Revisi Peraturan Kepala BPOM Lindungi Masa Depan Anak Indonesia
loading...
A
A
A
JAKARTA - Langkah Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) merevisi Peraturan Kepala BPOM No. 31/2018 Tentang Label Pangan Olahan mendapat apresiasi sejumlah kalangan. Setelah dua tahun melakukan kajian dengan melibatkan berbagai elemen masyarakat, akhirnya rencana pelabelan peringatan konsumen bagi kemasan plastik berbahan polycarbonat yang mengandung BPA oleh BPOM bakal terwujud.
Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PKB Arzeti Bilbina mengaku telah berjuang untuk meyakinkan sesama anggota dewan bahwa revisi Peraturan Kepala BPOM No. 31/2018 harus segera dilakukan. Hasilnya, dalam rapat Komisi IX dengan Kepala BPOM Penny K Lukito, Komisi IX menanyakan dan meminta penjelasan dari BPOM mengenai bahaya zat BPA dan rencana revisi peraturan tersebut.
"Alhamdulillah, perjuangan panjang pada akhirnya BPOM mau melakukan pelabelan pada kemasan plastik yang mengandung Bisphenol (BPA), salah satunya galon guna ulang," tutur Arzeti, Rabu (26/1/2022).
Guru Besar Departemen Teknik Kimia Universitas Diponegoro, Andri Cahyo Kumoro mengatakan, zat BPA memang berbahaya. Hampir sebagian besar masyarakat terutama di kota-kota besar menggunakan galon guna ulang dari polycarbonat yang mengandung BPA. "Terjadinya pelecutan (migrasi-red) zat BPA ini dapat terjadi apabila ada pemanasan dan gesekan," ungkapnya.
Berdasarkan fakta - fakta penelitian bahwa BPA sebagai salah satu faktor penyebab timbulnya beberapa penyakit, makan dirinya sangat mendukung jika dilakukan pelabelan sebagai informasi kepada konsumen. "Banyak konsumen tidak tahu simbol ppastik No. 7 pada kemasan plastik polycarbonat yang mengandung zat BPA itu artinya apa? Hanya produsen yang paham atau mereka yang berkecimpung di bidang ini," ujarnya.
Wakil Ketua Persatuan Dokter Umum Indonesia (PDUI) Hartati B Bangsa dalam sebuah seminar menyatakan secara tegas mendukung BPOM melakukan pelabelan pada galon guna ulang dengan kode plastik No. 7 yang mengandung BPA. "Penelitian paling mutakhir pada 2021 tentang zat BPA bahwa zat ini memberikan dampak kepada anak," tegasnya.
Hartati menambahkan, ibu hamil merupakan orang yang paling rentan karena bisa berdampak pada kandungannya. “Perjalanan zat BPA ke dalam tubuh tidak terlihat gejalanya dan tidak ketahuan, serta prosesnya jangka panjang,” katanya.
Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PKB Arzeti Bilbina mengaku telah berjuang untuk meyakinkan sesama anggota dewan bahwa revisi Peraturan Kepala BPOM No. 31/2018 harus segera dilakukan. Hasilnya, dalam rapat Komisi IX dengan Kepala BPOM Penny K Lukito, Komisi IX menanyakan dan meminta penjelasan dari BPOM mengenai bahaya zat BPA dan rencana revisi peraturan tersebut.
"Alhamdulillah, perjuangan panjang pada akhirnya BPOM mau melakukan pelabelan pada kemasan plastik yang mengandung Bisphenol (BPA), salah satunya galon guna ulang," tutur Arzeti, Rabu (26/1/2022).
Guru Besar Departemen Teknik Kimia Universitas Diponegoro, Andri Cahyo Kumoro mengatakan, zat BPA memang berbahaya. Hampir sebagian besar masyarakat terutama di kota-kota besar menggunakan galon guna ulang dari polycarbonat yang mengandung BPA. "Terjadinya pelecutan (migrasi-red) zat BPA ini dapat terjadi apabila ada pemanasan dan gesekan," ungkapnya.
Berdasarkan fakta - fakta penelitian bahwa BPA sebagai salah satu faktor penyebab timbulnya beberapa penyakit, makan dirinya sangat mendukung jika dilakukan pelabelan sebagai informasi kepada konsumen. "Banyak konsumen tidak tahu simbol ppastik No. 7 pada kemasan plastik polycarbonat yang mengandung zat BPA itu artinya apa? Hanya produsen yang paham atau mereka yang berkecimpung di bidang ini," ujarnya.
Wakil Ketua Persatuan Dokter Umum Indonesia (PDUI) Hartati B Bangsa dalam sebuah seminar menyatakan secara tegas mendukung BPOM melakukan pelabelan pada galon guna ulang dengan kode plastik No. 7 yang mengandung BPA. "Penelitian paling mutakhir pada 2021 tentang zat BPA bahwa zat ini memberikan dampak kepada anak," tegasnya.
Hartati menambahkan, ibu hamil merupakan orang yang paling rentan karena bisa berdampak pada kandungannya. “Perjalanan zat BPA ke dalam tubuh tidak terlihat gejalanya dan tidak ketahuan, serta prosesnya jangka panjang,” katanya.
(cip)