Dikejar Soal Proyek Satelit Kemhan, Mahfud MD: 2018 Saya Belum Jadi Menko Polhukam

Minggu, 16 Januari 2022 - 08:06 WIB
loading...
Dikejar Soal Proyek...
Menko Polhukam, Mahfud MD menjawab tudingan publik terkait kasus satelit slot Orbit 123 yang merugikan negara hampir Rp1 triliun baru dibuka sekarang. Foto/MNC Media
A A A
JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD menjawab tudingan publik terkait kasus satelit slot Orbit 123 yang merugikan negara hampir Rp1 triliun baru dibuka sekarang. Mahfud menjawab pertanyaan publik yang mengetahui kasus satelit Orbit ini sudah ada sejak 2018.

Mahfud menegaskan bahwa dirinya tidak tahu-menahu kasus tersebut saat sebelum menjabat sebagai Menko Polhukam. Dia baru mengetahuinya saat menjabat sebagai Menko bahwa pada awal pandemi, Indonesia dipanggil untuk menghadiri sidang arbitrase di Singapura karena digugat Navayo untuk membayar kontak dan barang yang telah diterima oleh Kemhan.

"Loh, tahun 2018 saya belum jadi Menko. Jadi saya tak ikut dan tak tahu persis masalahnya," ujarnya melalui unggahan di akun Instagramnya @mohmahfudmd pada Minggu (16/1/2022).

Setelah mengetahui kasus satelit Kementerian Pertahanan (Kemhan) tersebut, Mahfud menjelaskan usahanya untuk mengundang rapat pihak yang terkait. Namun, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi tersebut merasa ada kejanggalan dikarenakan adanya pihak yang ingin menghambat.

"Akhirnya, saya putuskan untuk minta BPKP (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan) melakukan Audit Tujuan Tertentu (ATT)," tegasnya.

Mahfud menjelaskan bahwa dia mendapatkan laporan pasca audit ternyata ada pelanggaran peraturan perundang-undangan dan negara akan terus dirugikan. Mahfud mendapatkan dukungan dari Presiden dan menteri lainnya untuk membawa hal tersebut ke ranah peradilan pidana.

Seperti diberitakan sebelumnya, Indonesia harus membayar denda uang hampir Rp1 triliun terkait pelanggaran hukum di balik kontrak pembayaran sewa satelit slot orbit 123 derajat Bujur Timur di Kemhan periode 2015-2016.

Uang sebanyak itu wajib dibayarkan kepada dua perusahaan yakni, Avanti Communications Grup dan Navayo. Sebab Pengadilan Arbitrase Inggris pada 9 Juli 2019 telah memutus bahwa Kemhan harus membayar uang senilai Rp515 Miliar kepada Avanti. Sedangkan, pada Mei 22 Mei 2022 pengadilan Arbitrase Singapura mengabulkan gugatan Navayo. Di mana Indonesia diwajibkan membayar uang sebesar USD20,9 juta atau setara Rp314 miliar.

Kejadian ini bermula ketika pada 19 Januari 2015, Satelit Garuda l telah keluar orbit dari Slot Orbit 123 derajat Bujur Timur. Dengan demikian, terjadi kekosongan pengelolaan oleh Indonesia.

Berdasarkan peraturan International Telecommunication Union (ITU), kata Mahfud, negara yang telah mendapat hak pengelolaan akan diberi waktu tiga tahun untuk mengisi kembali slot orbit. Jika tak dipenuhi, hak pengelolaan slot orbit akan gugur secara otomatis dan bisa digunakan negara lain.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1311 seconds (0.1#10.140)