Perjuangan 3 Jenderal saat Pendidikan Kopassus, Kulit Kaki Lepas hingga Disiksa Layaknya Tawanan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kopassus merupakan pasukan elite yang reputasinya sangat dikenal dan disegani di dunia. Tak heran jika hampir setiap prajurit TNI Angkatan Darat (AD) bermimpi menjadi bagian dari pasukan Korps Baret Merah tersebut.
Sayangnya, tidak semua prajurit TNI AD bisa menjadi prajurit Kopassus. Ada sejumlah tes dan latihan sangat berat yang harus dilalui untuk menjadi seorang prajurit Kopassus. Hanya mereka yang bermental baja, pantang menyerah, dan memiliki tekad kuat yang bisa lulus dan layak menyandang Baret Merah dan pisau Komando.
Prajurit Komando adalah prajurit pilihan karena masalah yang dihadapi juga khusus dan terpilih. Untuk itu, pendidikan dan latihan yang keras dan berat menjadi menu sehari-sehari prajurit Komando. Tujuannya, agar mereka terbiasa dan tidak kaget saat berada di medan operasi sesungguhnya.
”Karena dia (Kopassus-red) adalah pasukan yang digerakkan sebagai jawaban terakhir. Dari situlah muncul motto Kopassus yang bunyinya Lebih Baik Pulang Nama daripada Gagal di Medan Laga. Artinya tidak ada pasukan cadangan lagi, kalau dia turun harus tuntas,” tegas mantan Mayjen TNI Pramono Edhie Wibowo yang saat itu menjabat sebagai Danjen Kopassus dikuti dari buku “Kopassus untuk Indonesia”.
Latihan perang hutan. Foto/Pen Kopassus
Kerasnya pendidikan dan latihan prajurit Komando juga diungkapkan Letjen TNI (Purn) Sutiyoso dalam buku biografinya berjudul “Sutiyoso The Field General: Totalitas Prajurit Para Komando”. Mantan Gubernur DKI Jakarta ini bercerita bagaimana prajurit Kopassus digembleng dengan keras selama tujuh bulan di kawah candradimuka Pusdiklatpassus Batujajar, Bandung, Jawa Barat.
Sutiyoso yang saat itu baru lulus Akademi Militer (Akmil) dengan pangkat Letda Infanteri, memilih bergabung di satuan Kopassandha yang kini bernama Kopassus. Pada tahap seleksi, Sutiyoso bersama 22 rekannya harus mampu berlari sejauh 2.800 meter dalam waktu 12 menit, pull up 12 kali; sit up 40 kali; push up 40 kali dalam waktu hanya 1 menit. Selain itu juga harus mampu berenang dasar 50 meter dan tidak takut ketinggian lebih dari 15 meter.
Sayangnya, tidak semua prajurit TNI AD bisa menjadi prajurit Kopassus. Ada sejumlah tes dan latihan sangat berat yang harus dilalui untuk menjadi seorang prajurit Kopassus. Hanya mereka yang bermental baja, pantang menyerah, dan memiliki tekad kuat yang bisa lulus dan layak menyandang Baret Merah dan pisau Komando.
Prajurit Komando adalah prajurit pilihan karena masalah yang dihadapi juga khusus dan terpilih. Untuk itu, pendidikan dan latihan yang keras dan berat menjadi menu sehari-sehari prajurit Komando. Tujuannya, agar mereka terbiasa dan tidak kaget saat berada di medan operasi sesungguhnya.
”Karena dia (Kopassus-red) adalah pasukan yang digerakkan sebagai jawaban terakhir. Dari situlah muncul motto Kopassus yang bunyinya Lebih Baik Pulang Nama daripada Gagal di Medan Laga. Artinya tidak ada pasukan cadangan lagi, kalau dia turun harus tuntas,” tegas mantan Mayjen TNI Pramono Edhie Wibowo yang saat itu menjabat sebagai Danjen Kopassus dikuti dari buku “Kopassus untuk Indonesia”.
Latihan perang hutan. Foto/Pen Kopassus
Kerasnya pendidikan dan latihan prajurit Komando juga diungkapkan Letjen TNI (Purn) Sutiyoso dalam buku biografinya berjudul “Sutiyoso The Field General: Totalitas Prajurit Para Komando”. Mantan Gubernur DKI Jakarta ini bercerita bagaimana prajurit Kopassus digembleng dengan keras selama tujuh bulan di kawah candradimuka Pusdiklatpassus Batujajar, Bandung, Jawa Barat.
Sutiyoso yang saat itu baru lulus Akademi Militer (Akmil) dengan pangkat Letda Infanteri, memilih bergabung di satuan Kopassandha yang kini bernama Kopassus. Pada tahap seleksi, Sutiyoso bersama 22 rekannya harus mampu berlari sejauh 2.800 meter dalam waktu 12 menit, pull up 12 kali; sit up 40 kali; push up 40 kali dalam waktu hanya 1 menit. Selain itu juga harus mampu berenang dasar 50 meter dan tidak takut ketinggian lebih dari 15 meter.