Membangun Keluarga Berkualitas dan Menurunkan Stunting
loading...
A
A
A
Muktiani Asrie Suryaningrum
Analis Kebijakan Ahli Madya BKKBN, Pengurus Ikatan Praktisi dan Ahli Demografi Indonesia (IPADI)
KEKUATAN pembangunan nasional berakar pada elemen keluarga sebagai komunitas mikro dalam masyarakat. Keluarga adalah sekumpulan orang yang memiliki ikatan perkawinan, kelahiran, dan adopsi yang memiliki tujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya, dan meningkatkan perkembangan fisik, emosional, mental serta sosial dari setiap anggota keluarga. Dengan demikian keluarga tidak hanya sebagai unit terkecil dalam masyarakat, tetapi merupakan wadah penting bagi pertumbuhan dan perkembangan fisik dan mental setiap individu yang akan terlahir di dunia serta melindungi, membentuk, membesarkan, memperkuat individu sejak dalam kandungan sampai menjadi dewasa.
Dalam konteks pembangunan nasional, keluarga mendapatkan posisi penting dalam pembangunan di mana penyelenggaraan pembangunan di segala bidang pada intinya untuk kehidupan individu, keluarga, dan masyarakat yang lebih baik. Keluarga sejahtera dan berkualitas merupakan fondasi dasar bagi keutuhan, kekuatan, dan keberlanjutan pembangunan.
Profil keluarga Indonesia yang tecermin dari hasil SUPAS 2015 menunjukkan bahwa keluarga Indonesia berada dalam kondisi yang rentan. Angka kematian ibu masih tinggi, yaitu 305 per 100.000 kelahiran hidup, begitu pula dengan angka kematian bayi Indonesia 22 bayi per 1.000 kelahiran hidup. Adapun menurut hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2017, perempuan usia 15–19 tahun yang sudah pernah melahirkan atau sedang hamil anak pertama adalah sebanyak 7.501 orang, 5.107 orang di antaranya rata-rata tidak tamat SLTA.
Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2017 oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan proporsi terbesar untuk tingkat pendidikan kepala rumah tangga miskin adalah tamatan SD, sebesar 37,46%. Demikian juga dengan tingkat pendidikan kepala rumah tangga tidak miskin paling banyak adalah tamatan SD, yaitu 28,27%.
Potret keluarga di atas akan berpengaruh dalam pengelolaan keluarga serta pola pengasuhan yang tentunya akan berdampak pada kualitas manusia. Satu di antara permasalahan yang menjadi fokus negara saat ini adalah tingginya prevalensi stunting anak balita. Survei yang mengintegrasikan survei status gizi dengan Susenas 2018 oleh Puslitbang Upaya Kesehatan Masyarakat menemukan bahwa prevalensi stunting lebih rendah 3% dari hasil Riskesdas 2018 (30,8%), yaitu menjadi 27,7% pada tahun 2019.
Pembangunan keluarga merupakan isu di berbagai lintas sektor (cross cutting issue). Artinya pembangunan keluarga menjadi tanggung jawab lintas sektor kementerian/lembaga pemerintah di Indonesia. Berdasarkan telaah RPJMN 2020–2024, terdapat 15 kementerian dan lembaga yang memiliki kegiatan prioritas yang menyasar satuan administrasi setingkat desa, komunitas ataupun individu yang bermuara pada keluarga.
Namun proses pelayanan yang dilakukan berbagai kementerian/lembaga tersebut belum terpadu. Situasi dan kondisi tersebut memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kurang maksimalnya tingkat keberhasilan kebijakan dan program yang dilakukan kementerian/lembaga.
Untuk itu diperlukan kebijakan nasional yang memastikan seluruh kebijakan program yang menjadikan keluarga sebagai sasaran program kementerian/lembaga yang dilakukan secara terintegrasi dan terkonvergensi pelaksanaannya secara nasional.
Seluruh program dan kegiatan terintegrasi dalam sistem penguatan dan pemberdayaan institusi keluarga (national center of excellence), dalam sebuah wadah yang bernama Kampung Keluarga Berkualitas.
Analis Kebijakan Ahli Madya BKKBN, Pengurus Ikatan Praktisi dan Ahli Demografi Indonesia (IPADI)
KEKUATAN pembangunan nasional berakar pada elemen keluarga sebagai komunitas mikro dalam masyarakat. Keluarga adalah sekumpulan orang yang memiliki ikatan perkawinan, kelahiran, dan adopsi yang memiliki tujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya, dan meningkatkan perkembangan fisik, emosional, mental serta sosial dari setiap anggota keluarga. Dengan demikian keluarga tidak hanya sebagai unit terkecil dalam masyarakat, tetapi merupakan wadah penting bagi pertumbuhan dan perkembangan fisik dan mental setiap individu yang akan terlahir di dunia serta melindungi, membentuk, membesarkan, memperkuat individu sejak dalam kandungan sampai menjadi dewasa.
Dalam konteks pembangunan nasional, keluarga mendapatkan posisi penting dalam pembangunan di mana penyelenggaraan pembangunan di segala bidang pada intinya untuk kehidupan individu, keluarga, dan masyarakat yang lebih baik. Keluarga sejahtera dan berkualitas merupakan fondasi dasar bagi keutuhan, kekuatan, dan keberlanjutan pembangunan.
Profil keluarga Indonesia yang tecermin dari hasil SUPAS 2015 menunjukkan bahwa keluarga Indonesia berada dalam kondisi yang rentan. Angka kematian ibu masih tinggi, yaitu 305 per 100.000 kelahiran hidup, begitu pula dengan angka kematian bayi Indonesia 22 bayi per 1.000 kelahiran hidup. Adapun menurut hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2017, perempuan usia 15–19 tahun yang sudah pernah melahirkan atau sedang hamil anak pertama adalah sebanyak 7.501 orang, 5.107 orang di antaranya rata-rata tidak tamat SLTA.
Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2017 oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan proporsi terbesar untuk tingkat pendidikan kepala rumah tangga miskin adalah tamatan SD, sebesar 37,46%. Demikian juga dengan tingkat pendidikan kepala rumah tangga tidak miskin paling banyak adalah tamatan SD, yaitu 28,27%.
Potret keluarga di atas akan berpengaruh dalam pengelolaan keluarga serta pola pengasuhan yang tentunya akan berdampak pada kualitas manusia. Satu di antara permasalahan yang menjadi fokus negara saat ini adalah tingginya prevalensi stunting anak balita. Survei yang mengintegrasikan survei status gizi dengan Susenas 2018 oleh Puslitbang Upaya Kesehatan Masyarakat menemukan bahwa prevalensi stunting lebih rendah 3% dari hasil Riskesdas 2018 (30,8%), yaitu menjadi 27,7% pada tahun 2019.
Pembangunan keluarga merupakan isu di berbagai lintas sektor (cross cutting issue). Artinya pembangunan keluarga menjadi tanggung jawab lintas sektor kementerian/lembaga pemerintah di Indonesia. Berdasarkan telaah RPJMN 2020–2024, terdapat 15 kementerian dan lembaga yang memiliki kegiatan prioritas yang menyasar satuan administrasi setingkat desa, komunitas ataupun individu yang bermuara pada keluarga.
Namun proses pelayanan yang dilakukan berbagai kementerian/lembaga tersebut belum terpadu. Situasi dan kondisi tersebut memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kurang maksimalnya tingkat keberhasilan kebijakan dan program yang dilakukan kementerian/lembaga.
Untuk itu diperlukan kebijakan nasional yang memastikan seluruh kebijakan program yang menjadikan keluarga sebagai sasaran program kementerian/lembaga yang dilakukan secara terintegrasi dan terkonvergensi pelaksanaannya secara nasional.
Seluruh program dan kegiatan terintegrasi dalam sistem penguatan dan pemberdayaan institusi keluarga (national center of excellence), dalam sebuah wadah yang bernama Kampung Keluarga Berkualitas.