Perjuangan 3 Jenderal saat Pendidikan Kopassus, Kulit Kaki Lepas hingga Disiksa Layaknya Tawanan

Selasa, 11 Januari 2022 - 05:29 WIB
loading...
Perjuangan 3 Jenderal...
Prajurit Kopassus menerima penyematan Baret Merah di Pantai Permisan, Cilacap, Jawa Tengah. Foto/Pen Kopassus
A A A
JAKARTA - Kopassus merupakan pasukan elite yang reputasinya sangat dikenal dan disegani di dunia. Tak heran jika hampir setiap prajurit TNI Angkatan Darat (AD) bermimpi menjadi bagian dari pasukan Korps Baret Merah tersebut.

Sayangnya, tidak semua prajurit TNI AD bisa menjadi prajurit Kopassus. Ada sejumlah tes dan latihan sangat berat yang harus dilalui untuk menjadi seorang prajurit Kopassus. Hanya mereka yang bermental baja, pantang menyerah, dan memiliki tekad kuat yang bisa lulus dan layak menyandang Baret Merah dan pisau Komando.

Prajurit Komando adalah prajurit pilihan karena masalah yang dihadapi juga khusus dan terpilih. Untuk itu, pendidikan dan latihan yang keras dan berat menjadi menu sehari-sehari prajurit Komando. Tujuannya, agar mereka terbiasa dan tidak kaget saat berada di medan operasi sesungguhnya.



”Karena dia (Kopassus-red) adalah pasukan yang digerakkan sebagai jawaban terakhir. Dari situlah muncul motto Kopassus yang bunyinya Lebih Baik Pulang Nama daripada Gagal di Medan Laga. Artinya tidak ada pasukan cadangan lagi, kalau dia turun harus tuntas,” tegas mantan Mayjen TNI Pramono Edhie Wibowo yang saat itu menjabat sebagai Danjen Kopassus dikuti dari buku “Kopassus untuk Indonesia”.

Perjuangan 3 Jenderal saat Pendidikan Kopassus, Kulit Kaki Lepas hingga Disiksa Layaknya Tawanan


Latihan perang hutan. Foto/Pen Kopassus

Kerasnya pendidikan dan latihan prajurit Komando juga diungkapkan Letjen TNI (Purn) Sutiyoso dalam buku biografinya berjudul “Sutiyoso The Field General: Totalitas Prajurit Para Komando”. Mantan Gubernur DKI Jakarta ini bercerita bagaimana prajurit Kopassus digembleng dengan keras selama tujuh bulan di kawah candradimuka Pusdiklatpassus Batujajar, Bandung, Jawa Barat.



Sutiyoso yang saat itu baru lulus Akademi Militer (Akmil) dengan pangkat Letda Infanteri, memilih bergabung di satuan Kopassandha yang kini bernama Kopassus. Pada tahap seleksi, Sutiyoso bersama 22 rekannya harus mampu berlari sejauh 2.800 meter dalam waktu 12 menit, pull up 12 kali; sit up 40 kali; push up 40 kali dalam waktu hanya 1 menit. Selain itu juga harus mampu berenang dasar 50 meter dan tidak takut ketinggian lebih dari 15 meter.

Setelah lolos seleksi, Sutiyoso kemudian dikirim ke Pusdiklatpassus, Batujajar untuk mengikuti pendidikan dan latihan sebagai prajurit Komando. Di situ, Sutiyoso dilatih teknik tempur, membaca peta, patroli, survival atau bertahan hidup, mendaki gunung, pendaratan amfibi, termasuk perang kota, pertempuran jarak dekat, gerilya lawan gerilya, selam militer dan antiteror.

Setidaknya, ada tiga tahap pembinaan yang harus dilalui para prajurit Komando yakni, tahap basis atau dasar. Pada tahap ini, selama sepuluh minggu semua prajurit Komando termasuk Sutiyoso diajarkan menembak, teknik dan taktik bertempur maupun bantuan tempur, operasi raid dan perebutan cepat, navigasi darat, serangan unit komando, dasar-dasar pertempuran kota dan sebagainya.

Selanjutnya, tahap hutan gunung. Pada tahap ini prajurit Komando akan menghadapi tantangan yang semakin sulit baik alam maupun rekayasa dari para instruktur. Di sini, Sutiyoso diajarkan bagaimana melakukan perang hutan, mendaki serbu, menembak, navigasi, penjejakan dan antipenjejakan serta survival yakni bertahan hidup di kawasan hutan di Situ Lembang. Tanpa bekal, Sutiyoso menjelajah hutan dan gunung di daerah tersebut.

Perjuangan 3 Jenderal saat Pendidikan Kopassus, Kulit Kaki Lepas hingga Disiksa Layaknya Tawanan

Salah satu rute terberat adalah longmarch menyusuri rel kereta api. Foto/Ist

Pada tahap ini, Sutiyoso harus kuat menahan rasa lapar sebab mereka tidak selalu menemukan binatang liar seperti ular sehingga Sutiyoso terpaksa hanya makan daun-daunan dan batang inti pisang untuk mengganjal perut. Tahap ini diakhiri dengan longmarch atau jalan kaki dari Situ Lembang, Bandung ke Pantai Permisan Cilacap yang berjarak 500 kilometer selama 10 hari dengan membawa beban seberat 20 Kg.

Setiap harinya, Sutiyoso harus berjalan sejauh 50 Km melalui hutan. Akibat latihan keras tersebut kedua kaki Sutiyoso bengkak sehingga tidak bisa memakai sepatu lagi dan hanya menggunakan sandal jepit. ”Saya tidak mau menjadi tentara yang tanggung-tanggung. Sudah terlanjut bonyok jadi sekalian saja,” ucap mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) ini.

Terakhir adalah tahap rawa laut. Selama dua bulan, Sutiyoso dilatih kemampuan patroli ilmu medan rawa dan diuji pembebasan tokoh di kamp tawanan. Pada tahap ini, prajurit Komando setiap hari berenang dan mendayung, praktik pendaratan, survival laut, renang ponco di laut, pelolosan. “Salah satu yang paling edan adalah berenang satu kilometer, penyusupan malam hari dari Cilacap menuju Nusakambangan. Sungguh berat dan menakutkan,” kata Bang Yos panggilan akrab Sutiyoso.

Bukan hanya itu, tahap paling mendebarkan menurut Sutiyoso adalah saat para prajurit Komando satu persatu dilepas di sebuah tempat di Nusakambangan dan harus tiba di save house di Pantai Permisan paling lambat pukul 22.00 WIB. Tanpa bekal apapun, mereka harus menembus segala rintangan baik alam maupun kejaran dari instruktur. Jika tertangkap maka akan dijebloskan ke dalam kamp tahanan, diinterogasi dan disiksa supaya buka mulut. ”Persis seperti perang sungguhan. Pada fase pelolosan hanya mereka yang tertangkap saja yang merasakan siksaan sebagai tawanan,” kenang Sutiyoso.

Setelah fase pelolosan, dilanjutkan dengan kamp tawanan. Selama tiga hari tiga malam seluruh calon prajurit Komando diinterogasi dan disiksa sehingga merasakan bagaimana menjadi tawanan. Mereka yang lolos akan mendapatkan Baret Merah, baju loreng darah mengalir dan pisau Komando.

“Latihan di Nusakambangan merupakan latihan tahap akhir, ada yang menyebutnya sebagai hell week atau minggu neraka. Yang paling berat, materi latihan pelolosan dan kamp tawanan,” kata Pramono dalam buku biografinya “Pramono Edhie Wibowo dan Cetak Biru Indonesia ke Depan yang diterbitkan QailQita Publishing 2014”.

Perjuangan 3 Jenderal saat Pendidikan Kopassus, Kulit Kaki Lepas hingga Disiksa Layaknya Tawanan


Hal yang sama diceritakan Menteri Pertahanan (Menhan) Letjen TNI (Purn) Prabowo Subianto. Bahkan saking kerasnya pendidikan yang dijalaninya, Prabowo mengaku bisa tertidur sambil berjalan. Menurutnya, saat menempuh pendidikan Kopassus, dirinya dilatih untuk bisa tidur di mana saja.

“Kita di tentara dulu bisa tidur sambil jalan, bener, bener, bener. Jadi kadang-kadang itu yang terjadi, lucu-lucu kan. Kita kan jalan malam, gelap, tertidur karena saya kira asal kita ikut orang di depan saya, saya kan nyampe. Tidur itu. Tahu-tahu temen kita belok kiri, kita enggak tahu ya, kita jalan terus. Bangun, uh kita istilahnya apa itu, putus. Jadi barisan putus. Ada lagi gini, ada lagi teman di depan berhenti kan. Kita tabrak temen yang di depan. Itu kejadian. Ada lagi, baris, apel malam, tidur. Berdiri, sikap sempurna," ujar mantan Danjen Kopassus saat podcast Deddy Corbuzier, beberapa waktu lalu.

Mantan Katim Gumil/Tih Pusdiklatpassus Batujajar dan Danyon 14 Grup 1 Kopassus Letkol Inf Wahyu Yuniartoto menuturkan bagaimana penderitaan perjuangan prajurit Komando saat longmarch Batujajar-Pantai Permisan, Cilacap. Bahkan, dirinya ingin menangis jika mengenang peristiwa tersebut.

”Kulitnya tertinggal di dalam kaos kakinya. Ketika dilepas sama-sama, seiring lepasnya kaos kaki, lepas pula kulit kakinya. Telapak kakinya sudah merah semuanya, tumit dan kaki bagian depan. Apa dia menyerah? Tidak, dia berucap Komando…Komando terus. Saya kalau mengingat itu hampir menumpahkan air mata,” kenangnya dikutip dari akun @SahabatKopassus.

Perjuangan 3 Jenderal saat Pendidikan Kopassus, Kulit Kaki Lepas hingga Disiksa Layaknya Tawanan


Syarat Calon Prajurit Komando

Sebagai pasukan elite, untuk mendapatkan calon prajurit Komando, Kopassus membentuk tim recruiter yang bertugas memilih para perwira berusia di bawah 35 tahun, dan Bintara serta Tamtama di bawah 27 tahun. Mereka yang dipilih adalah prajurit yang telah lulus Pendidikan Pembentukan (Diktuk), Pendidikan Kecabangan (Dikcab). Para prajurit TNI yang berminat menjadi anggota Kopassus, mereka harus memenuhi syarat berikut ini:

Kesegaran Jasmani
• Postur ideal, bahu tidak miring, kaki tidak O atau X
• Tinggi badan lebih dari 168 cm
• Lari 12 menit dengan jarak tempuh 2.800 meter
• Pull up 12 kali dalam waktu 1 menit
• Push up 40 kali dalam waktu 1 menit
• Sit up 40 kali dalam waktu 1 menit
• Renang dasar 50 meter
• Tidak takut ketinggian di atas 15 meter
• Shuttle run 10 meter dengan lintasan berbentuk angka 8 maksimal 19 detik

Tes Psikologi
• Mampu mengendalikan emosi
• Memiliki kemampuan menyesuaikan diri dengan cepat
• Memiliki motivasi yang kuat
• Berminat menjadi prajurit Kopassus
• Memiliki IQ di atas 110

Kesehatan
• Tidak buta warna
• Tidak punya penyakit keturunan
• Tidak punya penyakit berat, keturunan dan patah tulang

(cip)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1378 seconds (0.1#10.140)