Menyedihkan, 7 Bahasa Daerah Ini Akhirnya Punah
loading...
A
A
A
JAKARTA - Data terakhir yang dirilis Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia pada 2019 menyebutkan Indonesia memiliki 718 bahasa daerah . Ratusan bahasa daerah tersebut tersebar dari Sabang hingga Merauke. Angka tersebut telah divalidasi dari 2.560 daerah pengamatan, belum termasuk dialek dan subdialek.
Tetapi tahukah Anda ternyata ada pula bahasa daerah yang telah punah. Ini terjadi karena bahasa daerah tersebut tidak lagi memiliki penutur atau tidak lagi dituturkan masyarakat. Berdasarkan data pemetaan Badan Bahasa, terdapat 11 bahasa daerah di Indonesia yang sudah punah. Berikut tujuh di antaranya:
1. Bahasa Kayeli
Bahasa Kayeli ini sebelumnya dituturkan oleh masyarakat di Desa Kayeli, Maluku. Penutur bahasa ini hanya tinggal satu orang. Namun tidak tinggal di Desa Kayeli. Bahasa Kayeli hanya dipergunakan ketika berada di rumah, perkawinan hingga perselisihan di antara orang Kayeli.
2. Bahasa Piru
Bahasa Piru dituturkan oleh masyarakat di Desa Piru, Kecamatan, Seram Barat, Kabupaten Seram Bagian Barat, Pulau Seram, Maluku. Batas bahasa ini, di sebelah timur adalah bahasa Alune yang dituturkan oleh masyarakat Desa Eti, di sebelah barat adalah bahasa Luhu yang dituturkan oleh masyarakat Desa Luhu, di sebelah selatan dengan bahasa Alune yang dituturkan oleh masyarakat Desa Murkaw, sementara sebelah utara adalah wilayah berupa lautan.
3. Bahasa Hoti
Bahasa Hoti dituturkan oleh masyarakat di Desa Hote, Kecamatan Bula Barat, Kabupaten Seram Bagian Timur, Maluku. Berdasar pengakuan penduduk, di sebelah barat wilayah tutur bahasa Hoti berbatasan dengan wilayah tutur bahasa Banggoi.
4. Bahasa Serua
Bahasa ini dituturkan oleh masyarakat di Desa Waru, Kecamatan Teon Nila Serua, Kabupaten Maluku Tengah, Maluku. Berdasar pengakuan penduduk, bahasa Serua juga dituturkan di sebelah timur, barat, serta selatan Desa Waru, namun berbatasan dengan wilayah tutur bahasa Saparua di sebelah utara Desa Waru.
5. Bahasa Nila
Dulu bahasa Nila ini dituturkan masyarakat di Desa Kokroman, Usliapan, Kuralele, Ameth, Bumey, Sifluru, Wotay, Kecamatan Teon Nila Serua, Kabupaten Maluku Tengah, Maluku. Bahasa Nila mempunyai dua dialek, yaitu dialek Kokroman dan dialek Bumey. Dialek Kokroman terdapat di Desa Kokroman, Usliapan, Kuralele serta Ameth. Sedangkan dialek Bumey terdapat di Desa Bumey, Sifluru, serta Wotay.
6. Bahasa Tandia
Bahasa Tandia merupakan bahasa yang telah punah. Dulu, bahasa ini dituturkan masyarakat di Kampung Tandia, Distrik Rasie, Kabupaten Teluk Wondama, Papua Barat. Pada 2001 dan 2002, dua penutur terakhir bahasa Tandia ini telah meninggal dunia. Anak-anak yang berada di kampung ini tidak lagi mengerti bahasa Tandia. Hal ini lantaran tidak adanya transmisi bahasa dari orang tua mereka. Anak-anak dari penutur bahasa ini hanya mengerti sedikit kosakata. Dari 1.089 kosakata, hanya 34 kosakata yang diketahui.
7. Bahasa Mawes
Bahasa ini dituturkan oleh masyarakat di Kampung Maweswares, Distrik Bonggo, Kabupaten Sarmi, Papua. Berdasarkan pengakuan penduduk, di sebelah timur Kampung Maweswares dituturkan bahasa Podena serta di sebelah barat dituturkan bahasa Biriduwa.
Tetapi tahukah Anda ternyata ada pula bahasa daerah yang telah punah. Ini terjadi karena bahasa daerah tersebut tidak lagi memiliki penutur atau tidak lagi dituturkan masyarakat. Berdasarkan data pemetaan Badan Bahasa, terdapat 11 bahasa daerah di Indonesia yang sudah punah. Berikut tujuh di antaranya:
1. Bahasa Kayeli
Bahasa Kayeli ini sebelumnya dituturkan oleh masyarakat di Desa Kayeli, Maluku. Penutur bahasa ini hanya tinggal satu orang. Namun tidak tinggal di Desa Kayeli. Bahasa Kayeli hanya dipergunakan ketika berada di rumah, perkawinan hingga perselisihan di antara orang Kayeli.
2. Bahasa Piru
Bahasa Piru dituturkan oleh masyarakat di Desa Piru, Kecamatan, Seram Barat, Kabupaten Seram Bagian Barat, Pulau Seram, Maluku. Batas bahasa ini, di sebelah timur adalah bahasa Alune yang dituturkan oleh masyarakat Desa Eti, di sebelah barat adalah bahasa Luhu yang dituturkan oleh masyarakat Desa Luhu, di sebelah selatan dengan bahasa Alune yang dituturkan oleh masyarakat Desa Murkaw, sementara sebelah utara adalah wilayah berupa lautan.
3. Bahasa Hoti
Bahasa Hoti dituturkan oleh masyarakat di Desa Hote, Kecamatan Bula Barat, Kabupaten Seram Bagian Timur, Maluku. Berdasar pengakuan penduduk, di sebelah barat wilayah tutur bahasa Hoti berbatasan dengan wilayah tutur bahasa Banggoi.
4. Bahasa Serua
Bahasa ini dituturkan oleh masyarakat di Desa Waru, Kecamatan Teon Nila Serua, Kabupaten Maluku Tengah, Maluku. Berdasar pengakuan penduduk, bahasa Serua juga dituturkan di sebelah timur, barat, serta selatan Desa Waru, namun berbatasan dengan wilayah tutur bahasa Saparua di sebelah utara Desa Waru.
5. Bahasa Nila
Dulu bahasa Nila ini dituturkan masyarakat di Desa Kokroman, Usliapan, Kuralele, Ameth, Bumey, Sifluru, Wotay, Kecamatan Teon Nila Serua, Kabupaten Maluku Tengah, Maluku. Bahasa Nila mempunyai dua dialek, yaitu dialek Kokroman dan dialek Bumey. Dialek Kokroman terdapat di Desa Kokroman, Usliapan, Kuralele serta Ameth. Sedangkan dialek Bumey terdapat di Desa Bumey, Sifluru, serta Wotay.
6. Bahasa Tandia
Bahasa Tandia merupakan bahasa yang telah punah. Dulu, bahasa ini dituturkan masyarakat di Kampung Tandia, Distrik Rasie, Kabupaten Teluk Wondama, Papua Barat. Pada 2001 dan 2002, dua penutur terakhir bahasa Tandia ini telah meninggal dunia. Anak-anak yang berada di kampung ini tidak lagi mengerti bahasa Tandia. Hal ini lantaran tidak adanya transmisi bahasa dari orang tua mereka. Anak-anak dari penutur bahasa ini hanya mengerti sedikit kosakata. Dari 1.089 kosakata, hanya 34 kosakata yang diketahui.
7. Bahasa Mawes
Bahasa ini dituturkan oleh masyarakat di Kampung Maweswares, Distrik Bonggo, Kabupaten Sarmi, Papua. Berdasarkan pengakuan penduduk, di sebelah timur Kampung Maweswares dituturkan bahasa Podena serta di sebelah barat dituturkan bahasa Biriduwa.
(muh)