96 Tahun NU dan Setumpuk Pekerjaan Rumah
loading...
A
A
A
Khofifah Indar Parawansa
Gubernur Jawa Timur
Ketua PBNU
Sumber daya manusia (SDM) dan menjaga tatanan sosial- ekonomi-politik dalam ekosistemequilibrium dynamicmerupakan tantangan terbesar Nahdlatul Ulama (NU) untuk dapat berkolaborasi dan bersinergi menghadapi percepatan transformasi digital . Sebuah era di mana cara berpikir manusia, hidup, dan pola interaksi berubah total.
Perubahan signifikan di bidang teknologi ini turut mendorong perubahan di bidang lainnya seperti pola dakwah, ekonomi, sosial, dan politik. Dan, NU mau tidak mau harus secara cepat dan efektif mengembangkan kemampuan seluruh SDM untuk bisa beradaptasi dan berinovasi guna menghadapi persaingan dunia yang semakin kompleks dan disrupsi di berbagai bidang.
Tanggung jawab ini semakin berat mengingat jamaah NU semakin terus membesar dan terus menyebar di seluruh penjuru dunia. Survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA 2019 lalu bahkan menempatkan NU sebagai ormas terbesar di Indonesia dengan jumlah persentase 49,5%. Disusul Muhammadiyah di peringkat kedua dengan jumlah 4,3 % dan peringkat ketiga yaitu gabungan ormas lain sejumlah 1,3%.
Yang menarik, sebanyak 35 % tidak merasa menjadi bagian dari ormas yang ada. Survei melibatkan 1.200 responden dengan margin of error sebesar 2,9%.
Dengan jumlah penduduk Indonesia kurang lebih 267 juta jiwa di tahun 2019, maka hasil survei di atas tidak hanya menempatkan NU sebagai ormas Islam terbesar di Indonesia, namun juga di seluruh dunia. Artinya, tidak berlebihan apabila saya menyebut jika NU sukses menghadapi transformasi digital, maka kesuksesan tersebut tidak hanya menjadi kesuksesan Indonesia saja, tapi juga dunia.
Menjelang satu abad NU pada 2026 mendatang, pekerjaan rumah terberat NU adalah menjadikan seluruh SDM NU memiliki kualitas dan karakter kuat, serta keterampilan dan ilmu pengetahuan yang sesuai kebutuhan dewasa ini. Cukup? Tentu tidak. NU juga harus tetap mengawal dan menjaga bagaimana transformasi digital ini bisa berseiring dengan nilai-nilai keIslaman dan kebudayaan nusantara.
Tidak menutup mata, transformasi digital membawa dampak positif berupa semakin mudah dan cepatnya akses informasi, munculnya inovasi dalam berbagai bidang kehidupan yang meningkatkan kualitas dan efisiensi dalam kehidupan. Namun, jangan lupakan juga dampak negatifnya seperti maraknya pelanggaran hak cipta atau hak kekayaan intelektual, bullying, pornografi, kejahatan cyber, serta maraknya berita palsu yang menimbulkan disintegrasi bangsa dan perpecahan.
Satu-satunya kunci penguatan SDM guna menangkal ini adalah melalui jalur pendidikan. Seluruh jenjang pendidikan NU, dari Raudatul Athfal hingga perguruan tinggi harus terus berpegang teguh pada nilai, metodologi, dan kurikulum keagamaan namun adaptif mengadopsi kurikulum modern berbasis Science, Technology, Engineering, Mathematics (STEM) serta memberikan ruang untuk bekreasi dan berinovasi.
Dengan begitu, seorang intelektual NU akan mampu secara fasih menjelaskan Islam secara benar dan mendalam. Islam yang damai, sejuk, dan tanpa kekerasan. Islam yang Rahmatan lil'alamin. Kemampuan ini pula yang kemudian akan mampu membendung munculnya radikalisme, intoleransi, dan disintegrasi bangsa yang saat ini juga telah menjejak ranah digital.
Gubernur Jawa Timur
Ketua PBNU
Sumber daya manusia (SDM) dan menjaga tatanan sosial- ekonomi-politik dalam ekosistemequilibrium dynamicmerupakan tantangan terbesar Nahdlatul Ulama (NU) untuk dapat berkolaborasi dan bersinergi menghadapi percepatan transformasi digital . Sebuah era di mana cara berpikir manusia, hidup, dan pola interaksi berubah total.
Perubahan signifikan di bidang teknologi ini turut mendorong perubahan di bidang lainnya seperti pola dakwah, ekonomi, sosial, dan politik. Dan, NU mau tidak mau harus secara cepat dan efektif mengembangkan kemampuan seluruh SDM untuk bisa beradaptasi dan berinovasi guna menghadapi persaingan dunia yang semakin kompleks dan disrupsi di berbagai bidang.
Tanggung jawab ini semakin berat mengingat jamaah NU semakin terus membesar dan terus menyebar di seluruh penjuru dunia. Survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA 2019 lalu bahkan menempatkan NU sebagai ormas terbesar di Indonesia dengan jumlah persentase 49,5%. Disusul Muhammadiyah di peringkat kedua dengan jumlah 4,3 % dan peringkat ketiga yaitu gabungan ormas lain sejumlah 1,3%.
Yang menarik, sebanyak 35 % tidak merasa menjadi bagian dari ormas yang ada. Survei melibatkan 1.200 responden dengan margin of error sebesar 2,9%.
Dengan jumlah penduduk Indonesia kurang lebih 267 juta jiwa di tahun 2019, maka hasil survei di atas tidak hanya menempatkan NU sebagai ormas Islam terbesar di Indonesia, namun juga di seluruh dunia. Artinya, tidak berlebihan apabila saya menyebut jika NU sukses menghadapi transformasi digital, maka kesuksesan tersebut tidak hanya menjadi kesuksesan Indonesia saja, tapi juga dunia.
Menjelang satu abad NU pada 2026 mendatang, pekerjaan rumah terberat NU adalah menjadikan seluruh SDM NU memiliki kualitas dan karakter kuat, serta keterampilan dan ilmu pengetahuan yang sesuai kebutuhan dewasa ini. Cukup? Tentu tidak. NU juga harus tetap mengawal dan menjaga bagaimana transformasi digital ini bisa berseiring dengan nilai-nilai keIslaman dan kebudayaan nusantara.
Tidak menutup mata, transformasi digital membawa dampak positif berupa semakin mudah dan cepatnya akses informasi, munculnya inovasi dalam berbagai bidang kehidupan yang meningkatkan kualitas dan efisiensi dalam kehidupan. Namun, jangan lupakan juga dampak negatifnya seperti maraknya pelanggaran hak cipta atau hak kekayaan intelektual, bullying, pornografi, kejahatan cyber, serta maraknya berita palsu yang menimbulkan disintegrasi bangsa dan perpecahan.
Satu-satunya kunci penguatan SDM guna menangkal ini adalah melalui jalur pendidikan. Seluruh jenjang pendidikan NU, dari Raudatul Athfal hingga perguruan tinggi harus terus berpegang teguh pada nilai, metodologi, dan kurikulum keagamaan namun adaptif mengadopsi kurikulum modern berbasis Science, Technology, Engineering, Mathematics (STEM) serta memberikan ruang untuk bekreasi dan berinovasi.
Dengan begitu, seorang intelektual NU akan mampu secara fasih menjelaskan Islam secara benar dan mendalam. Islam yang damai, sejuk, dan tanpa kekerasan. Islam yang Rahmatan lil'alamin. Kemampuan ini pula yang kemudian akan mampu membendung munculnya radikalisme, intoleransi, dan disintegrasi bangsa yang saat ini juga telah menjejak ranah digital.