Perjanjian FIR Indonesia - Singapura Harus Dipahami dari Aspek Nasional dan Internasional

Kamis, 03 Februari 2022 - 21:43 WIB
loading...
Perjanjian FIR Indonesia - Singapura Harus Dipahami dari Aspek Nasional dan Internasional
Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Perdana Menteri Lee Hsien Loong dalam pertemuan Leaders Retreat yang digelar di Bintan, Selasa (25/1/2022). Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi meminta agar perjanjian Flight Information Region (FIR) atau penataan ruang udara antara Indonesia dengan Singapura dipahami secara aspek nasional dan internasional. Budi Karya mewakili pemerintah mengapresiasi masukan dan saran dari berbagai pihak terkait tindak lanjut perjanjian antara Indonesia dan Singapura ini.

Budi menjelaskan bahwa seluas 249 ribu kilometer persegi ruang Indonesia selama ini masuk dalam FIR negara lain yakni Singapura. Dengan adanya perjanjian ini, nantinya luasan ruang udara tersebut akan diakui secara internasional sebagai bagian FIR Indonesia atau FIR Jakarta.

"Perjanjian FIR harus dipahami dari aspek nasional dan internasional yang tak dapat dipisahkan, pengamanat komprehensif harus menjadi kunci khususnya saat kita masuk hal teknis dalam penerbangan internasional," kata Budi Karya saat membuka diskusi daring bertajuk Kupas Tuntas FIR Singapura, Kamis (3/2/2022).





Sekadar informasi, Indonesia dan Singapura telah menandatangani nota kesepahaman terkait FIR Jakarta pada 25 Januari 2022. Sebelumnya, sempat terjadi polemik ruang udara Indonesia diambil alih oleh Singapura. Hal itu kemudian diredam dengan adanya nota kesepahaman antara Indonesia dengan Singapura.

"Proses perjanjian antara Indonesia dan Singapura telah dimulai sejak 1995. Akan tetapi, baru tahun 2015 di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo, Indonesia mulai melakukan kembali berbagai upaya dan negosisasi secara intensif, dalam bentuk diplomasi multilateral, regional, dan bilateral," katanya.

Sementara itu, Ketua Pusat Studi Air Power Indonesia (PSAPI) Chappy Hakim mengatakan, diskusi publik antara berbagai pemangku kepentingan terkait perjanjian kerja sama dengan Singapura adalah hal yang konstruktif bagi Indonesia. Tidak saja hal ini sesuai dengan demokrasi, sambungnya, tetapi juga agar kepentingan nasional tetap terjaga.

Chappy menambahkan, polemik yang muncul usai perjanjian Indonesia dengan Singapura pada 25 Januari lalu penyebabnya adalah belum ada penjelasan yang komprehensif dan transparan dari pemerintah. Awalnya, kata dia, penjelasan presiden bahwa FIR Jakarta sudah mencakup seluruh kedaulatan RI.

Tapi, penjelasan ini berkembang pada isu didelegasikan kembali ke 37 ribu feet. "Ini masih berproses, tapi kita perlu berpadu meredam polemik liar dengan cara elegan, kita selesaikan dengan otak, bukan dengan otot," kata Chappy.

Chappy mengapresiasi beberapa pandangan baik dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub) maupun AirNav. Namun di sisi lain, ada juga catatan yang perlu dikritisi terkait perjanjian dua negara ini. "Ada beberapa hal yang kita sepakat, tapi ada beberapa hal juga yang kita sepakat untuk tidak sepakat," kata Chappy.
(rca)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1432 seconds (0.1#10.140)