencalonan presiden ini untuk mencegah terjadinya polarisasi di masyarakat ketika pemilihan presiden (Pilpres). Dia mencontohkan, Pilpres 2014 dan 2019 yang hanya diikuti dua pasang calon hingga akhirnya membuat pendukung yang fanatik.

"Agar ke depan calon (presiden) lebih dari dua pasang. Sehingga masyarakat mempunyai pilihan lainnya," ujarnya.

Sedangkan saat ini, kata anggota DPR dari Fraksi PKB ini, ambang batas parlemen yang diatur dalam Undang-undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 yakni sebesar 4 persen. Kenaikan ambang batas itu, kata dia, untuk menyederhanakan parlemen sehingga stabil.

"Sehingga di DPR itu stabil. Mana koalisi mana oposisi jelas tidak abu-abu. Sebagai kontrol pemerintahan," pungkasnya.

Sedangkan menurut dia, partai politik lebih ideal empat atau lima. Meski begitu, kata dia, dirinya tetap menghormati partai pendatang baru yang bakal bertarung di kontestasi politik Indonesia ini.

"Idealnya 4 atau 5 partai sudah cukup. Karena, dengan banyaknya partai menjadi tidak efektif dan terlalu banyak kepentingan. Tetapi saya menghormati hak politik semua," tuturnya.

Sekadar diketahui, ambang batas parlemen atau parliamentary threshold (PT) dan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold menjadi isu klasik yang kerap dibahas dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu.
(maf)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0923 seconds (0.1#10.140)