Rekayasa Nilai Pajak, 2 Eks Pejabat Pajak Didakwa Terima Suap Rp12,9 M
loading...
A
A
A
JAKARTA - Dua mantan pejabat pajak didakwa telah menerima suap dengan nilai total sekitar Rp12,9 miliar. Ini terkait rekayasa nilai pajak tiga perusahaan besar.
Baca juga: Sidang Dugaan Suap Kasus Pajak, Saksi Sebut Angin Prayitno Ajarkan Hidup Sederhana
Keduanya yakni, mantan Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Bantaeng, Sulawesi Selatan, Wawan Ridwan (WR) dan eks Fungsional Pemeriksa Pajak pada Kanwil DJP Jawa Barat II, Alfred Simanjuntak (AS).
Wawan dan Alfred didakwa menerima suap bersama-sama dengan mantan Direktur Pemeriksaan dan Penagihan pada Ditjen Pajak tahun 2016-2019, Angin Prayitno Aji; mantan Kepala Sub Direktorat Kerja Sama dan Dukungan Pemeriksaan Ditjen Pajak tahun 2016-2019, Dadan Ramdani; serta Tim Pemeriksa Pajak Yulmanizar dan Febrian.
Total keseluruhan uang suap yang diterima para pejabat tersebut senilai Rp15 miliar dan 4 juta dolar Singapura. Jika diakumulasikan keseluruhan, uang suap yang diterima para pejabat pajak tersebut sekira Rp42.169.984.851 (Rp42 miliar). Uang itu bersumber dari para wajib pajak terkait pemeriksaan perpajakan tahun 2016-2017.
"Terdakwa melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan," ujar Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), M Asri Irwan saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (26/1/2022).
Dari jumlah total suap Rp42 miliar tersebut, Wawan Ridwan dan Alfred Simanjuntak disebut mendapat bagian masing-masing senilai 606.250 dolar Singapura atau sekitar Rp6,46 miliar. Sehingga total uang suap yang diterima Wawan dan Alfred jika digabung sebesar Rp12,9 miliar
"Di mana, para terdakwa (Wawan dan Alfred) menerima masing-masing sebesar 606.250 dolar Singapura," beber jaksa.
Jaksa mengungkapkan, uang suap tersebut diberikan oleh Aulia Imran Maghribi dan Ryan Ahmad Ronas selaku konsultan PT Gunung Madu Plantations. Kemudian, Veronika Lindawati selaku kuasa PT Bank PAN Indonesia (Panin) Tbk; serta Agus Susetyo selaku konsultan pajak PT Jhonlin Baratama.
Baca juga: Sidang Dugaan Suap Kasus Pajak, Saksi Sebut Angin Prayitno Ajarkan Hidup Sederhana
Keduanya yakni, mantan Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Bantaeng, Sulawesi Selatan, Wawan Ridwan (WR) dan eks Fungsional Pemeriksa Pajak pada Kanwil DJP Jawa Barat II, Alfred Simanjuntak (AS).
Wawan dan Alfred didakwa menerima suap bersama-sama dengan mantan Direktur Pemeriksaan dan Penagihan pada Ditjen Pajak tahun 2016-2019, Angin Prayitno Aji; mantan Kepala Sub Direktorat Kerja Sama dan Dukungan Pemeriksaan Ditjen Pajak tahun 2016-2019, Dadan Ramdani; serta Tim Pemeriksa Pajak Yulmanizar dan Febrian.
Total keseluruhan uang suap yang diterima para pejabat tersebut senilai Rp15 miliar dan 4 juta dolar Singapura. Jika diakumulasikan keseluruhan, uang suap yang diterima para pejabat pajak tersebut sekira Rp42.169.984.851 (Rp42 miliar). Uang itu bersumber dari para wajib pajak terkait pemeriksaan perpajakan tahun 2016-2017.
"Terdakwa melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan," ujar Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), M Asri Irwan saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (26/1/2022).
Dari jumlah total suap Rp42 miliar tersebut, Wawan Ridwan dan Alfred Simanjuntak disebut mendapat bagian masing-masing senilai 606.250 dolar Singapura atau sekitar Rp6,46 miliar. Sehingga total uang suap yang diterima Wawan dan Alfred jika digabung sebesar Rp12,9 miliar
"Di mana, para terdakwa (Wawan dan Alfred) menerima masing-masing sebesar 606.250 dolar Singapura," beber jaksa.
Jaksa mengungkapkan, uang suap tersebut diberikan oleh Aulia Imran Maghribi dan Ryan Ahmad Ronas selaku konsultan PT Gunung Madu Plantations. Kemudian, Veronika Lindawati selaku kuasa PT Bank PAN Indonesia (Panin) Tbk; serta Agus Susetyo selaku konsultan pajak PT Jhonlin Baratama.