Pajak Jadi Daya Ungkit Transformasi dan Mendorong Pembangunan

Senin, 24 Januari 2022 - 11:49 WIB
loading...
Pajak Jadi Daya Ungkit Transformasi dan Mendorong Pembangunan
Candra Fajri Ananda/FOTO.DOK KORAN SINDO
A A A
Candra Fajri Ananda
Staf Khusus Menteri Keuangan RI

Pajak memegang peranan penting dalam pemerintahan, khususnya dalam pelaksanaan pembangunan. Pajak merupakan sumber penerimaan negara untuk membiayai segala pengeluaran, termasuk biaya pembangunan sesuai fungsinya, yaitu fungsi penganggaran, pengaturan, stabilitas, dan redistribusi pendapatan.

Sejarah perpajakan di dunia telah dimulai sejak zaman Yunani kuno . Ketika itu pajak berbentuk sumbangan sukarela dan dianggap sebagai suatu hal yang mulia oleh orang-orang saat itu. Terdapat anggapan bahwa membayar pajak adalah perbuatan orang yang berbudi luhur dan orang wajib merasa bangga atas prestasi yang dilakukannya.

Sifat kesukarelaan dari pemungutan sumbangan yang dilakukan itu lama-kelamaan mengalami transisi dan menjadi sebuah paksaan. Tak dapat dimungkiri bahwa urgensi pemungutan pajak sebenarnya untuk kepentingan negara, baik kepentingan yang sifatnya mengatur (regulerend) atau membiayai (budgeter).

Pajak merupakan alat bagi pemerintah untuk menjalankan kebijakan fiskalnya dalam memengaruhi aktivitas ekonomi masyarakat. Pemerintah dapat melakukan pengendalian perekonomian jika dianggap terlalu berisiko, misalnya adanya ancaman inflasi atau melalui pengenaan pajak yang merupakan kebijaksanaan kontraksi.

Di sisi lain, ketika perekonomian tumbuh lambat, pemerintah dapat memberikan campur tangan melalui kebijakan yang bersifat ekspansif. Sementara itu, ketika penerimaan negara dari sektor pajak tinggi, pemerintah akan mampu mengalokasikannya ke beberapa program strategis untuk mendorong penerimaan dan mendorong transformasi perekonomian. Misalnya, program-program pembangunan infrastruktur serta alokasi subsidi pada beberapa sektor strategis nasional yang dipercaya sebagai instrumen penguat untuk transformasi perekonomian, kecepatan dan prosesnya sangat tergantung pada penerimaan negara.

Pajak dan Transformasi Ekonomi
Tak dapat dimungkiri juga bahwa pandemi telah mengakibatkan berbagai masalah pelik di segala lini kehidupan masyarakat. Pada kondisi tersebut, program pemulihan ekonomi nasional (PEN) adalah solusi untuk memastikan masyarakat dapat bertahan dari krisis akibat pandemi.

Pandemi mutlak memaksa sumber pendanaan utama pemerintah, yaitu pajak menjadi hal yang sangat krusial dalam usaha menjaga stabilitas negara. Karena itu, melihat pola penerimaan negara, pajak khususnya, selama 10 tahun terakhir, tuntutan perubahan dan transformasi pada perekonomian menjadi kunci untuk mendorong peningkatan penerimaan pajak.

Selama ini ada banyak aktivitas perekonomian yang “luput” dari pengenaan pajaknya, baik karena kegiatan yang tidak formal atau bahkan penggunaan teknologi yang melibatkan lintas negara, menuntut perubahan atas pengelolaan pajak, baik administrasi maupun objek pajaknya (tax base) sehingga tidak boleh ada aktivitas yang tidak terpantau oleh sistem perpajakan.

Kita paham, selama pandemi, secara terpaksa atau bahkan dipaksa, pelaku usaha mulai menggeser pengelolaan usahanya berbasis digital—dari pengiriman barang/jasa, pembayaran, bahkan investasi. Perubahan-perubahan tersebut—yang memaksa perekonomian bertransformasi—tentu perlu diikuti oleh transformasi perpajakan juga.

Seiring dengan itu, Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan (UU KUP) diperbaiki dengan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang diharapkan mampu menjawab kebutuhan sektor perekonomian yang memang sudah berubah.

Transformasi ekonomi yang baik dapat dilakukan melalui pembenahan terhadap seluruh aspek berkaitan dengan perekonomian nasional, termasuk aspek kerangka kelembagaan (institutional framework) yang menaungi. Masih cukup banyak aturan main yang masih perlu diperbaiki, terkait dengan persaingan, masalah ketenagakerjaan, masalah pendidikan dan ketrampilan, serta pengelolaan lingkungan.

Melalui kerangka kelembagaan yang komprehensif jalannya transformasi ekonomi akan menghasilkan output perekonomian lebih besar dan beragam. Imbasnya kelak diharapkan menghasilkan penerimaan pajak yang lebih baik.

Sejatinya, transformasi ekonomi juga merupakan ekonomi solusi bagi Indonesia untuk mengejar pertumbuhan yang lebih tinggi, sebagaimana dalam rencana pemerintah untuk mengejar Indonesia Emas 2045.

Teori struktutural perekonmian menjelaskan bahwa negara-negara miskin dan berkembang akan mendapatkan lompatan kesejahteraan yang lebih baik dengan cara mentransformasikan struktur perekonomiannya. Transformasi yang dimaksud misalnya dari yang semula berbasis sektor pertanian bersifat tradisional menjadi dominan ke sektor industri manufaktur yang lebih modern dan sektor jasa-jasa.

Policy Mix (Bauran Pajak dan Subsidi)

Dalam posisi perekonomian yang sedang lesu, kurang gairah, kebijakan anggaran negaralah (APBN) yang mampu mendorong aktivitas perekonomian, terutama saat dunia usaha belum sepenuhnya pulih. Dampak atau pengaruh kebijakan anggaran, melalui stimulasi fiskal, subsidi diharapkan akan mampu mempercepat proses pemulihan ekonomi, bahkan “melompat” untuk mengejar.

Aliran Keynesian menganggap bahwa stimulasi fiskal melalui “government expenditure” baik belanja barang, jasa, maupun belanja investasi atau modal akan dapat membantu menggerakkan sektor riil. Kebangkitan sektor riil dan kemampuan mendorong penciptaan lapangan kerja akan mendukung penerimaan negara juga pada akhirnya.

Kemampuan pemerintah dalam meramu besaran pajak dan subsidi merupakan paket kebijakan fiskal yang terus dikombinasikan untuk menjaga berjalannya fungsi pemerintah dalam perekonimian (stabilisasi, alokasi, dan distribusi). Melalui bauran kebijakan pajak dan subsidi, pemerintah berusaha mempersempit jurang perbedaan pendapatan masyarakat sekaligus menjadi basis tumpuan untuk mampu mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih baik. Semoga.
(ynt)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1680 seconds (0.1#10.140)