Menagih Filmisasi Novel Passion Cinta

Jum'at, 14 Januari 2022 - 06:11 WIB
loading...
Menagih Filmisasi Novel Passion Cinta
Menagih Filmisasi Novel Passion Cinta
A A A
Anton Suparyanta
Esais, buruh buku penerbitan di Klaten-Jateng

“Hidup itu tak selalu harus menguasai. Hidup juga untuk berbagi dan memberi inspirasi. Kita akan menjadi kering jika hidup semata-mata untuk terus mengumpulkan keuntungan. Kita akan menjadi tamak dan kehilangan nilai-nilai hidup.” (hlm. 169)

Sekadar tamsil Alberthiene Endah menukil makna hidup melalui novel Cahaya di Penjuru Hati. Bertarung, duel, lalu uji kenyataan. Medan duel yakni tarung tiga media. Tak tanggung-tanggung. Media buku (novel sastra Indonesia), media CD OST/original soundtrack (geng cinta dibikin lirik lagu oleh Brian dari Jikustik Band-Yogyakarta sebagai melo vokalis), dan media film (ekranisasi novel ke layar lebar). Masihkah terngiang?

Media lagu dan film mengiringi buku novel. Sebenarnya bukan cara inovatif untuk strategi marketing. Justru kontraproduktif, mengapa? Jika sekadar mengarus air mengalir, bak ikan mati. Wacana diserempetkan bahwa novel Alberthiene ini mirip kisahan Habibie-Ainun. Bandingkan dengan rating film love-story Habibie-Ainun yang disketsa dari kisah nyata. Pahami juga tebar pesona aktor-aktris Reza Rahadian-Bunga Citra Lestari. Konon laris, tetapi edar tak lama.

Telah jamak media film membanting novel. Tak lekang filmisasi “Sitti Nurbaya” (aktor-aktris Gusti Randa-Novia Kolopaking) zaman Balai Pustaka hingga artis hot Eva Arnaz dalam “Darah Mahkota Ronggeng” (tafsir novel Ronggeng Dukuh Paruk). Bahkan, filmisasi menyasar riuh pada “Laskar Pelangi” Andrea Hirata, atau karya Habiburahman el Sirazy, atau “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono. Setelah itu redup, tak lama bernapas. Bagaimana intrik Iqbal-Dilan, Dian Sastro-Kartini, pun Minke dan Annelies (yang dibesut dari tetralogi Pram)?

Berkaca dari momen inilah Alberthiene Endah pernah mencicipi filmisasi salah satu novelnya, Athirah. Lantas, prospek cerahkah film Athirah besutan Riri Riza itu? Sukses ekranisasi (filmisasi novel Athirah ke film) makin menantang Alberthiene Endah. Reputasi Alberthiene memang moncer. Muncullah novel yang disandangi lagu-lagu tematis rohani. Plus iming-iming kalau novel akan dilayarlebarkan. Ini taji pasar taruhannya. Ke mana filmisasi novel Cahaya di Penjuru Hati yang digunjingkan dari 2018 hingga 2022 ini?

Alberthiene Endah digoda si empunya cerita. Juragan tajir. Muasalnya, Alberthiene ogah-ogahan. Cerita cinta klasik. Cuma bikin gulung tikar dilibas kisahan cinta kids jaman now yang banal dan bengal. Alberthiene bergeming. Sebab ceritanya monoton, tidak menantang, apalagi eksperimental. Logika cerita kikuk, sangat struktural prosais. Lugu untuk bersaing di level marketing novel-novel polifonis.

Ini novel rohani? Hidup di jalur lain seperjalanan novel-novel pemenang Kusala Sastra Khatulistiwa 2017 lemparan Richard Oh, Acarya Sastra 2017 bagi pendidik dari Kemendikbud RI, Anugerah Sutasoma 2017 dari Balai Bahasa Jatim, Kontes Penulisan Novel 2017 dari Unnes dengan salah satu juri gaek, Seno Gumira Ajidarma. Novel jawara ini karya bohemian. Novel anyar Alberthiene dikepung novel-novel yang menyandang gelar juara. Surutkah novel Alberthiene?

Nilai Passion Novel

Satu titik G-spotnya menggunduk bahwa cerita dicekam dalam pusaran religiositas yang mendalam. Garansinya dicukil dari sabda YB Mangunwijaya yang monolit dalam kitab empu Sastra dan Religiositas. Itung-itungan main domino, Romo Mangun berani menyelingkungkannya dalam biara komunitas novel religius yang andal. Tangkapannya sederhana. Ranah religiositas novel ini memain-mainkan kontekstualitas storge (cinta keluarga), eros (cinta nafsu), philia (cinta sesama), dan agape (cinta Tuhan). Keempat ranah ini berbicara tentang cinta.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1117 seconds (0.1#10.140)