MUI Sebut BNPT Tidak Menstigma Pondok Pesantren
loading...
A
A
A
JAKARTA - Badan Penanggulangan Ekstremisme dan Terorisme (BPET) Majelis Ulama Indonesia ( MUI ) membela Badan Nasional Penanggulangan Terorisme ( BNPT ) yang mengungkapkan ada 198 pondok pesantren terafiliasi terorisme. BPET MUI menilai BNPT tidak sedang menstigmatisasi pondok pesantren.
Sebagai lembaga yang memiliki misi dalam penanganan radikal-terorisme secara cepat dan tepat dalam meminimalisasi dampak tindak pidana terorisme, maka hasil temuan BNPT ini dinilai penting dijadikan bentuk kewaspadaan bagi masyarakat. Pengurus Harian BPET MUI Muhammad Makmun Rasyid melihat pernyataan BNPT itu merupakan rangkaian dari penjelasannya saat rapat dengar pendapat (RDP) di DPR.
“Semuanya disiarkan secara terbuka. Jika kita melihat secara utuh, maka BNPT sedang tidak menstigmatisasi Pondok Pesantren sebagai tempat yang memproduksi, tetapi hasil temuan mereka bahwa ada kelompok teroris yang berlindung dibalik istilah dan kesakralan Pondok Pesantren untuk program-program rekruitmen dan penguatan ideologi,” katanya kepada wartawan, Jumat (28/1/2022).
Dia menuturkan, kelompok teroris dan ideolog-ideolog kelompok radikal-terorisme dalam kajian pergerakannya memang sengaja menggunakan istilah-istilah baku dan sakral seperti kotak amal, pondok pesantren, kajian bulanan dan sejenisnya. “Bukti pernyataan BNPT tidak sedang menstigma itu kan bisa kita lihat dari jumlah pesantren, 68 pesantren yang terafiliasi atau di dalamnya terdapat orang-orang yang terafiliasi dengan Jamaah Islamiyah dan 119 pesantren yang terafiliasi jaringan teroris,” ujarnya.
Apalagi, kata dia, jumlah pesantren yang di Indonesia dan terdaftar di Kementerian Agama (Kemenag) ada sekitar 26 ribuan yang mana pelajaran utama pesantren dari dulu untuk mendidik siswa-siswi untuk taat dalam beragama, cinta NKRI dan nasionalisme. Dia mengaku membaca semua pernyataan yang dikeluarkan BNPT soal pesantren ini.
“Saya tidak melihat adanya generalisasi, misalnya mengatakan ‘pesantren di Indonesia ini berjejaring dengan kelompok teroris’ atau lainnya. Angka yang disebutkan menunjukkan secara jelas bahwa dari ribuan pondok pesantren di Indonesia, ada sebagian yang berjejaring atau terafiliasi dengan kelompok terlarang,” ucapnya.
Makmun menambahkan, memang ada pernyataan yang dikeluarkan dengan tidak sempurna seperti bagaimana cara menetapkan pesantren terafiliasi teroris atau dalam menetapkan suatu pesantren yang didata ada yang berjejaring atau terlibat kelompok radikal-teroris. “Memang ada ketidaksempurnaan dalam membuka data. Jadi para pihak bukan menyoal keresahan yang akan ditimbulkan, itu tidak relevan. Secara akademik kita bisa mempertanyakan metode penetapannya. Dan urusan ini, hanya pihak BNPT yang bisa menjelaskannya sebagai kelanjutan dari pernyataan-pernyataan sebelumnya,” pungkasnya.
Sebagai lembaga yang memiliki misi dalam penanganan radikal-terorisme secara cepat dan tepat dalam meminimalisasi dampak tindak pidana terorisme, maka hasil temuan BNPT ini dinilai penting dijadikan bentuk kewaspadaan bagi masyarakat. Pengurus Harian BPET MUI Muhammad Makmun Rasyid melihat pernyataan BNPT itu merupakan rangkaian dari penjelasannya saat rapat dengar pendapat (RDP) di DPR.
“Semuanya disiarkan secara terbuka. Jika kita melihat secara utuh, maka BNPT sedang tidak menstigmatisasi Pondok Pesantren sebagai tempat yang memproduksi, tetapi hasil temuan mereka bahwa ada kelompok teroris yang berlindung dibalik istilah dan kesakralan Pondok Pesantren untuk program-program rekruitmen dan penguatan ideologi,” katanya kepada wartawan, Jumat (28/1/2022).
Dia menuturkan, kelompok teroris dan ideolog-ideolog kelompok radikal-terorisme dalam kajian pergerakannya memang sengaja menggunakan istilah-istilah baku dan sakral seperti kotak amal, pondok pesantren, kajian bulanan dan sejenisnya. “Bukti pernyataan BNPT tidak sedang menstigma itu kan bisa kita lihat dari jumlah pesantren, 68 pesantren yang terafiliasi atau di dalamnya terdapat orang-orang yang terafiliasi dengan Jamaah Islamiyah dan 119 pesantren yang terafiliasi jaringan teroris,” ujarnya.
Apalagi, kata dia, jumlah pesantren yang di Indonesia dan terdaftar di Kementerian Agama (Kemenag) ada sekitar 26 ribuan yang mana pelajaran utama pesantren dari dulu untuk mendidik siswa-siswi untuk taat dalam beragama, cinta NKRI dan nasionalisme. Dia mengaku membaca semua pernyataan yang dikeluarkan BNPT soal pesantren ini.
“Saya tidak melihat adanya generalisasi, misalnya mengatakan ‘pesantren di Indonesia ini berjejaring dengan kelompok teroris’ atau lainnya. Angka yang disebutkan menunjukkan secara jelas bahwa dari ribuan pondok pesantren di Indonesia, ada sebagian yang berjejaring atau terafiliasi dengan kelompok terlarang,” ucapnya.
Makmun menambahkan, memang ada pernyataan yang dikeluarkan dengan tidak sempurna seperti bagaimana cara menetapkan pesantren terafiliasi teroris atau dalam menetapkan suatu pesantren yang didata ada yang berjejaring atau terlibat kelompok radikal-teroris. “Memang ada ketidaksempurnaan dalam membuka data. Jadi para pihak bukan menyoal keresahan yang akan ditimbulkan, itu tidak relevan. Secara akademik kita bisa mempertanyakan metode penetapannya. Dan urusan ini, hanya pihak BNPT yang bisa menjelaskannya sebagai kelanjutan dari pernyataan-pernyataan sebelumnya,” pungkasnya.
(rca)